DPRD Dorong Regulasi TBC dan HIV/AIDS

ADVERTORIAL – Upaya penguatan kebijakan kesehatan publik di Kota Samarinda kembali menjadi sorotan setelah Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Samarinda menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Kesehatan setempat pada Selasa (28/10/2025). Pertemuan yang berlangsung di ruang rapat gabungan lantai 1 Kantor DPRD itu membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit TBC serta HIV/AIDS.

RDP tersebut menjadi langkah penting dalam memformulasikan strategi baru menghadapi dua penyakit menular yang hingga kini masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Samarinda. Dengan tingginya angka kasus TBC dan HIV/AIDS, DPRD menilai perlu adanya regulasi yang tidak hanya bersifat teknis medis, tetapi juga mengedepankan pendekatan sosial dan perlindungan hak penderita.

Ketua Pansus Raperda, Sri Puji Astuti, menyebutkan bahwa pembahasan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan lapangan yang dilakukan di sejumlah puskesmas. “Ini pertemuan kedua kami dengan Dinas Kesehatan. Regulasi sebenarnya sudah ada, bahkan sejak 2007 sudah diterbitkan Peraturan tentang hal penanggulangan penyakit HIV/AIDS. Namun, dengan munculnya aturan dan kondisi terbaru, perlu ada pembaruan agar lebih efektif,” ujar Sri Puji.

Ia menambahkan, meningkatnya jumlah kasus di Samarinda tidak lepas dari persoalan sosial-ekonomi dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. “Kondisi di Samarinda tidak jauh berbeda dengan kota-kota lain seperti Balikpapan. Bahkan bisa dikatakan masuk zona merah karena angka kasusnya cukup tinggi,” ungkapnya.

Pansus menilai target nasional eliminasi TBC dan HIV/AIDS pada tahun 2030 akan sulit dicapai tanpa adanya regulasi yang lebih progresif. Karena itu, DPRD mendorong adanya kolaborasi lintas sektor, termasuk peran swasta dan lembaga sosial dalam pembiayaan serta edukasi masyarakat.

Selain aspek medis, perhatian juga diarahkan pada perlindungan tenaga kerja yang terinfeksi. Sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan, perusahaan dilarang memberhentikan karyawan karena TBC atau HIV/AIDS. “Penderita harus mendapatkan hak pengobatan dan rehabilitasi, bukan dikucilkan. Stigma sosial adalah hambatan utama yang membuat pasien enggan berobat dan kehilangan semangat hidup,” tegas politisi Partai Demokrat itu.

Dengan hadirnya Raperda ini, DPRD berharap dapat menghadirkan kebijakan yang berpihak pada keadilan sosial dan kemanusiaan. Regulasi tersebut diharapkan menjadi payung hukum untuk memperkuat sistem kesehatan sekaligus menjamin hak dan martabat penderita agar tetap bisa hidup produktif di tengah masyarakat. []

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *