Efisiensi Anggaran Jadi Fokus RAPBD 2026 Samarinda

SAMARINDA – Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Samri Shaputra, menegaskan pentingnya efisiensi dan transparansi dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Samarinda Tahun 2026. Pernyataan ini disampaikan usai menghadiri kegiatan Sosialisasi Program Pembangunan Tahun 2026 dan Pemaparan Wali Kota Samarinda tentang Rancangan APBD 2026 di Ruang Rapat Paripurna Lantai 2 DPRD Kota Samarinda, Kamis (23/10/2025).

Menurut Samri, dinamika fiskal nasional yang menyebabkan penurunan dana transfer daerah (TKD) harus disikapi secara bijak. Ia menekankan agar Pemerintah Kota Samarinda mampu menyusun anggaran yang realistis, efisien, dan tetap berpihak kepada masyarakat.

“Kita harus bijak dalam menata ulang anggaran. Skala prioritas harus jelas, dan penggunaan anggaran harus fokus pada hal yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Samri menjelaskan, DPRD bersama pemerintah kota akan melakukan penyesuaian terhadap KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara) yang sebelumnya sudah dibahas. Penyesuaian ini dilakukan untuk menyesuaikan kondisi keuangan daerah dengan kebijakan efisiensi yang diberlakukan pemerintah pusat.

“Kita tidak boleh panik dengan adanya pemangkasan anggaran. Justru ini menjadi momentum memperkuat manajemen keuangan agar lebih efisien dan transparan,” tambahnya.

Ia juga menyoroti pentingnya menjaga keberlanjutan program pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar, agar tidak terdampak efisiensi.

“Kalau ada penghematan, jangan sampai yang dikorbankan adalah pelayanan publik. Itu sektor yang wajib kita jaga, karena menyangkut kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.

Lebih lanjut, Samri menekankan agar kegiatan non-esensial, seperti perjalanan dinas, pelatihan yang tidak mendesak, dan rapat berbiaya tinggi, dikurangi. Ia mengingatkan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan harus memberikan dampak langsung terhadap pembangunan dan kesejahteraan warga.

Selain itu, Komisi I DPRD juga mendorong pemerintah kota untuk menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa membebani masyarakat. Salah satu perhatian utama adalah sektor retribusi parkir, yang dinilai masih banyak mengalami kebocoran.

“Potensi PAD harus dioptimalkan, tapi bukan dengan menaikkan pajak. Lebih baik kita perbaiki sistemnya, terutama di sektor-sektor seperti parkir yang selama ini belum maksimal penyerapannya,” jelas Samri.

Ia berharap seluruh pembahasan RAPBD 2026 dapat berlangsung secara konstruktif dan partisipatif, dengan tetap menjunjung prinsip keadilan dan keberpihakan pada masyarakat kecil.

“Kita ingin APBD 2026 menjadi anggaran yang sehat, transparan, dan benar-benar berpihak pada rakyat. Itu komitmen kami di DPRD,” pungkas Samri.

Dengan fokus pada efisiensi, transparansi, dan optimalisasi PAD, DPRD Kota Samarinda berharap APBD 2026 tidak hanya memenuhi target fiskal, tetapi juga menjadi instrumen yang nyata untuk meningkatkan kesejahteraan warga dan kualitas pelayanan publik di seluruh kota. []

Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.