Polemik Lahan Baqa, DPRD Desak Penertiban Tegas

ADVERTORIAL – Persoalan lahan di Jalan Hasanuddin, Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda Seberang, mencuat menjadi sorotan publik setelah Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Samri Shaputra, mengkritik lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aset negara. Pembiaran selama lebih dari 20 tahun dinilai menjadi pemicu warga mengklaim hak tinggal di kawasan tersebut.
“Karena masyarakat ini pada dasarnya mengakui bahwa itu bukan lahan mereka, masyarakat mengakui bahwa yang ditempati sekarang itu bukan lahan mereka,” ujar Samri saat diwawancarai di lokasi, Senin (4/8/2025) pagi.
Menurutnya, warga awalnya hanya memanfaatkan lahan yang dianggap kosong dan bahkan sempat diyakini tidak bertuan. Kondisi tersebut menumbuhkan keyakinan bahwa mereka tidak melanggar aturan saat mendirikan tempat tinggal. “Dia hanya memanfaatkan lahan yang menurut masyarakat itu lahan kosong yang bahkan sempat dikatakan itu lahan tidak bertuan,” jelasnya.
Situasi menjadi semakin kompleks karena pembiaran pemerintah membuat warga merasa berhak menetap. “Nah, kemudian ditempati oleh mereka selama lebih daripada 20 tahun, ini yang kemudian menjadi masyarakat itu jadi yakin,” ungkapnya.
Samri menegaskan, jika pemerintah bersikap tegas sejak awal, persoalan ini bisa dihindari. Ia menyayangkan langkah penertiban tidak segera dilakukan ketika warga mulai menempati lahan yang diakui sebagai aset pemerintah. “Nah, saya sebenarnya sedikit mengkritisi pemerintah, mestinya ketika masyarakat itu menempati lahan itu supaya tidak jadi masalah kayak sekarang ini kalau ini memang menjadi aset pemerintah, ada masyarakat menempati, itu segera ditertibkan,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa persoalan tanah sering kali dianggap remeh pada awalnya, namun akan menjadi masalah besar di kemudian hari. “Karena, kalau dibiarkan berlarut-larut, beranak-pinak, ini kemudian jadi masalah, masalah tanah itu biasanya muncul 10 sampai 20 tahun yang akan datang,” ujarnya.
Saat ini, masalah semakin sulit diselesaikan. Warga telah membangun rumah permanen, sebagian penghuninya meninggal dunia, dan generasi baru menganggap lahan tersebut sebagai hak turun-temurun. “Nah, ini sudah dibiar, dibiarkan sampai membangun rumah permanen, ada yang sudah sampai meninggal di sini, beranak-pinak baru kemudian tiba-tiba ini mau dipindahkan,” katanya.
Samri berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi pemerintah agar lebih proaktif menjaga aset negara. “Pelajaran bagi pemerintah, supaya menjaga betul-betul aset pemerintah itu, supaya ketika ada pihak yang tidak berhak menempati itu, segera diantisipasi dari sekarang, jangan sampai nanti akan jadi masalah di kemudian hari, ya,” pungkasnya. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum