Pemakaman Umum Diminta Tak Lagi Bedakan Status Sosial

ADVERTORIAL – Persoalan lahan pemakaman umum kembali mencuat sebagai salah satu isu penting di Kota Samarinda. Kebutuhan ruang pemakaman dinilai mendesak karena jumlah penduduk terus bertambah, sementara lahan yang tersedia semakin terbatas. Kondisi ini kerap menimbulkan keluhan warga, terutama saat menghadapi kenyataan harus memakamkan keluarganya di lokasi yang dianggap kurang layak.

Selama ini, sebagian masyarakat terpaksa menerima kenyataan dimakamkan di area berbukit atau berlembah, yang justru menyulitkan prosesi pemakaman. Situasi tersebut memperlihatkan bahwa persoalan pemakaman tidak bisa lagi hanya dianggap sebagai urusan teknis semata, melainkan menyangkut kebutuhan dasar yang menuntut perhatian serius pemerintah.

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Samarinda, Ronal Stephen Lonteng, menilai perlu ada langkah terukur dalam menyelesaikan masalah ini. Ia mengingatkan bahwa secara teknis penyediaan lahan berada di bawah kewenangan dinas terkait. “Saya pikir itu kembali lagi ke dinas terkait karena itu kan urusan teknis,” ujarnya saat ditemui di Polres Samarinda, Kamis (11/09/2025).

Meski demikian, Ronal menegaskan DPRD tidak tinggal diam. Ia menyatakan lembaga legislatif siap mendorong lahirnya regulasi yang berpihak pada masyarakat. “Cuma hal ini kami mendorong perda itu bisa menyatakan bahwasanya keadilan pemerintah itu menyiapkan lahan yang ideal, yang jangan menyulitkan keluarga yang akan memakamkan keluarganya,” jelasnya.

Menurut Ronal, pemerintah daerah seyogianya menyediakan lahan pemakaman yang benar-benar memenuhi standar. Ia mencontohkan, lokasi yang datar akan lebih memudahkan keluarga dibandingkan lahan dengan kontur terjal. “Jadi harusnya idealnya itu rata, tidak lagi berbukit atau berlembah,” tegasnya.

Lebih jauh, Ronal menekankan bahwa regulasi yang disusun nantinya perlu menjamin keadilan bagi seluruh warga, tanpa memandang status sosial maupun ekonomi. Ia menilai praktik pembangunan makam mewah berbentuk rumah-rumahan hanya memperlebar kesenjangan. “Apalagi dia nanti, istilahnya kalau itu setara dengan berkeadilan,” katanya.

Ia pun menekankan perlunya aturan sederhana yang mengedepankan keseragaman, misalnya hanya memperbolehkan penggunaan batu nisan standar. “Jadi, gak lagi melihat yang kurang mampu atau mampu,” ujarnya. Menurutnya, penerapan aturan seragam akan menciptakan rasa setara di tengah masyarakat.

Dengan begitu, lanjut Ronal, warga tidak lagi merasa dibedakan ketika menggunakan fasilitas pemakaman umum. “Jadi, semua juga cuma pakai batur, gak pakai rumah-rumah lagi,” tambahnya.

Ronal memastikan rancangan peraturan daerah terkait penyediaan lahan pemakaman akan segera dibahas bersama anggota dewan lainnya. “Itu perda nanti kita bagi sama teman-teman kalau sudah siap,” pungkasnya.

Isu keterbatasan lahan pemakaman sejatinya tidak hanya terjadi di Samarinda. Banyak kota besar menghadapi tantangan serupa akibat pertumbuhan penduduk yang pesat dan ruang kota yang kian padat. Kondisi ini menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi, baik dalam perencanaan tata ruang maupun dalam penyediaan lahan baru yang representatif.

Di Samarinda sendiri, kebutuhan lahan pemakaman menjadi semakin mendesak seiring dengan menipisnya ruang di lokasi-lokasi lama. Pilihan memperluas lahan yang ada tidak selalu memungkinkan, sehingga diperlukan langkah kebijakan yang lebih sistematis.

Kehadiran perda diharapkan mampu memberikan kepastian hukum sekaligus solusi yang adil. Tidak hanya mengatur teknis penyediaan lahan, tetapi juga menghadirkan standar pemakaman yang seragam dan tidak membeda-bedakan latar belakang ekonomi masyarakat.

Langkah DPRD Samarinda mendorong regulasi ini menjadi bagian dari upaya memperkuat pelayanan publik. Dengan regulasi yang jelas, pemerintah daerah dapat lebih optimal memenuhi kebutuhan dasar warganya, termasuk hak untuk dimakamkan secara layak.

Pada akhirnya, penyediaan lahan pemakaman bukan sekadar urusan teknis, melainkan cermin kepedulian pemerintah terhadap warganya. Samarinda kini dituntut bergerak cepat agar kebutuhan dasar tersebut tidak lagi menjadi masalah berlarut-larut bagi masyarakat. []

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *