Komisi III DPRD Dorong Percepatan RTH Bukit Pinang

ADVERTORIAL – Lahan bekas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang yang selama bertahun-tahun identik dengan timbunan sampah kini tengah bertransformasi menjadi ruang terbuka hijau (RTH). Proses revitalisasi yang digagas Pemerintah Kota Samarinda sejak penutupan TPA pada 2023 menunjukkan kemajuan signifikan dengan capaian sekitar 70 persen.

Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Deni Hakim Anwar, menilai proyek ini menjadi salah satu langkah monumental dalam upaya memperbaiki kualitas lingkungan sekaligus menghadirkan ruang publik baru bagi masyarakat. Menurutnya, perubahan fungsi lahan ini bukan hanya soal memperindah kota, tetapi juga menjawab kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan ruang hijau yang semakin terbatas.

“Pemerintah Kota Samarinda telah melakukan revitalisasi terhadap TPA Bukit Pinang yang beberapa tahun lalu sudah ditutup dan rencananya akan dijadikan RTH dan progres pengerjaan di lapangan sudah 70 persen,” ujar Deni ketika melakukan kunjungan lapangan, Senin (29/09/2025).

Pada tahap awal, pekerjaan difokuskan pada konturing lahan dan penanganan gas metana di area seluas 10 hektare. Pemerintah mengucurkan Rp16 miliar untuk tahap ini dari total anggaran Rp73 miliar yang disiapkan bagi keseluruhan proyek. Target penyelesaian tahap pertama ditetapkan pada akhir tahun 2025, sebelum masuk ke tahap pembangunan berikutnya.

Deni menegaskan, pengawasan ketat terhadap kontraktor sangat diperlukan agar pekerjaan berjalan sesuai standar teknis. Hal ini, kata dia, bukan hanya menyangkut ketepatan waktu, tetapi juga menyangkut keamanan lingkungan serta manfaat jangka panjang bagi warga.

“Harus tepat waktu terkait efektivitas pengerjaannya dan dalam penggunaan anggaran, terlebih TPA Bukit Pinang ini ketika sudah selesai akan memperindah Samarinda, karena posisinya berada di puncak bukit,” jelas politisi Partai Gerindra tersebut.

Meski ada potensi gas metana di lahan bekas TPA, Deni mengungkapkan bahwa kondisinya berbeda dengan TPA di Balikpapan. Gas metana di Bukit Pinang memiliki tekanan yang terlalu rendah sehingga tidak memenuhi standar pemanfaatan energi. Hal ini berbeda dengan Balikpapan yang TPAnya masih aktif dan berhasil mengelola gas metana dengan dukungan Pertamina Hulu Mahakam (PHM).

“Gas metan di TPA Bukit Pinang tidak memenuhi standar untuk dapat dimanfaatkan karena tekanannya yang terlalu rendah, berbeda dengan Balikpapan mendapat pendampingan dari PT PHM dalam pengelolaannya, karena TPA masih aktif,” terangnya.

Selain faktor teknis, DPRD Samarinda juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam menjaga keberlanjutan kawasan tersebut. Menurut Deni, tanpa keterlibatan publik, fungsi RTH akan sulit bertahan lama. Ia mengingatkan bahwa perkembangan kota kerap menggerus ruang hijau, sehingga diperlukan kesadaran bersama untuk menjaga keseimbangan lingkungan.

“Revitalisasi ini bukan hanya soal mengubah bekas TPA menjadi RTH, tapi juga bagian dari solusi lingkungan jangka panjang. Dengan adanya partisipasi masyarakat, Bukit Pinang bisa menjadi ikon baru kota yang tidak hanya mempercantik wilayah, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup warga Samarinda,” tegasnya.

Jika revitalisasi berjalan sesuai rencana, RTH Bukit Pinang akan menjadi salah satu kawasan hijau representatif di Samarinda. Lokasinya yang berada di puncak bukit memberi nilai tambah, bukan hanya secara ekologis, tetapi juga sebagai destinasi rekreasi dengan panorama kota dari ketinggian. Keberadaannya diharapkan mampu memperkuat identitas Samarinda sebagai kota yang peduli lingkungan, sekaligus memberikan ruang interaksi sosial yang sehat bagi warga.

Dengan demikian, transformasi bekas TPA Bukit Pinang menjadi RTH tidak sekadar proyek fisik. Ia merupakan simbol perubahan wajah kota, dari kawasan yang pernah menimbulkan masalah lingkungan menjadi ruang publik yang bermanfaat. Hasil akhirnya diharapkan dapat menjadi contoh nyata bahwa penanganan lahan bekas TPA bisa diubah menjadi aset penting bagi pembangunan berkelanjutan. []

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *