Rumah Sakit Baru Hadir, DPRD Minta Keselamatan Pasien Jadi Prioritas

ADVERTORIAL – Kehadiran rumah sakit baru di Jalan Bung Tomo, Samarinda, menambah daftar fasilitas kesehatan di ibu kota Kalimantan Timur (Kaltim). Pembangunan rumah sakit tersebut dinilai bukan hanya memperluas akses layanan medis, tetapi juga mencerminkan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Anhar, melihat fenomena bertambahnya rumah sakit sebagai bukti adanya perubahan cara pandang masyarakat terhadap sektor pendidikan dan kesehatan. Menurutnya, perkembangan ini tidak lepas dari tuntutan zaman serta meningkatnya kebutuhan masyarakat. “Jadi cara pandang kita itu tentang pendidikan dan kesehatan itu sudah jauh ke depan,” ujarnya saat ditemui di Kantor DPRD Kota Samarinda, Senin (08/09/2025).
Anhar membandingkan kondisi saat ini dengan masa lalu. Ia mengingat bahwa dulu, layanan kesehatan sebagian besar hanya disediakan oleh pemerintah. Rumah sakit swasta masih sangat jarang ditemukan karena keterbatasan modal maupun kapasitas pengelolaannya. “Kalau dulu hal-hal seperti ini kan biasanya tuh hanya pemerintah, jarang sekali rumah sakit-rumah sakit swasta yang mampu,” katanya.
Ia mencontohkan, rumah sakit Islam yang sempat berdiri akhirnya tutup, sementara rumah sakit Dirgahayu masih bertahan hingga kini. “Ternyata rumah sakit Islam kan tutup, tetapi kan ada juga rumah sakit Dirgahayu kan masih beraktivitas,” ucapnya.
Selain itu, Anhar menyinggung kontribusi organisasi masyarakat dalam sejarah kesehatan di Samarinda, termasuk Muhammadiyah. “Karena menurut saya ada organisasi-organisasi kemasyarakatan kayak rumah sakit Muhammadiyah dan lain sebagainya, itu kan juga mereka memang banyak kepada konteks berpikirnya itu kan menyangkut masalah kemanusiaan,” jelasnya.
Namun, perkembangan yang terjadi saat ini menurut Anhar menunjukkan arah yang berbeda. Jika sebelumnya rumah sakit berdiri dengan semangat sosial dan nilai kemanusiaan, kini banyak rumah sakit hadir dengan orientasi bisnis. “Tapi sekarang kan sudah banyak yang mengarah kepada dikomersialisasikan, cara konteks berpikirnya,” tuturnya.
Meski demikian, ia menegaskan, pelayanan kesehatan tetap menjadi tanggung jawab pemerintah. Hanya saja, keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan rumah sakit kini makin terasa, seiring meningkatnya kebutuhan layanan medis dan peluang investasi. “Kalau dulu kita kan melihat itu bahwa masalah pelayanan kesehatan ini pure menyangkut masalah tanggung jawab pemerintah saja, tapi kalau sekarang kan tidak,” tegasnya.
Menurut Anhar, pengusaha yang menanamkan modal di bidang kesehatan tidak boleh hanya berfokus pada keuntungan finansial. Ia menekankan, rumah sakit harus tetap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
“Bagi orang yang berbisnis, dia melihat bahwa ini sebuah peluang untuk investasi di bidang kesehatan dalam dunia usaha tapi tanpa meninggalkan nilai-nilai bahwa rumah sakit ini kan menyangkut masalah kemanusiaan,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa nyawa dan keselamatan pasien merupakan prioritas utama yang tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan bisnis. “Tanpa meninggalkan nilai-nilai kemanusiaannya tadi itu, bahwa yang diprioritaskan ini adalah nyawa, adalah keselamatan manusia, itu yang terpenting menurut saya,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Anhar menolak anggapan bahwa bertambahnya rumah sakit baru di Samarinda menandakan kondisi darurat kesehatan. Baginya, fenomena tersebut lebih merupakan konsekuensi dari meningkatnya permintaan masyarakat terhadap layanan medis. “Nah, sehingga kalau dikatakan berarti itu menandakan Samarinda ini darurat kesehatan,” pungkasnya.
Dengan hadirnya rumah sakit baru, baik milik pemerintah maupun swasta, warga Samarinda kini memiliki lebih banyak pilihan dalam memperoleh layanan kesehatan. Meski begitu, tantangan ke depan adalah memastikan bahwa seluruh rumah sakit, apa pun latar belakang pendiriannya, tetap menjadikan keselamatan pasien sebagai prioritas tertinggi. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum