Kasus Ijazah Palsu Jokowi, Roy-Eggi Hadir di Polda Metro

JAKARTA — Polda Metro Jaya memeriksa sejumlah saksi terkait laporan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas tudingan penggunaan ijazah palsu.
Dua tokoh yang turut diperiksa hari ini, Senin (7/7/2025), adalah Roy Suryo dan Eggi Sudjana.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi.
“Betul (Roy Suryo diperiksa),” ujarnya kepada wartawan.
Roy Suryo mengatakan bahwa dirinya hadir untuk memenuhi pemeriksaan karena undangan sebelumnya, menurut tim hukumnya, belum memiliki kejelasan terkait pihak terlapor, waktu (tempus), dan tempat kejadian (locus delicti).
“Waktu itu kami tidak hadir karena undangannya tidak jelas, tidak ada terlapor, locus, maupun tempus-nya. Tapi hari ini sudah lengkap, jadi kami hadir,” ujar Roy kepada awak media di Mapolda Metro Jaya.
Sementara itu, Eggi Sudjana kembali menegaskan bahwa persoalan ijazah Jokowi adalah hal yang ia anggap sederhana.
Ia menyatakan siap meminta maaf jika Presiden Jokowi menunjukkan ijazah aslinya secara terbuka.
“Ini persoalan simpel, soal ijazah. Kalau Jokowi tunjukkan ijazah asli, saya siap minta maaf. Tapi kalau tidak, saya akan terus kejar ini, sudah lebih dari empat tahun,” kata Eggi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi secara resmi melaporkan dugaan fitnah dan pencemaran nama baik terkait tuduhan ijazah palsu ke Polda Metro Jaya.
Laporan tersebut telah teregister dan ditangani oleh Subdirektorat Keamanan Negara (Kamneg), Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya.
Polisi juga menerima 24 objek barang bukti berupa unggahan media sosial yang diduga mengandung unsur fitnah.
Sementara itu, Bareskrim Polri sebelumnya juga telah menyelidiki kasus serupa dan menyimpulkan bahwa ijazah Jokowi dinyatakan asli dan sesuai pembanding. Karena itu, kasus di Bareskrim telah dihentikan.
Namun, pelapor dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) masih menuntut digelarnya gelar perkara khusus yang dijadwalkan pada Rabu, 9 Juli 2025.
Jokowi melaporkan perkara ini dengan sangkaan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik, serta Pasal 27A, 32, dan 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kasus ini terus menjadi perhatian publik, mengingat tudingan tersebut telah beredar luas di media sosial dan terus disuarakan oleh sejumlah tokoh oposisi. []
Nur Quratul Nabila A