Kemenag Tekankan Peran Keluarga dalam Refleksi Natal 2025

JAKARTA – Perayaan Hari Natal 2025 dimaknai Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia sebagai momentum refleksi untuk memperkuat ketahanan keluarga di tengah berbagai tantangan sosial yang kian kompleks. Di tengah maraknya persoalan sosial yang menyentuh kehidupan rumah tangga, Natal diharapkan tidak berhenti sebagai perayaan ritual keagamaan, tetapi menjadi panggilan untuk membangun keluarga yang kokoh dan peduli terhadap sesama.

Tema Natal Nasional tahun ini, “Allah Hadir untuk Menyelamatkan Keluarga”, dipilih sebagai pengingat bahwa keluarga memiliki peran sentral dalam membentuk nilai, karakter, dan kepekaan sosial. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kemenag, Jeane Marie Tulung, menjelaskan bahwa tema tersebut diangkat dari Injil Matius 1:21–24, yang menyoroti kehadiran Tuhan dalam keluarga sederhana Yusuf dan Maria.

Menurut Jeane, kisah kelahiran Yesus Kristus tidak terlepas dari pergumulan dan tantangan besar yang dihadapi orang tua-Nya. Namun, dari keluarga sederhana itulah lahir pesan keselamatan yang relevan hingga saat ini. Ia menilai, pesan tersebut selaras dengan kondisi keluarga masa kini yang juga dihadapkan pada berbagai persoalan sosial.

“Jadi, kita bukan hanya berangkat dari keluarga Yusuf dan Maria, tetapi kita harus melihat kondisi keluarga di masa kini. Banyak sekali persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan keluarga di masa kini. Ada kejahatan-kejahatan yang tergacari dalam kehidupan keluarga,” ujar Jeane kepada detikcom, Jumat (26/12/2025).

Jeane menyoroti berbagai isu yang kerap mencuat di ruang publik, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga hingga maraknya praktik judi daring yang merusak sendi-sendi keluarga. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa harapan tetap ada apabila keluarga membuka diri terhadap nilai-nilai spiritual dan kasih.

“Nah, harapan itu muncul ketika kita, ketika keluarga membuka hati, membuka hati untuk menerima kehadiran Allah dalam hidup keluarga itu,” jelasnya.

Lebih lanjut, Jeane menekankan bahwa keluarga merupakan ruang pertama dan utama dalam menanamkan nilai agama, moral, serta pembentukan karakter. Nilai-nilai tersebut, menurutnya, akan menjadi bekal penting bagi individu dalam menjalani kehidupan bermasyarakat yang harmonis.

“Ketika dia, seseorang itu mendapat ajaran-ajaran yang benar, nilai-nilai agama yang benar dalam kehidupan keluarga, nilai-nilai moral, dibangun karakter-karakter yang baik dalam kehidupan keluarga, maka dengan sendirinya pasti keluar dia akan, dengan sesama juga pasti akan, kehidupan dengan sesama pasti tidak lari dari ajaran-ajaran yang diterimanya dari keluarga,” sambungnya.

Ia juga menyampaikan harapan agar keluarga-keluarga Kristen di Indonesia hidup dalam berkat Tuhan melalui komunikasi yang terbuka, saling menerima, serta kebiasaan berdoa dan beribadah bersama.

“Pertama, bahwa kita berharap keluarga, semua keluarga atau umat Kristen di Indonesia itu diberkati Tuhan. Bagaimana itu diberkati tentunya, bagaimana keluarga itu hidup sesuai dengan kehendak Tuhan,” ungkap Jeane.

“Keluarga yang membangun komunikasi yang baik, komunikasi yang terbuka antara satu dengan yang lain. Karena kadang-kadang kan kehidupan keluarga itu tidak harmonis karena komunikasi yang tidak terbuka. Karena itu perlu ada komunikasi terbuka dalam kehidupan keluarga, saling menerima satu dengan yang lain, berdoa bersama, beribadah bersama,” imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kemenag, Suparman, menegaskan bahwa keluarga merupakan fondasi utama masyarakat dan negara. Oleh karena itu, tema Natal tahun ini dinilai tepat karena menempatkan keluarga sebagai pusat pembentukan kehidupan sosial yang harmonis.

Ia menjelaskan bahwa keluarga yang dibangun atas dasar kasih antara ayah, ibu, dan anak akan melahirkan keharmonisan yang dalam tradisi disebut sebagai keluarga kudus atau keluarga samawa.

“Jadi Natal itu adalah harapan bagi keluarga-keluarga dimanapun berada dan apapun kondisinya. Kalau kita kaitkan dengan keadaan sekarang, sekuat apakah makna Natal bagi keluarga-keluarga yang kita lihat sekarang seperti di Sumatera Barat, di Sumatera Utara, di Aceh, atau di negara-negara lain yang juga hampir mengalami hal yang sama, bencana bahkan peperangan,” ujarnya.

“Jadi makna Natal itu adalah harapan bagi semua keluarga-keluarga kudus atau keluarga-keluarga Samawa yang sedang dilanda kesedihan, penderitaan. Bahwa ada harapan bahwa Tuhan itu bersama-sama dengan keluarga untuk melalui semua persoalan-persoalan yang sekarang ini terjadi,” imbuh Supratman.

Ia menambahkan, konflik dalam keluarga merupakan hal yang wajar selama tidak dipengaruhi perilaku negatif seperti narkoba dan judi daring. Kerukunan keluarga, menurutnya, menjadi kunci terciptanya masyarakat yang damai dan Indonesia yang maju.

“Cara pembawaan dari keluarga tersebut juga lebih nyantai, penuh kesopanan, seperti itulah. Itulah nanti besar harapan saya sebagai Dirjen Bimas Katolik, jika kita memelihara kerukunan di dalam keluarga, kemudian kerukunan antar keluarga yang membentuk komunitas masyarakat, kemudian kerukunan antar masyarakat dengan masyarakat, maka Indonesia itu akan maju lebih cepat daripada perkiraan kita. Kerukunan itu dimulai dari ayah dan ibu, kemudian orang tua dengan anak dalam satu keluarga,” pungkasnya. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *