Bareskrim Polri Bongkar Jaringan TPPO: 482 Tersangka, 904 Korban Diselamatkan

JAKARTA – Bareskrim Polri mengungkap 397 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kurun waktu satu bulan atau pada periode 22 Oktober hingga 22 November.

“Berhasil mengungkap jaringan TPPO sebanyak 397 kasus, dengan tersangka sebanyak 482 orang, dan berhasil menyelamatkan korban TPPO sebanyak 904 orang,” kata Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada kepada wartawan CNNIndonesia, Jumat (22/11/2024).

Wahyu menyebut ratusan tersangka ini memiliki sejumlah peran berbeda. Ada yang berperan sebagai perekrut, penyalur, penampung, hingga sebagai mucikari.

Ia juga mengungkapkan ada sejumlah modus yang dilakukan para tersangka dalam kasus TPPO ini. Pertama, menjanjikan suatu pekerjaan, tapi ketika sampai di negara tujuan, pekerjaan yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

“Bahkan ada beberapa pekerja kita yang dijadikan pekerja seks komersial,” ujarnya.

Selain itu, ada pula modus dengan memaksa para korban untuk menandatangani surat perjanjian jaminan utang. Ini adalah cara tersangka untuk mengikat para korban agar tetap mau bekerja.

Modus lainnya adalah dengan menarik paspor dan berkas administrasi korban setelah tiba di negara tujuan. Alhasil, para korban ini tak bisa melarikan diri karena tidak memegang dokumen.

Selanjutnya, modus eksploitasi anak. Dalam modus ini, Wahyu menyebut para korban diperdaya dan dijajakan melalui aplikasi online sebagai pekerja seks komersial.

“Pokoknya memperdayakan anak melalui aplikasi online untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial. Kemudian juga dipekerjakan sebagai LC kalau di negara kita di dalam negeri, kemudian juga sebagai PSK dan disalurkan ke beberapa negara lain di luar Indonesia,” tutur dia.

Modus selanjutnya adalah tersangka mengiming-imingi korban dengan gaji besar. Kenyataannya, mereka justru dipekerjakan di perusahan, pabrik, ataupun perkebunan ilegal, khususnya di kawasan Asia Tenggara.

Selain itu, ada pula modus mempekerjakan korban sebagai anak buah kapal (ABK). Dalam praktiknya, mereka memang dipekerjakan sebagai ABK, namun kerap berpindah-pindah kapal tanpa persetujuan korban.

“Kemudian yang kedua, diberangkatkan menjadi ABK tetapi diberangkatkan tidak dengan dibekali kemampuan maupun basic safety training dan administrasi yang sebenarnya,” tutur Wahyu.

“Yang ketiga, tentu kalau korban ini juga dipaksa untuk memenuhi target-target pekerjaan dan kalau tidak memenuhi target-target pekerjaan maka mereka juga akan menerima konsekuensi yaitu tindakan kekerasan dari para pelaku,” imbuhnya.

Dalam kasus ini, para tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana paling banyak Rp600 juta.

Selain itu, tersangka juga dijerat Pasar 81 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 juta.

Lebih lanjut, Wahyu mengatakan dari pengungkapan ratusan kasus TPPO ini, pihaknya berhasil menyelamatkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah.

“Kerugian yang bisa kita selamatkan sekitar Rp284 miliar” kata dia. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *