Santri Indonesia Menuju Dunia Modern

ADVERTORIAL – Hari Santri Nasional ke-11 yang diperingati pada 22 Oktober 2025 menjadi momentum refleksi penting bagi dunia pesantren di Indonesia. Di tengah derasnya arus digitalisasi dan transformasi teknologi, lembaga pesantren kini dihadapkan pada tantangan besar: mempertahankan tradisi keilmuan agama tanpa tergerus oleh modernitas.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Ismail Latisi, menilai bahwa pesantren harus mampu beradaptasi agar tidak tertinggal dalam persaingan global. Dalam pernyataannya, ia mengingatkan bahwa santri masa kini dituntut untuk menjadi pribadi yang religius sekaligus cakap dalam teknologi.
“Pesantren jangan sampai ketinggalan. Era modernisasi menuntut semua lembaga pendidikan untuk bertransformasi, termasuk pesantren. Santri harus mampu menguasai teknologi tanpa kehilangan nilai-nilai keagamaannya,” ujar Ismail, saat ditemui di ruang kerjanya di Lantai 4 Kantor DPRD Samarinda, Rabu (22/10/2025).
Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menegaskan, Hari Santri tidak hanya sekadar seremoni tahunan, tetapi juga menjadi ruang untuk meneguhkan kembali peran penting pesantren dalam perjalanan bangsa. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak melupakan Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945, yang menjadi titik balik perlawanan terhadap agresi militer Belanda setelah proklamasi kemerdekaan.
“Kita tidak bisa memisahkan Hari Santri dari sejarah perjuangan bangsa. Resolusi Jihad adalah tonggak penting yang menegaskan peran para ulama dan santri dalam mempertahankan kedaulatan negara,” tegas Ismail.
Namun, menurutnya, peran santri tidak berhenti di masa lalu. Tantangan masa kini menuntut generasi santri untuk aktif membangun masa depan bangsa. Dengan tema “Santri Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Dunia”, peringatan Hari Santri 2025 dianggapnya sangat relevan dengan dinamika global yang tengah dihadapi Indonesia.
“Santri tidak hanya berperan dalam sejarah kemerdekaan, tetapi juga harus berperan aktif dalam membangun masa depan Indonesia yang berdaya saing global,” ujarnya.
Ismail menyoroti bahwa digitalisasi merupakan peluang besar bagi pesantren untuk memperluas dampak pendidikan Islam. Melalui pemanfaatan teknologi informasi, pesantren dapat mengembangkan metode pembelajaran yang lebih modern tanpa meninggalkan nilai-nilai keislaman.
“Pesantren harus tetap mempertahankan kekhasan dalam pengajaran ilmu agama, namun juga terbuka terhadap modernisasi agar tidak terisolasi dalam perkembangan global,” katanya menambahkan.
Lebih jauh, ia berharap pemerintah daerah memberi perhatian lebih terhadap penguatan peran pesantren melalui kebijakan yang mendukung peningkatan kapasitas sumber daya manusia, bantuan infrastruktur, serta pelatihan digital bagi pengajar dan santri. Dukungan tersebut, menurutnya, penting agar pesantren dapat terus relevan di tengah tantangan zaman.
“Pesantren memiliki pengaruh besar, dan harus jadi bagian penting dalam mewarnai arah pembangunan nasional,” tutup Ismail.
Momentum Hari Santri tahun ini menjadi pengingat bahwa dunia pesantren tidak boleh stagnan. Jika dulu santri berjuang dengan bambu runcing dan semangat jihad mempertahankan kemerdekaan, maka kini mereka berjuang dengan kecerdasan, literasi digital, dan penguasaan ilmu pengetahuan. Pesantren diharapkan tidak hanya menjadi benteng moral, tetapi juga sumber lahirnya generasi unggul yang siap membawa Indonesia menuju kemajuan. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum