Petani Ditagihkan RP 4 Miliar Oleh BUMN, Padahal Tidak Pernah Melakukan Pinjaman
BEKASI – Viral (menyebar luas dengan cepat) Petani di Bekasi Bingung Ditagih Utang Rp 4 Miliar dari Lembaga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Padahal Tak Pernah Pinjam. Kacung Supriatna (63), petani di Kampung Cikarang Desa Jayamulya, Kecamatan (Kec.) Serangbaru, Kabupaten (Kab.) Bekasi, Jawa Barat (Jabar), merasa heran sekaligus kebingungan ketika mendapat tagihan utang senilai Rp4 miliar dari BUMN.
Padahal ia mengaku tak pernah meminjam uang, bahkan Rp 100 ribu pun. Kacung mengaku selama ini dirinya tidak pernah melakukan pengajuan pinjaman kepada lembaga keuangan BUMN yang kabarnya merupakan PT Askrindo Kredit Indonesia.
Namun, Ia mendapat tagihan utang dari pihak lembaga keuangan ke rumahnya karena telah meminjam Rp4 miliar dari agunan sertifikat tanah seluas 9.573 meter persegi. “Datang tiga orang menagih utang bilangnya dari bank asal Jakarta. Saya kaget kedatangan itu. Kata orang itu, saya punya tanggungan Rp3 miliar lebih hampir Rp4 miliar,” ungkap Kacung, Selasa (16/01/2024).
Kacung menjabarkan, penagihan utang dialaminya pada tahun 2021 dan hingga saat ini, dirinya belum mengetahui pihak yang menggunakan identitas maupun sertifikat tanah miliknya sebagai agunan untuk pinjaman tersebut. Kasus ini pun juga telah dilaporkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Polres (Kepolisian Resor Kota) Metro Bekasi.
“Selama ini saya tidak merasa punya utang sampai sebegitu, seratus ribu juga saya tidak pernah pinjam,” tambah Kacung didampingi anaknya Karyan (40). Sementara itu, Karyan mengatakan, sepengetahuannya ayahnya tak pernah melakukan pinjaman kemana pihak manapun.
Kedatangan tiga orang penagih utang dari salah satu lembaga keuangan pelat merah membuatnya terkejut. Saat datang ke rumahnya, pihak lembaga keuangan mengonfirmasi mengenai nama orangtuanya dan kepemilikan tanah seluas 9.573 meter persegi.
Selanjutnya, mereka mengonfirmasi adanya pinjaman yang harus dilunasi oleh ayahnya, dengan membawa fotokopi sertifikat yang bertuliskan memiliki hak tanggungan sebesar Rp 4 miliar. “Waktu datang menanyakan nama orangtua saya, punya tanah seluas 9.573 meter persegi itu betul pak, Saya bilang betul pak, ini ada tagihan tiba-tiba gitu dengan jumlah Rp4 miliar pada 2021 gitu” Ucapnya.
“Yang dia bawa cuma fotocopy sertifikat, saya minta fotocopynya gak dikasih, cuma dikasih foto aja,” Tambah Karyan. Setelah dilakukan penelusuran, ternyata sertifikat milik ayahnya berada di tangan kakak ayahnya atau uwa (yang lebih tua) setelah melakukan Ajudikasi. Kakak Kacung, sebagai anak paling tertua yang berhak memegang berkas dan arsip-arsip penting keluarga, memegang peranan dalam kepemilikan sertifikat tersebut.
Kakak Kacung mengaku meminjam sertifikat untuk kepentingan pemecahan sertifikat, keluarga memutuskan untuk melibatkan seorang perantara. Meskipun demikian, hingga saat ini, proses pemisahan sertifikat tersebut belum kunjung selesai setelah hampir dua puluh tahun berlalu.
“Saya telusuri kemarin, saya datang ke sana sama abang saya. Ternyata, data yang ada di sana itu di notaris itu datanya data palsu semua, termasuk bukti-buktinya saya minta dari sana tidak dikasih, minta data semuanya berkas tidak dikasih, cuma bisanya di foto,” tambah Karyan
Tak hanya itu, Karyan juga menemukan banyak kejanggalan saat menelusuri ke Kantor Notaris, BPN Kabupaten Bekasi, hingga PT Askrindo Indonesia. Dalam berkas-berkas yang dilihatnya selama penelusuran, tanda tangan ayah dan ibunya berbeda di (Kartu Tanda Penduduk elektronik) e-KTP dan surat persetujuan hak tanggungan untuk lembaga keuangan hingga adanya surat nikah orangtuanya.
“Bapak saya belum pernah buat surat nikah dari dulu, ini yang saya lihat mah foto siapa sipit begini semua di surat nikah bapak saya. Surat nikah bapaknya bapak saya ditulisnya Kacung bin Hasan, tapi bapak saya nama bapaknya itu bukan Hasan melainkan Salem,” katanya.
Selain terdapat pemalsuan pada e-KTP dan surat nikah, pada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) juga terdapat kejanggalan. Karyan mengungkapkan bahwa SPPT yang seharusnya masih atas nama orangtua ayahnya telah mengalami perubahan menjadi atas nama ayahnya.
Sejak ditagih untuk melunasi pinjaman mulai 2021 sampai 2024, Kacung tidak pernah mencicilnya. Namun Karyan bersama orangtuanya sampai saat ini sudah empat kali mendatangi pihak lembaga keuangan untuk klarifikasi
Saat ini, Karyan bersama sang ayah telah melaporkan peristiwa itu ke BPN Kab. Bekasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan membuat laporan kepolisian ke Polres Metro Bekasi yang tercatat dengan nomor laporan LP/B/44/I/2024/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA.
Dia berharap sertifikat tanah orangtunya dapat kembali tanpa harus membayar agunan sebesar Rp4 miliar lebih yang tak pernah dipinjam orangtuanya. “Harapannya sertifikat tanah orangtua saya kembali tanpa harus ditebus apalagi sampai Rp4 miliar. Bapak saya cuma seorang petani,” katanya.
Redaksi01