Adakah Korupsi di Tirta Mahakam ?
Empat isu korupsi goyang PDAM Tirta Mahakam. Jaksa dan polisi turun tangan mengusut. Yang terusik, berusaha mengklarifikasi.
Berdasarkan catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI), per 31 Desember 2012, nilai investasi permanen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) ke Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Mahakam adalah sebesar Rp 112 miliar lebih.
Sayangnya, besarnya investasi ke perusahaan ‘plat merah’ tersebut dinilai belum sebanding dengan pelayanan yang diberikan ke masyarakat dalam penyediaan air bersih. Tarif per kubik dinilai terlalu tinggi sebab kualitas air yang diterima kurang baik. Soal pasokan air yang keruh memang sering dikeluhkan pelanggan.
Parahnya pelayanan publik PDAM Tirta Mahakam diduga telah memicu terangkatnya beberapa kasus beraroma korupsi, seperti soal dugaan manipulasi tagihan rekening, kelebihan pembayaran dan mangkraknya proyek pemasangan pipa dan jaringan air bersih PDAM. Padahal kasus-kasus tersebut sudah lama menguap.
Untuk dugaan manipulasi data rekening sedang diproses Satuan Pengawas Internal (SPI) PDAM Tirta Mahakam. Kasus itu melibatkan oknum karyawan di bagian Pengelolaan Data dan Rekening (PDR). Modusnya, oknum memainkan data dengan memotong pembayaran dari pelanggan. Indikasi masalah ini terungkap ketika ada pelanggan yang komplain karena tagihan terlalu tinggi atau tidak sesuai pemakaian.
Dari situ oknum petugas PDR bernegoisasi dengan pelanggan tentang besaran yang harus dibayar. Nah, pembayaran dari pelanggan itulah yang tidak disetor secara utuh ke kas PDAM. Semisal, pemakaian air yang dibayar pelanggan Rp 100 ribu, tapi yang dimasukkan catatan penerimaan PDAM hanya Rp 80 ribu. Sedangkan yang Rp 20 ribu masuk kantong pribadi.
Modus ini diduga dimainkan oknum petugas PDR di beberapa kantor cabang bekerja sama dengan PDR pusat (PDAM Tirta Mahakam), dalam waktu yang lama hingga nilainya mencapai lebih dari Rp 1 miliar.
Sementara terkait dugaan kelebihan belanja karyawan merupakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kemudian dilaporkan masyarakat ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tenggarong. Menurut informasi yang diperoleh media ini, beberapa karyawan PDAM telah dipanggil Kejari untuk dimintai keterangan.
Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Rudi Iskandar membenarkan soal adanya penyelidikan perkara itu. Pemanggilan saksi, menurut dia, bukan karena mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka, malainkan untuk klarifikasi. “Ini masih tahap klarifikasi,” kata Kasi Pidsus Kejari Tenggarong Rudi Iskandar, Januari lalu.
Lalu ada dua proyek pemasangan pipa dan pembangunan jaringan air bersih tahun anggaran 2003 yang dikerjakan kontraktor yang sama, PT AEI. Untuk paket pemasangan pipa (HDPE-Pipe), pekerjaannya bernilai Rp 150 miliar dan paket lainnya senilai Rp 193,6 miliar. Kedua proyek tersebut masuk pos anggaran Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCTKR). Sementara proyek pemasangan jaringan air bersih bernomor kontrak 600-04/SPPP/PAB.PJS/IV/2003 itulah yang dipimpin Sunarto.
Khusus proyek pemasangan HDPE-Pipe, oleh Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kukar telah dilaporkan ke pihak Kepolisian Resor (Polres) Kukar pada 5 April 2012 silam namun Februari 2015. Perkara tersebut seperti mengendap dan tak jelas hasil penyelidikannya.
Hal itu disampaikan Denny Ruslan, Ketua LAKI Kukar. “Masalah ini, isunya sudah lama. Apalagi kasus proyek jaringan PDAM, itu kasus lama tapi tak ada kabar,” kata Denny.
Diungkapkannya, laporan yang disampaikan ke Polres Kukar itu, tindak lanjutnya tidak pernah disampaikan. “Kami sebagai pelapor tidak pernah diberitahu kepolisian perkembangannya. Menurut saya, kalau memang itu tidak cukup bukti diperjelas agar kasus tidak menggantung,” kata Denny.
Ia juga sempat mendengar proyek jaringan PDAM senilai Rp 193,6 miliar itu bergulir ke Polda Kaltim, tapi prosesnya juga tidak jelas. “Ini kasus-kasus lama. sudah beberapa kali ganti pimpinan Polres,” ujarnya.
Mengenai dugaan manipulasi rekening pelanggan oleh oknum karyawan bagian PDR pelanggan, diketahuinya sejak Desember 2014. Ketika itu disebut-sebut SPI PDAM melakukan pemeriksaan dan menemukan dugaan penyimpangan hingga miliaran rupiah.
Bahkan, nama-nama oknum yang terlibat sudah diserahkan SPI ke Direksi PDAM. Untuk dugaan kelebihan belanja karyawan, sepengetahuan Denny, adalah temuan kejaksaan. Bukti permulaan yang dijadikan Kejari Tenggarong sebagai dasar melakukan pemanggilan pihak terkait, adalah hasil audit BPK RI atas laporan keuangan PDAM.
“Saya pernah cek di Kejari kasus itu. Kata mereka, (jaksa, red.) kasus itu sedang didalami. Untuk yang kami laporkan ke Polres, sampai sekarang tidak ada kabar. Sebenarnya proses hukum ini harus jelas, supaya ada kepastian,” kata Denny.
Khusus perkara pembangunan jaringan air bersih senilai Rp 193,6 miliar, Sunarto yang saat proyek berlangsung menjadi pimpro memberikan klarifikasi. Menurutnya, saat itu terjadi perbedaan antara anggaran dan realisasi fisik. “Tidak dianggarkan sebesar yang direncanakan sehingga penganggarannya melompat-lompat,” jelas Sunarto di kantornya.
Pria yang sekarang menjabat Kepala Seksi Bimbingan Teknis (Bimtek) DCKTR Kukar ini menerangkan, penganggarannya juga lebih kecil. Itu menyebabkan pembayaran tertunda. Menurut dia, saat itu pimpro, perencana, konsultan pengawas, dan kepala bidangnya sudah diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, bahkan Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Hasilnya tidak ada temuan. Karena realisasi fisik lebih besar daripada keuangannya. Saat itu, diperiksa karena belum jalan proyeknya,” ucap dia.
Sunarto juga mengatakan, pipa tersebut sudah digunakan di Bukit Biru hingga tembus ke Gedung Juang. Ada juga digunakan di Desa Sukarame. Dan sebagian pipa dan genset yang belum terpasang telah diserahkan ke PDAM. Sebab, proyek itu memang untuk PDAM. “Semua sudah terpasang sesuai dengan pembayarannya. Karena yang dipasang itu yang dibayarkan,” tandasnya.
Mengenai data detail tentang proyek tersebut, Sunarto menyebut sudah menjadi abu ketika gedung Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kukar terbakar 2012 lalu. Ia mengaku sempat menggandakan data tersebut untuk Kejaksaan Tinggi (Kejati). Namun, hanya satu rangkap. “Sempat saya catat di kertas kecil. Tapi sekarang terselip entah ke mana,” ucap Sunarto, sembari mengusap mata.
Menanggapi berbagai persoalan yang menerpa PDAM, Direktur Utama (Dirut) Iswanto angkat bicara. Terkait proyek pengadaan pipa dan jaringan air bersih PDAM, ia mengaku tidak mengetahui duduk perkaranya.
Menurut dia, fasilitas air bersih itu dibangun pemerintah daerah melalui DCKTR Kukar untuk memaksimalkan pelayanan PDAM kepada masyarakat. Namun, sejauh ini belum ada serah terima dari pelaksana proyek ke PDAM.
Apalagi saat itu, bukan Iswanto menjabat direktur utama PDAM, melainkan Awang Yacoub Luthman (sekarang anggota DPRD Kukar). Disebutkan, sisa jaringan pipa dimanfaatkan karena desakan masyarakat. Pipa yang sudah terpakai itu pun tak terlihat lagi. Sebab, pipa yang awalnya ditanam di pinggir jalan, kini sudah tertutup oleh proyek pelebaran jalan.
Sisa pipa awalnya berada di gudang Tenggarong Seberang. Saat pemilik tanah tempat meletakkan pipa itu ingin menggunakan tanahnya, terpaksa sisa pipa yang belum terpasang itu direlokasi. “Pak Sunarto (pimpro, red.) yang pindahkan ke PDAM. Bukan kami yang memindahkan. Kami tidak berani, karena bukan kewenangan kami,” kata Iswanto kepada wartawan, belum lama ini (29/1).
Sementara sisa pipa yang digunakan PDAM statusnya pinjam pakai. Tidak dibeli. Pihak PDAM lebih dahulu meminta izin kepada Sunarto untuk menggunakan pipa itu agar bermanfaat pada saluran air bersih masyarakat. “Pak Sunarto mengizinkan,” tandasnya.
Pipa itu dipakai untuk wilayah Tenggarong. Tak boleh dipakai di luar karena ranah proyek itu untuk Tenggarong. Sementara pipa yang sebagian tidak terpakai itu dalam keadaan rusak. “PDAM tidak punya pipa, makanya pakai pipa itu. Sebagian dipakai, sebagian tidak karena penyok dan ada goresan,” ungkap Iswanto.
Soal rekening, Iswanto membantah. Menurut dia, itu hanyalah kesalahpahaman memaknai dua peraturan. Dalam peraturan daerah diatur 30 persen belanja pegawai dari anggaran lalu. Sementara Permendagri Nomor 2/2007 mengamanatkan 40 persen dari tahun lalu. “Ini dilema, kami rapatkan ke Perpamsi (Persatuan Perusahaan Air Minum Indonesia, red.) pusat,” kata Iswanto.
Dari 328 PDAM seluruh Indonesia hanya 90 PDAM yang memenuhi full cost recovery. Sisanya belum. Artinya, PDAM yang sudah full cost recovery dapat memupuk dan mempertahankan laba serta melakukan efisiensi laba. “Tapi, prinsip itu kontra produktif dengan kesejahteraan pegawai. Maka meningkatkan biaya dulu, agar persentase biaya pegawai ikut naik,” jelasnya.
Menurut Iswanto, idealnya kesejahteraan merupakan indeks kinerja pendapatan bukan biaya. Jika didasarkan total biaya cenderung akan melakukan pemborosan. “Perda itu menyatakan 30 persen, sementara permendagri 40 persen. Ini hanya miskomunikasi. Penjabaran itu kami terapkan 40 persen,” tutur Iswanto.
Disebutkannya, justru gaji PDAM Kukar paling rendah dari PDAM daerah lain. “Sebagian besar PDAM mengacu pada gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS). Tapi, belum ada pedoman besarnya tunjangan yang mengakibatkan perbedaan. Ini karena tergantung pada kemampuan pendapatan PDAM masing-masing,” tambahnya.
Secara terpisah, Ketua Badan Pengawas PDAM Tirta Mahakam, Bahteramsyah juga angkat bicara soal beberapa kasus yang membelit perusahaan daerah itu. Menurut Bahteramsyah, pihaknya aktif mengawasi neraca keuangan PDAM. Secara global, ia melihat keadaan keuangan baik-baik saja.
“Tak ada laporan mengenai perhitungan yang aneh,” kata pria yang juga Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Kabupaten (Setkab) Kukar ini.
Mengenai kasus proyek pipa, ia mengaku tidak mengerti. Namun, saat melakukan peninjauan ke lokasi, ia mendapat informasi bahwa pipa tersebut belum ada serah terima ke PDAM. “Saya tidak ikut campur mendalam soal itu,” tegasnya.
Kendati demikian, sebagai Badan Pengawas PDAM, pihaknya sudah mengingatkan jika belum ada serah terima maka tidak bisa dikaitkan dengan PDAM. “Saya tegaskan kepada manajemen PDAM, jika ada serah terima bukukan ke neraca. Sebab, jika belum jelas khawatir ada masalah di kemudian hari,” ungkapnya.
Bahteramsyah mengklaim sudah menjalankan fungsinya sebagai Badan Pengawas PDAM dengan baik. Itu dibuktikan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI. “Badan Pengawas sudah menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik,” kata Bahteramsyah seraya menunjukkan berkas dari BPK dimaksud. []