Kasus TBC dan HIV Naik, DPRD Inisiasi Regulasi Khusus

ADVERTORIAL – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda melalui Panitia Khusus (Pansus) 4 mulai menggelar pembahasan awal mengenai penanganan penyakit menular seperti tuberkulosis (TBC) dan HIV/AIDS. Rapat perdana yang digelar di Kantor DPRD Samarinda pada Selasa (05/08/2025) sore itu menghadirkan perwakilan dari berbagai instansi terkait, termasuk Dinas Kesehatan, lembaga pemerintahan, dan unsur masyarakat.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyebutkan bahwa rapat tersebut merupakan langkah awal untuk menghimpun data dan masukan dari para pemangku kepentingan sebagai dasar kerja Pansus hingga akhir tahun.

“Kami saat ini masih di tahap pembahasan awal RDP Pansus 4 dengan banyak stakeholder, dari dinas kesehatan, dari pemerintah, sampai ke masyarakat,” ujarnya kepada awak media usai rapat.

Menurut Sri Puji, pertemuan perdana itu dimaksudkan untuk memahami kondisi terkini mengenai kasus TBC dan HIV/AIDS di Samarinda agar penyusunan kebijakan dapat dilakukan secara tepat sasaran.

“Ini baru rapat perdana, jadi kita hanya menerima masukan-masukan dan data-data yang ada di Kota Samarinda terkait dengan tiga penyakit tadi,” terangnya.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa pembentukan Pansus 4 merupakan bentuk keseriusan legislatif dalam merespons persoalan kesehatan yang angka kasusnya cenderung meningkat. DPRD, katanya, ingin memastikan langkah strategis yang disusun memiliki kekuatan hukum dan dukungan dari seluruh sektor.

“Harapan kami dengan adanya pertemuan ini, walaupun baru sekali, nanti akan berkembang karena Pansus ini bekerja sampai bulan Desember, dan kita ingin Pansus ini benar-benar bermanfaat karena banyaknya kasus, terutama kasus TBC,” jelasnya.

Sri Puji juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, swasta, masyarakat, dan media dalam menghadapi tantangan ini. Salah satu hal yang menjadi fokus adalah kejelasan dalam alokasi anggaran serta optimalisasi peran edukatif media massa.

“Lalu bagaimana anggarannya, bagaimana tentang peran serta masyarakat dan pemerintah serta swasta termasuk media, untuk bagaimana kita mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat supaya terhindar dari penyakit ini,” katanya.

Ia juga menggarisbawahi bahwa stigma sosial terhadap penderita TBC dan HIV/AIDS menjadi tantangan tersendiri yang dapat memengaruhi proses pemulihan pasien. Oleh sebab itu, pendekatan berbasis empati dan pemahaman perlu terus digalakkan.

“Jadi nanti terhadap kehidupan sosial, bagaimana stigma dari masyarakat terhadap beberapa penyakit ini, dan ini akan mempengaruhi kesembuhan,” tuturnya.

Dalam penutup keterangannya, Sri Puji menyampaikan keprihatinan atas meningkatnya jumlah kasus hingga pertengahan tahun 2025. Padahal, pemerintah menargetkan eliminasi penyakit tersebut pada 2030. Kondisi inilah yang mendorong pihaknya menginisiasi penyusunan rancangan peraturan daerah.

“Kita ingin mengeliminasi TBC, HIV ini tahun 2030, sedangkan tahun 2025 aja makin meningkat, makanya kami menginisiasi untuk membuat Raperda tentang pencegahan dan penanggulangan,” pungkasnya.[]

Penulis: Diyan Febrina Citra | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *