Satpol PP Kini Berwenang Tindak Pom Mini Berbahaya

ADVERTORIAL – Penertiban penjualan bahan bakar minyak (BBM) melalui pom mini ilegal kini memiliki dasar hukum yang lebih kuat. Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Samri Shaputra, menegaskan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sudah bisa mengambil langkah tegas karena payung hukum yang dibutuhkan telah disahkan.
“Satpol PP mau melangkah itu belum ada payung hukumnya, kalau sekarang Satpol PP sudah bisa karena payung hukumnya sudah kita buatkan,” ujar Samri saat ditemui di Kantor DPRD Kota Samarinda, Selasa (12/08/2025) siang.
Ia menjelaskan, landasan hukum tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum (Perda Trantibum) yang baru saja disetujui DPRD. Dengan aturan ini, Satpol PP dipersilakan segera menegakkan peraturan demi menciptakan keamanan di lingkungan masyarakat. “Kemarin Perda Trantibum itu sudah kita sahkan,” katanya.
Samri menambahkan, kini tidak ada alasan lagi bagi Satpol PP untuk menunda tindakan terhadap usaha pom mini ilegal. “Nah, silakan Satpol PP untuk melakukan penegakan peraturan daerah,” tegasnya.
Menurutnya, polemik pom mini tidak sekadar soal ekonomi, melainkan juga berkaitan erat dengan keselamatan masyarakat. Ia menilai, meski bagi sebagian warga keberadaan pom mini memudahkan akses bahan bakar, risiko yang ditimbulkan jauh lebih besar. “Pom mini, sebagian masyarakat mengatakan itu membantu masyarakat, tapi sebagian masyarakat lagi itu terancam,” jelasnya.
Ancaman itu, sambung Samri, muncul karena aktivitas penjualan BBM dilakukan di tengah permukiman padat dengan minim pengawasan dan tanpa standar operasional prosedur (SOP) yang jelas. “Terancamnya apa? Dia menjual pom mini itu kan di tengah masyarakat, penduduk padat, terus nggak ada standar SOP-nya, orang kadang-kadang ngisi bensin sambil merokok yang menjual juga enggak berani juga negur,” paparnya.
Ia mencontohkan perbedaan dengan stasiun pengisian bahan bakar resmi yang memiliki aturan ketat, mulai dari larangan menggunakan telepon genggam hingga kewajiban mematikan mesin kendaraan. “Tapi kalau di pom mini yang resmi itu kan ada aturannya, misalnya ngisi bensin handphone nggak boleh diangkat, mesin harus dimatikan, tapi kalau yang di pinggir-pinggir jalan tuh nggak ada, dan itu kan sering terjadi kebakaran, itu yang kita khawatirkan sebenarnya,” ucapnya.
Samri menegaskan, langkah ini tidak ditujukan untuk memutus mata pencaharian warga, melainkan untuk menekan potensi bahaya. “Bukan berarti kita ini mau menghilangkan pendapatan atau salah satu pendapatan dari usaha mereka, enggak,” tuturnya.
Ia mengingatkan bahwa keselamatan masyarakat tetap menjadi prioritas utama. “Kita menjaga keselamatan kita bersama, kamu yang berusaha di situ tapi kiri-kananmu itu yang merasa enggak bisa tidur, terancam,” pungkasnya.[]
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum