Anak Sopir ini Sekarang Berharta Rp 30 Triliun
Kerja keras bakal membuahkan hasil maksimal. Kata-kata ini yang sering disebut oleh para pengusaha atau pebisnis di dunia. Rupanya, kata-kata tersebut justru menjadi pegangan hidup bos Starbucks, Howard Schultz.
Dia mengaku tidak pernah bermimpi menjadi pemain dalam industri kopi global. Hingga bisa terjen ke bisnis industri kopi tersebut. Dari bisnisnya itu, kekayaan yang dimilikinya kini hampir mencapai USD 2,3 miliar atau Rp 30,3 triliun.
Hidup Howard ditulis dalam bukunya berjudul ‘Pour Your Heart Into It’. Seperti dilansir Business Insider, Rabu (3/6), di buku tersebut dia mengaku dilahirkan dari keluarga yang tidak berkecukupan.
Howard akhirnya bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Setelah lulus kuliah, dia bekerja di perusahaan mesin fotokopi, Xerox. Namun, dia pindah ke perusahaan penjual peralatan rumah tangga termasuk pembuat kopi, Hammarplast. Di Hammarplast, dia bekerja hingga menjadi manajer penjualan.
Namun, setelah mencapai puncaknya, dia malah bingung dengan hidupnya saat itu. “Saya gelisah. Mungkin itu menjadi kelemahan dalam diri saya, saya selalu bertanya-tanya apa yang akan saya lakukan selanjutnya,” ujar dia seperti dilansir businessinsider.co.id, Selasa (2/6).
Kata-kata itulah yang membangkitkan mimpi Howard dan membeli kedai kopi, Starbucks dari pemiliknya.
Tak disangka, Starbucks yang dulu hanya kedai kopi kecil di kota Seattle, Amerika kini menjadi perusahaan besar dengan 21.000 kedai di 65 negara. Nilai aset perusahaan kopi ini mencapai USD 77 miliar atau Rp 1.017 triliun. Lalu, bagaimana dia jejaknya hingga menjadi pemilik kedai kopi terbesar di dunia. Merdeka.com merangkum perjalanan karirnya:
Ayah dan Ibu Howard merupakan buruh perusahaan di New york City. Ayah Howard, Fred bekerja sebagai supir truk dan ibunya sebagai resepsionis perusahaan.
Pada saat Howard berusia 7 tahun, ayahnya mengalami kecelakaan kerja dan menyebabkan patah kaki. Keluarga Howard bingung dan meminta perusahaan untuk membiayai pengobatannya. Namun, tidak ada asuransi yang dimiliki keluarga Howard. Akhirnya, keluarganya diberhentikan tanpa diberi pesangon.
Beruntung Schultz berprestasi dalam olahraga basket dan bola. Prestasi ini lah yang membawanya mendapat beasiswa Northern Michigan University tahun 1970. Saat itu di keluarganya dia menjadi yang pertama dan satu-satunya masuk ke universitas.
Saat bekerja di Hammarplast, Howard Schultz melihat kedai kopi disekitar tempatnya bekerja. Dia tertarik dengan kedai yang dinamakan Starbucks itu untuk jalankan bisnis mesin pembuat kopi. Dia menemui pemilik kedai tersebut untuk meminta bergabung menjadi direktur pemasaran Starbucks.
Dia diminta pasarkan produknya hingga Italia. Di sana dia melihat kedai kopi begitu lekat dengan publik dan tidak hanya menjual kopi hitam saja tetapi juga menjual produk kopi olahan seperti Capuccinno dan Latte. Dia pun meminta Starbucks dirubah seperti kedai kopi Itali. Namun, idenya ditolak oleh para pemilik. Akhirnya dia keluar dari Starbucks.
3.Masuk Starbucks gaji dipotong
Dia memutuskan untuk keluar dari perusahaan peralatan rumah tangga dari Eropa, Hammarplast. Padahal, posisinya saat itu menjadi manajer pemasaran. Jabatan yang bisa dibilang tinggi untuk perusahaan penjual peralatan rumah tangga.
Kecintaan terhadap kopi yang membuat dia memutuskan untuk keluar dari perusahaannya dan bergabung ke Starbucks. Walaupun, pada saat itu, gaji Howard dipotong hingga 50 persen. Namun, dia tidak masalah.
Setelah idenya ditolak oleh pemilik Starbucks, Howard Schultz memutuskan keluar. Kemudian dia membuat kedai kopi di Milan dengan nama ‘Il Giornale’.
Saat mendirikan kedai kopi, Schultz tidak punya uang untuk memulai bisnisnya, apalagi istrinya tengah hamil. Dia pun meminjam kepada seorang doktor yang mau berinvestasi senilai USD 100.000 karena tertarik dengan pertaruhan dan keberanian Schultz.
Inilah yang menjadi titik balik kehidupan Howard. Dalam dua tahun menjalankan usahanya, dia berhasil mencaplok Starbucks dari tangan pemiliknya, Gerald Baldwin dan Gordon Bowker.
5.Tutup 7.000 kedai kopi di AS
Setelah berhasil memiliki Starbucks, Howard Schultz memprioritaskan para karyawannya. Setelah berkaca dari luka ayahnya pada perusahaan tempatnya bekerja. Howard menyiapkan asuransi kesehatan dan beasiswa untuk karyawan yang berprestasi.
Pada 2008, Starbucks harus berjuang akibat krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat. Dia terpaksa merelakan 7.000 kedai kopinya ditutup. Namun, dia tidak merelakan para karyawannya untuk tidak bekerja. Seluruh karyawannya diberi pendidikan pembuat kopi atau barista hingga menciptakan produk-produk olahan kopi yang dapat dinikmati masyarakat dunia.
“Selama dua tahun berikutnya, saya telah menyebabkan perubahan besar di Starbucks,” kata dia.[]MC