Kisruh Pameran Lukisan di Galeri Nasional, PDIP Sindir Pemerintahan Prabowo

JAKARTA – Ketua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus menduga ada mantan Presiden RI yang jadi pemicu pembatalan pameran lukisan Yos Suprapto di Galeri Nasional, Jakarta Pusat.

Menurutnya, ada yang tersinggung, tapi yang jelas bukan Presiden Prabowo Subianto.

“Enggak ada, saya enggak percaya bahwa ini permintaan Pak Prabowo. Ini pasti pemerintahan mereka yang tersinggung,” kata Deddy di Cikini, Jakarta, Minggu (22/12/2024).

“Siapa yang tersinggung? Silakan diartikan sendiri,” ucapnya.

Ia berpendapat Prabowo merupakan sosok yang menyukai seni, sehingga tak mungkin melarang kegiatan seni.

Prabowo juga dinilai tak dirugikan dengan adanya pameran lukisan itu. Selain itu, kata Deddy, Prabowo tengah melakukan lawatan ke luar negeri.

“Kalau sampai beliau keluar negeri terus ada cerita kayak begini kan beliau bisa dianggap tidak demokratis dan itu merugikan bagi Pak Prabowo,” ujar dia.

Menurutnya, publik bisa menafsirkan sendiri siapa sosok di balik kisruh di Galeri Nasional saat ini.

Deddy juga merespons pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tak ada pemberedelan di Galeri Nasional.

Ia meminta Fadli membaca kembali arti dari pemberedelan sebenarnya. Deddy menyinggung Fadli yang pernah menulis puisi bernada menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai kekalahan Prabowo di Pilpres 2014.

“Jadi pada Pak Fadli Zon dan Giring (Wakil Menteri Kebudayaan) tolong hati-hati. Ya, apalagi dua-dua ini kan seniman nih. Fadli Zon suka nulis puisi, Giring suka nyanyi. Ya, masa otaknya kayak begini, kayak Orde Baru gitu loh,” ucapnya.

Diberitakan, Galeri Nasional membatalkan pameran lukisan Yos Suprapto pada Kamis (19/12/2024). Sebabnya, Yos disebut keberatan memenuhi keinginan kurator mencopot lima hasil karyanya.

Suwarno Wisetrotomo selaku kurator pameran tersebut telah buka suara atas situasi yang terjadi di Galeri Nasional.

Melalui keterangan tertulis, Suwarno menyatakan ada dua karya yang menggambarkan opini pribadi sang seniman soal praktik kekuasaan yang tidak sesuai dengan tema, yaitu ‘Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan’.

“Saya sampaikan kepada seniman bahwa karya tersebut tidak sejalan dengan tema kuratorial, dan berpotensi merusak fokus terhadap pesan yang sangat kuat dan bagus dari tema pameran,” kata Suwarno.

“Menurut pendapat saya, dua karya tersebut ‘terdengar’ seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora yang merupakan salah satu kekuatan utama seni dalam menyampaikan perspektif nya,” imbuhnya. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *