Andriansyah: Chinatown Bisa Jadi Ikon, Asal Tak Sekadar Tempelan Budaya

SAMARINDA — Gagasan Pemerintah Kota Samarinda untuk mengembangkan kawasan wisata bertema Chinatown mendapat sambutan positif dari legislatif. Anggota DPRD Kota Samarinda, M. Andriansyah, menyatakan dukungannya terhadap rencana tersebut, namun mengingatkan agar pengembangannya tidak sekadar simbolis atau hanya menjadi proyek seremonial.
Menurut Andriansyah, konsep Chinatown memiliki potensi besar dalam mendorong sektor pariwisata sekaligus menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru di Samarinda. Namun ia menegaskan bahwa inisiatif tersebut harus disertai dengan perencanaan yang matang, konkret, serta berorientasi jangka panjang agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat.
“Kami tidak menolak ide ini. Justru kami melihat potensi besar jika Chinatown dikelola dengan baik. Tapi sampai sekarang, bentuk konsepnya masih belum jelas. Jangan hanya berhenti di wacana,” ujarnya, Kamis (19/6/2025).
Ia mencontohkan keberhasilan sejumlah kota besar di Indonesia yang mampu menjadikan kawasan Chinatown sebagai destinasi wisata unggulan. Keberhasilan itu, kata dia, tak lepas dari perpaduan harmonis antara budaya, kuliner khas, dan aktivitas ekonomi masyarakat Tionghoa yang dikemas dalam kawasan yang hidup dan dinamis.
Samarinda, menurutnya, memiliki peluang serupa jika konsep yang diterapkan tidak hanya meniru aspek visual, tetapi juga menghidupkan substansi budayanya. “Kalau hanya meniru ornamen atau mendirikan gapura, itu tidak cukup. Chinatown harus menjadi pusat interaksi budaya dan ekonomi, tempat di mana masyarakat bisa merasakan manfaat langsung,” tegasnya.
Andriansyah menekankan pentingnya keberlanjutan dan pelibatan masyarakat dalam pengembangan kawasan tersebut. Ia mengingatkan agar pembangunan tidak hanya fokus pada infrastruktur fisik, tetapi juga menciptakan aktivitas yang berkelanjutan, memperkuat UMKM lokal, dan menghidupkan interaksi sosial. “Jangan sampai ini hanya proyek papan nama tanpa denyut aktivitas. Yang kita butuhkan adalah perputaran ekonomi, pelibatan UMKM, dan interaksi sosial yang hidup,” katanya.
Lebih lanjut, ia mendorong agar Pemerintah Kota Samarinda melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses perencanaan, termasuk komunitas Tionghoa, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat sekitar. Menurutnya, pendekatan bottom-up akan membuat konsep lebih relevan dan berakar pada karakter lokal Samarinda.
Ia juga menilai langkah ini penting sebagai bagian dari strategi transisi ekonomi Samarinda, seiring menurunnya kontribusi sektor ekstraktif seperti batu bara dan pertambangan. “Kita perlu berpikir jangka panjang. Sektor pariwisata bisa jadi tulang punggung ekonomi Samarinda ke depan. Tapi semuanya harus dimulai dari keseriusan, bukan sekadar wacana proyek,” pungkasnya. []
Penulis: Diyan Febrina Citra | Penyunting: Enggal Triya Amukti