Samarinda Butuh Regulasi Khusus untuk Tata Sungai

ADVERTORIAL – Sebagai kota yang dikenal memiliki karakter unik dengan jaringan sungai yang membelah kawasan perkotaan, Samarinda memiliki tantangan tersendiri dalam menata ruang kotanya. Sungai tidak hanya menjadi bagian dari bentang alam, tetapi juga memiliki peran strategis dalam aspek ekologis, estetika, hingga pengelolaan lingkungan. Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Abdul Rohim, menilai penataan sungai harus menjadi bagian inti dari perencanaan tata kota, bukan sekadar program tambahan.

“Tata kota ini kita mau memastikan bahwa Samarinda ini sebagai kota yang sebagian besar dialiri oleh sungai, maka penataan sungai itu menjadi penting, dalam konteks estetika maupun dalam konteks secara fungsional, secara etikanya,” ujarnya saat ditemui di Kantor DPRD Samarinda, Senin (4/8/2025) siang.

Abdul Rohim menekankan, kawasan sempadan sungai perlu ditangani secara terintegrasi. Artinya, penataan tidak hanya berfokus pada pengendalian banjir, tetapi juga menyangkut pembenahan wajah kota, keselamatan warga, dan nilai sosial-lingkungan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran. “Nah, jadi sepadan itu menjadi bagian yang terintegrasi untuk menata tadi soal air dengan soal tata kota,” tegasnya.

Dari hasil dua kali pertemuan dengan pihak-pihak terkait, DPRD menemukan sejumlah hambatan yang menghalangi optimalisasi penataan sempadan sungai di Samarinda. Salah satunya adalah masalah regulasi dan kewenangan yang masih terpusat di pemerintah pusat.

“Catatan yang pertama itu ternyata soal kajian, kemudian pengelolaan pemanfaatan sepadan sungai itu secara regulasi itu ada di pusat di PU yang turunannya di provinsi maupun di kota kabupaten itu di BWS, kalau kita kan BWS 4,” jelasnya.

Menurutnya, DPRD sempat beranggapan bahwa penataan sempadan sungai bisa disesuaikan secara fleksibel dengan kebutuhan lokal. Namun kenyataannya, kebijakan tersebut harus mengikuti aturan baku dari pusat yang bersifat umum dan belum tentu relevan dengan kondisi lapangan.

“Nah, sehingga yang awalnya kita berpikir kita akan bisa mengatur sepadan sesuai dengan kebutuhan kita yang ada di kota ini, ternyata terbentur dengan aturan yang ada di pusat, itu yang menjadi catatan,” pungkasnya.

Ia menilai perlu ada ruang dialog antara pemerintah pusat dan daerah untuk mencari titik temu. Fleksibilitas regulasi menjadi kunci agar pemerintah kota dapat merancang strategi penataan sempadan sungai yang efektif, tepat guna, dan mencerminkan karakter Samarinda sebagai kota sungai. []

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *