Propemperda dan APBD 2026 Disahkan, DPRD Tekankan Pemerataan Pembangunan

ADVERTORIAL – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melanjutkan rangkaian pembahasan intensif terkait penyusunan APBD Tahun Anggaran 2026. Pembahasan diawali melalui rapat kerja di Kantor DPRD Kaltim, Minggu (30/11/2025), yang memfokuskan pada penyesuaian fiskal akibat penurunan signifikan pendapatan daerah. Pada hari yang sama, DPRD juga menggelar Rapat Paripurna Ke-47 untuk menetapkan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) 2026 serta memberikan persetujuan bersama terhadap Ranperda APBD 2026.

Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menjelaskan bahwa penurunan APBD dari Rp21 triliun menjadi sekitar Rp15 triliun atau turun hampir 29 persen menjadi tantangan serius bagi pemerintah daerah. Ia menegaskan bahwa efisiensi anggaran tidak boleh mengganggu program prioritas yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. “Penurunan ini jelas menekan fiskal daerah. Pertanyaannya, program mana yang harus dilepas? Jangan sampai pemangkasan mengganggu program prioritas seperti sekolah gratis atau layanan kesehatan,” ujarnya seusai rapat kerja.

Hasanuddin juga menyoroti perlunya transparansi dalam penyaluran bantuan keuangan kepada 10 kabupaten/kota. Ia menilai ketidakseimbangan selama ini terjadi karena beberapa daerah belum siap dari sisi administrasi maupun regulasi. “Kami minta pemerintah provinsi transparan. Bantuan keuangan selama ini tidak merata karena ada daerah yang belum siap secara administrasi maupun regulasi. Ini harus diperbaiki agar tidak menimbulkan temuan saat evaluasi ke Mendagri,” katanya.

Dalam Rapat Paripurna Ke-47 yang juga dihadiri Gubernur Kaltim dan jajaran TAPD, DPRD dan pemerintah resmi menyepakati nilai APBD 2026 sebesar Rp15 triliun. Hasanuddin menyebut realisasi penyerapan kemungkinan berada di kisaran Rp14 triliun. “Alhamdulillah, malam ini sudah ada kesepakatan antara Banggar DPRD dan TAPD yang ditandatangani bersama Gubernur dan pimpinan DPRD,” ungkapnya.

Di tengah tekanan fiskal, sektor mandatory tetap menjadi garis merah yang tidak boleh dipangkas. “Minimal 20 persen untuk pendidikan dan 10 persen untuk kesehatan harus dipenuhi. Pembangunan puskesmas di daerah 3T serta perbaikan jalan di wilayah terisolasi harus jadi prioritas, bukan hanya di kota besar,” tegas Hasanuddin.

Ia menambahkan bahwa pengurangan anggaran sektor tersebut dapat mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia. “Kalau pendidikan dan kesehatan dikurangi, IPM kita akan turun. Itu tidak boleh terjadi. Program ekonomi kerakyatan seperti UMKM juga harus tetap berjalan,” jelasnya.

Selain itu, Hasanuddin mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi potensi banjir di musim penghujan, khususnya di daerah Mahulu dan Kutai Barat. “Curah hujan tinggi bisa menyebabkan banjir di Mahulu dan Kubar. Pemerintah harus menyiapkan anggaran tidak terduga dan bekerja sama dengan perusahaan melalui CSR untuk membantu masyarakat terdampak,” pungkasnya.

Dengan penetapan Propemperda 2026 dan persetujuan Ranperda APBD 2026, DPRD Kaltim berharap arah pembangunan tahun depan tetap konsisten, merata, dan mampu menjaga stabilitas fiskal di tengah penurunan pendapatan daerah. Komitmen ini diharapkan menjadi dasar kuat bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat Kalimantan Timur. []

Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *