DPRD Samarinda Jadi Tumpuan Warga Atasi Sengketa Lahan

ADVERTORIAL – Sengketa lahan terus menjadi salah satu persoalan klasik yang membayangi pembangunan di Kota Samarinda. Bagi sebagian warga, masalah ini bukan sekadar soal administrasi, melainkan menyangkut kepastian hak atas tanah yang mereka tempati. Ketika perselisihan tak kunjung usai, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, khususnya Komisi I, menjadi salah satu tumpuan harapan masyarakat.
Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Markaca, menuturkan bahwa lembaganya tidak menutup mata terhadap keresahan warga. Setiap surat pengaduan terkait sengketa lahan selalu ditanggapi, baik yang melibatkan perusahaan maupun kasus klaim kepemilikan antarwarga.
“Komisi I telah berulangkali memfasilitasi permasalahan sengketa tanah antara perusahaan dan masyarakat, bahkan ada juga masyarakat yang mengklaim lahan milik Pemerintah Kota, padahal dulunya main bangun saja,” ujar Markaca, Kamis (25/09/2025).
Ia menyebutkan sejumlah kasus yang pernah ditangani bersama Komisi I melalui forum Rapat Dengar Pendapat (RDP). Misalnya, konflik antara warga Palaran dengan PT IPC, pemblokiran jalan oleh warga Perumahan STV Batu Cermin, hingga janji hibah lahan pemakaman oleh PT BBE yang menuai protes.
“Sengketa lahan yang telah difasilitasi, misalnya lahan pemakaman di Loa Bakung dengan PT BBE, penyerobatan lahan oleh PT IPC, sengketa lahan di perumahan STV di Batu Cermin, dan klaim lahan oleh warga untuk pembangunan inisiator,” jelasnya.
Markaca menilai, tumpang tindih kepemilikan tanah menjadi faktor utama penyebab berlarut-larutnya konflik lahan di Samarinda. Situasi ini, menurutnya, harus segera dibenahi melalui peran aktif Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia menegaskan, tanpa kepastian hukum dari lembaga pertanahan, persoalan serupa akan terus muncul di kemudian hari.
“Masalah lahan tersebut seringkali menjadi sumber konflik di lapangan, karena adanya tumpang tindih kepemilikan. Hal ini perlu diperbaiki oleh BPN sehingga tidak ada lagi lahan yang memiliki lebih dari satu pemilik,” ucapnya.
Meski DPRD memiliki kewenangan untuk memediasi, Markaca menekankan bahwa penyelesaian sengketa tidak bisa hanya mengandalkan lembaga legislatif. Kesepakatan dan keterbukaan antara masyarakat dan perusahaan menjadi kunci utama agar permasalahan tidak berkepanjangan.
“Kita tentunya masih akan melanjutkan pembahasan masalah sengketa lahan ini, yang terpenting adalah ada kesepakatan antara masyarakat dan perusahaan. Jika memang ada yang perlu diperbaiki, maka akan kita perbaiki. Jika ada yang perlu dipertahankan maka akan kita pertahankan,” tegasnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan warga agar tidak gegabah dalam melakukan transaksi jual beli tanah. Menurutnya, kehati-hatian dalam memeriksa kelengkapan dokumen sangat menentukan agar masyarakat tidak terjerat sengketa di masa depan.
“Saya berpesan kepada masyarakat kalau membeli tanah itu harus lebih selektif,” pungkas legislator dari daerah pemilihan Kecamatan Sambutan, Samarinda Ilir, dan Samarinda Kota ini.
Fenomena sengketa lahan di Samarinda bukan hanya berdampak pada warga, tetapi juga berpengaruh terhadap iklim investasi dan pembangunan daerah. Persoalan ini dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik sosial jika tidak segera ditangani secara serius. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, DPRD, BPN, masyarakat, dan pihak swasta dinilai mutlak diperlukan. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum