Ketua Komisi II: Jangan Sampai Usaha Kecil Terseret Aturan Multitafsir

ADVERTORIAL – Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Iswandi, kembali menekankan urgensi adanya aturan yang jelas mengenai klasifikasi usaha rumah kos, penginapan, hingga hotel melati. Menurutnya, regulasi yang masih kabur dapat menimbulkan kerugian terutama bagi masyarakat kecil yang mengandalkan usaha penyewaan kamar sebagai mata pencaharian.

“Kita harus tahu, harus dipastikan dulu speknya bagaimana yang disebut kos-kosan itu yang berapa pintu, yang disebut penginapan itu yang berapa pintu, yang disebut hotel melati itu yang berapa fasilitasnya, ini kan gak jelas masih,” kata Iswandi saat ditemui di Kantor DPRD Samarinda, Rabu (27/08/2025) malam.

Ia mengingatkan bahwa tanpa batasan yang tegas, pemilik rumah kos sederhana bisa saja disamakan dengan pengusaha skala lebih besar. Hal itu, lanjutnya, akan menimbulkan ketidakadilan dan berisiko menekan pelaku usaha kecil. “Kalau dipaksakan nanti multitafsir, kasihan masyarakat kecil,” ujarnya.

Kebingungan dalam penerapan aturan, menurut Iswandi, sudah seharusnya tidak lagi terjadi. Ia mencontohkan bagaimana rumah kos kecil bisa dianggap sebagai penginapan hanya karena jumlah pintu lebih banyak. “Nanti dia punya dua pintu sudah disebut kos-kosan, nanti dia punya 10 dibilang penginapan, itu yang kita gak mau,” jelasnya.

Iswandi juga menekankan pentingnya pengawasan dan penegakan aturan secara konsisten. Ia menilai regulasi yang dibuat tidak akan bermanfaat jika tidak diikuti dengan sanksi yang jelas. “Makanya saya selalu katakan termasuk sanksi penindakan kalau melanggar, itu saya selalu tegaskan,” katanya.

Selain itu, ia menyoroti lemahnya sistem pendataan dan tindak lanjut pelanggaran perda. Ketiadaan data yang akurat dinilai membuat kebijakan seolah berjalan di tempat. “Kalau data yang baik saya gak perlulah, sekarang data yang jelas ini mana, sudah berapa sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran-pelanggaran perda yang ada, tindak lanjutnya bagaimana, mana datanya, itu yang penting,” tegasnya.

Ia menambahkan, data yang transparan sangat diperlukan agar peraturan benar-benar dijalankan di lapangan, bukan hanya tertulis di atas kertas. “Jangan cuma bisa buat tapi gak bisa menjalankan, intinya di situ,” ungkapnya.

Karena itu, Iswandi berharap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait lebih berhati-hati dan komprehensif dalam merancang regulasi. Menurutnya, aturan yang tidak jelas hanya akan menimbulkan perdebatan dan menyulitkan penerapan di masyarakat. “Makanya instansi OPD terkait ke depannya komprehensif kalau membuat sesuatu, gak salah-salah,” pungkasnya.

Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa keberhasilan sebuah perda bukan sekadar ditentukan oleh isinya, tetapi juga sejauh mana aturan itu mampu diterapkan dengan konsisten dan berpihak pada kepentingan masyarakat.[]

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *