Awang Faroek: Kami Berharap Minimal Dapat 19 Persen

Awang Faroek, Gubernur Kaltim tengah berbincang dengan Sudirman Said, Menteri ESDM di loby Hotel Grand Senyiur, Jumat (26/6) dini hari.
Awang Faroek, Gubernur Kaltim tengah berbincang dengan Sudirman Said, Menteri ESDM di loby Hotel Grand Senyiur, Jumat (26/6) dini hari.

BALIKPAPAN – Hingga pukul 00.00 Wita, Jumat dini hari (26/6), di Hotel Grand Senyiur, sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) dan lainnya, tampak menanti orang penting di loby hotel bintang lima, Grand Senyiur yang terletak di Jalan ARS Mohammad No 7, Balikpapan.

Salah seorang pejabat Kaltim itu adalah Awang Faroek Ishak, Gubernur Kaltim. Di tengah kondisi fisiknya yang lemah akibat diserang stroke dan sekarang dibantu kursi roda, Awang Faroek masih tampak bersemangat menanti orang penting itu. Siapakah yang dinanti itu? Ia adalah Sudirman Said, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia.

Sudirman Said dijadwalkan hadir pada acara Saresehan ESDM dan Asosiasi Daerah Penghasil Migas yang digelar untuk hari ketiga, Jumat, sejak dibuka dari Rabu (24/6). Di hari pertama, acara dilaksanakan di Hotel Le Grandeur, hari kedua di Hotel Grand Senyiur dan hari ketiga kembali di Hotel Le Grandeur. Dan tepat pukul 00.15 Wita tadi, Sudirman Said baru tiba di hotel milik pengusaha kondang Yostomo itu. Sekarang ini ia tengah berbicang dengan Awang Faroek.

Saat menanti Sudirman Said petang tadi, media ini sempat mengajak berbincang orang nomor satu di Kaltim ini. Berjam-jam pria ini di loby, bahkan terlihat sambil dipijat-pijat oleh pelayan hotel. Usahanya untuk mendapatkan jatah atau participating interest (PI) yang berkeadilan dalam pengelolaan minyak dan gas bumi (migas) di blok Mahakam memang tampak begitu besar.

Meski pemerintah pusat saat ini mewacanakan pemberian hak kelola hanya sebesar 10 persen untuk daerah yang di atasnya terdapat ladang migas blok Mahakam, namun Awang Faroek berkeinginan agar presentase hak partisipasinya diperbesar, yakni minimal 19 persen. “(hak bagi hasil itu, red) sesuai Peraturan Menteri ESDM nomor 5 tahun 2015 tentang kerja sama dengan pertamina, dengan harapan bukan 10 persen, tapi 19 persen untuk provinsi (Kaltim, red) dan Kutai (Kutai Kartanegara, red),” kata Awang Faroek.

Untuk memperjuangkan itu lah, ia rela berlama-lama berada di loby Hotel Grand Senyiur untuk menunggu Sudirman Said. “Saya menunggu mulai dari jam 7 (petang), jam 9 sampai akhirnya ditunda sampai jam 12,” kata Awang Faroek ditemani ajudannya.

Terkait kegiatan produksi migas PT Total E&P Indonesia di wilayah hutan lindung di Kukar yang dihentikan pihak Polisi Kehutanan (Polhut) karena ketahuan merambah hutan lindung, Awang Faroek mengaku tak mengetahuinya. Ia bahkan baru mengetahui dari informasi awak media.

“Saya belum tahu, karena mereka tidak pernah lapor. Itu lah yang kita sayangkan dengan SKK Migas ( Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas, red), kalau ada masalah semestinya, komandannya di Kaltim ini gubernur. Sekarang kalau ada masalah bagaimana saya mau bisa bantu,” tandasnya.

Jika memang benar ada kegiatan eksplorasi ataupun produksi migas di wilayah hutan lindung, bagaimanapun harus tetap ada izin. “(kalau tidak ada izin,red) Tidak boleh. Kegiatan itu kan ada persyaratan-persyaratannya yang harus dipenuhi,” pungkas Awang Faroek.

Secara terpisah, Awang Faroek mengungkapkan bahwa pihaknya bersama Pemkab Kukar telah memberikan pernyataan sikap ke pemerintah pusat terkait katrol presentasi PI itu. Pernyataan sikap bersama tertuang 10 point permintaan. Selain itu pemprov dan Pemkab Kukar juga diberikan keleluasaan menentukan mitra yang paling menguntungkan bagi daerah antara pihak swasta dan Pertamina. “Apabila terjadi kerja sama dengan Pertamina, daerah diberikan hak menempatkan dalam jajaran managemen operatorship,” pintanya.

Juga diberikan hak mengenai data dan informasi produksi dan keuangan sebagai daerah penghasil migas. Selain itu permintaan Kaltim, wajib bagi pemerintah atau pertamina membangun jaringan pipa untuk wilayah Kaltim. “Terutama untuk kawasan industri yakni Kawasan Industri Kariangau (Balikpapan), Buluminung (PPU), dan kluster industri gas dan kondensat di Bontang, kawasan ekonomi Maloy dan trans Kalimantan,” sebutnya.

Di samping itu, Pertamina wajib menyerahkan asetnya di daerah yang bukan core business untuk kepentingan daerah. Pertamina juga jamin ketersedian pemenuhan BBM sesuai kebutuhan Kaltim. “Kaltim juga menolak pipanisasi dari Kalimantan ke Pulau Jawa melalui Proyek Kalija,” tegasnya.

Terakhir adalah, meminta Pertamina agar merealisasikan pembangunan refinerybaru dengan kapasitas 300 ribu barel per hari di Bontang. [] Irwanto Sianturi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *