Warga Terdampak, DPRD Genjot Raperda PSU

ADVERTORIAL – Persoalan fasilitas umum di kawasan perumahan yang terbengkalai kembali mencuat ke permukaan. Banyak kompleks hunian di Kota Samarinda menghadapi masalah serupa: jalan rusak, drainase tersumbat, hingga penerangan jalan yang tak kunjung berfungsi. Penyebab utamanya, fasilitas Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) belum diserahkan secara resmi dari pengembang kepada pemerintah daerah.
Menanggapi kondisi tersebut, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda bersama Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) menggelar rapat kerja guna membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang serah terima PSU di kawasan perumahan.
Anggota Bapemperda DPRD Samarinda, Abdul Rohim, mengatakan pembahasan ini menjadi langkah awal untuk menghadirkan dasar hukum yang tegas dalam proses serah terima aset antara pengembang dan pemerintah. Menurutnya, banyak pengembang tidak menjalankan tanggung jawab mereka setelah proyek rampung, meninggalkan warga dengan berbagai kesulitan layanan dasar.
“Ini penting karena banyak kasus di lapangan di mana pengembang tidak menyerahkan PSU, atau bahkan meninggalkan perumahan begitu saja setelah proses penjualan selesai. Akibatnya, warga kesulitan mendapatkan layanan dan pemerintah juga tidak bisa masuk untuk melakukan pengelolaan karena status aset masih milik pengembang,” ujar Rohim kepada awak media di Kantor DPRD Samarinda, Rabu (22/10/2025).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menegaskan, Raperda ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang menilai perlunya kepastian hukum dalam proses serah terima PSU. Namun, Rohim menilai pembahasan regulasi tidak perlu melalui Panitia Khusus (Pansus) karena cukup efektif dilakukan dalam ruang kerja Bapemperda dengan dukungan instansi teknis.
“Raperda tersebut tidak perlu dibuat Pansus, ini cukup dibahas dalam Bapemperda DPRD Samarinda bersama Organisasi Perangkat Daerah terkait,” tegasnya.
Meski begitu, percepatan penyusunan Raperda ini dinilai mendesak. Rohim menyebut, lambannya pengesahan regulasi serupa di masa lalu menyebabkan banyak warga perumahan menjadi korban ketidakpastian hukum. Ia menargetkan, regulasi ini bisa rampung sebelum akhir tahun agar pemerintah kota memiliki landasan kuat untuk bertindak di lapangan.
“Kami target di akhir tahun ini selesai dan segera dapat disahkan menjadi Perda, sehingga tidak ada halangan lagi bagi Pemkot ketika melakukan pembangunan di dalam kawasan perumahan,” jelas legislator dari dapil Samarinda Utara dan Sungai Pinang tersebut.
Rohim juga menyoroti dampak sosial dari belum diserahkannya PSU. Pemerintah kerap tidak bisa melakukan pemeliharaan jalan, perbaikan saluran air, hingga pengelolaan sampah karena status lahan masih berada di bawah kepemilikan pengembang.
“Dengan adanya Perda ini, kita harap ke depan, perumahan yang sudah memenuhi syarat bisa segera diserahkan ke pemerintah, sehingga pengelolaannya bisa diambil alih secara resmi, baik oleh Pemkot atau lewat kerja sama dengan pihak ketiga,” tutupnya.
Namun demikian, pengamat kebijakan publik menilai, regulasi baru tidak akan efektif tanpa komitmen pengawasan dan penegakan hukum. Banyak Raperda sebelumnya berhenti pada tataran administrasi tanpa dampak nyata di lapangan. Warga Samarinda berharap, aturan ini tidak sekadar menjadi dokumen hukum di atas kertas, tetapi benar-benar menghadirkan keadilan dan kenyamanan bagi masyarakat yang tinggal di perumahan. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum