Bak Surga Bagi Kontraktor Nakal

Tak habis-habisnya mencuat proyek bermasalah di Kukar. Terbaru, ada pekerjaan turap longsoran di Tabang, uang proyek sebagian sudah dicairkan, tapi pekerjaan mangkrak dan kontraktornya menghilang.longsor

ENTAH apa yang dikerjakan para pejabat di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), sampai-sampai anggaran pendapatan daerah yang besar justru banyak juga yang jadi bahan bancakan para kontraktor nakal tak bertanggung jawab.

Anehnya, kejadian proyek mangkrak, pekerjaan kontraktor amburadul, rekanan yang kabur setelah mencairkan uang proyek, terjadi berkali-kali.  Jangankan dibawa ke meja pengadilan, dimasukkan ke daftar hitam (black list) pun tidak. Sampai-sampai ada bidal yang berbunyi, Kukar surganya kontraktor nakal.

Yang terbaru mencuat adalah proyek turap longsoran jalan sepanjang 350 meter di Desa Gunung Sari, Kecamatan Tabang. Gunung Sari merupakan desa yang terletak di Hulu Sungai Belayan, anak Sungai Mahakam. Daerah ini nyaris terisolasi, karena untuk mencapainya, jalan darat belum tembus dari Tenggarong.

Pekerjaan turap ini lelangnya dilaksanakan Mei 2013 lalu dan PT Baita Sari didaulat sebagai pemenang tender dengan nilai penawaran Rp. Rp 8,79 miliar lebih, mengalahkan 12 perusahaan peserta lelang lainnya. Menurut data Layanan Pengadaan Sistem Elektronik (LPSE), perusahaan ini beralamat di Jl Pucang Anom No. 39 Kota Surabaya dengan nomor telepon 031-5013581.

Pada tahun ini, mestinya proyek tersebut sudah rampung dikerjakan. Tapi nyatanya kontraktor malah kabur. Padahal uang pelaksanaan tahap awal sudah dicairkan Rp 1,3 miliar. Terungkapnya proyek bermasalah itu sendiri berdasarkan laporan masyarakat dan pengecekan dilapangan seorang anggota DPRD Kukar, Guntur.

Wakil rakyat yang terpilih kembali di periode 2014-2019 ini menyebut PT Baita Sari merupakan ‘anak perusahaan’ PT Citra Gading Asritama (CGA), kontraktor kondang yang banyak mendapat proyek di Kukar. Jika dihitung-hitung, saat ini nilai pekerjaan CGA yang belum rampung mencapai triliunan rupiah.

Kepada wartawan, awal Agustus lalu, Guntur mengungkapkan keprihatinannya atas proyek turap yang tak kunjung rampung tersebut. Ia menyayangkan sikap pemerintah daerah terlalu cepat menggelontorkan dana itu, sedangkan evaluasi kinerja dari instansi terkait terhadap kontraktor tak ada.

“Ketika pihak kontraktor telah dimenangkan untuk mengerjakan proyek tersebut, secara otomatis mereka dianggap mampu, baik dari segi kemampuan pengerjaan maupun dari segi permodalan, jangan berharap modal dari pemerintah,” jelasnya.

Berdasarkan aturan, kata Guntur, pembayaran akan dilakukan oleh pihak pemerintah setelah ada evaluasi kinerja dari tim pengawas atau instansi terkait capaian hasil kerja dari pihak kontraktor.

“Menjadi pertanyaan bagi saya, kenapa bisa anggaran, cair tetapi hasil kerja tak ada. Biasanya pembayaran akan dilakukan oleh pihak pemerintah minimal 50-60 persen pengerjaan. Tak mungkin pemerintah tidak membayar karena anggarannya ada,” ucap politikus dari partainya Joko Widodo ini.

DPRD tak akan bosan mengontrol kinerja kontraktor. Utamanya proyek yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. “Mungkin mereka menganggap, proyek yang dikerjakan berada di daerah terpencil, tak akan diawasi oleh dewan,” imbuhnya.

Guntur menjelaskan, temuan ini berawal saat anggota DPRD Kukar melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Tabang, bersama rombongan Komisi II dan Wakil Ketua DPRD Al Qomar. Dia menemukan tumpukan bahan untuk turap, yang sudah mulai ditumbuhi rumput.

“Dari pengakuan salah satu warga, pihak kontraktor telah menyewa rumah untuk dijadikan mes tapi tak satu pun pekerjanya yang ada di situ,” kata Guntur.

Ironisnya, meski pekerjaan di Gunung Sari bermasalah, berdasarkan data dari LPSE, PT Baita Sari kembali mendapatkan pekerjaan di awal tahun ini. Pekerjaan itu adalah peningkatan jalan poros Tabang ke Jembatan Martadipura dengan nilai proyek Rp 220,5 miliar lebih. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *