Berebut Proyek Jalan Pesut

Sudah jadi rahasia umum bahwa tender proyek di Kukar banyak dikondisikan, bahkan di era serba online seperti sekarang. Di antaranya proyek peningkatan Jalan Pesut berpagu Rp. 49 miliar. Tampaknya ada fakta yang mengarah pada persekongkolan jahat.

Median Jalan Pesut di Tenggarong.
Median Jalan Pesut di Tenggarong.

Kamis, 19 Maret 2015, tiba-tiba saja lelang sebuah paket pekerjaan berjudul “Peningkatan Jalan Pesut” berkode 5750198 di Layanan Pengadaan Sistem Elektronik (LPSE) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) dihentikan. Alasannya, tidak ada peserta yang lulus administrasi dan teknis.

Aneh, karena beberapa perusahaan yang turut serta dalam lelang tersebut adalah penyedia barang/jasa ‘kelas kakap’ dan sering memenangkan tender, baik di Kukar maupun di daerah lain. Sebanyak 10 dari 49 perusahaan yang memasukkan penawaran, kesemuanya dinilai gugur.

Di antaranya PT Handaitolan Babussalam Hartisyarifuddin (HBH), PT Aset Prima Tama (APT), PT Energi Bara Pratama Putra (EBPP), PT Brahmakerta Adiwira (BA), PT Bangun Cipta Kontraktor (BCK) dan PT Budi Bhakti Prima (BBP).

Ditilik dari nilai penawarannya, HBH berada di peringkat pertama dengan penawaran Rp44.171.600.000, disusul KEB dengan penawaran terkoreksi Rp 46.284.198.000, lalu EBPP dengan penawaran terkoreksi Rp 46.681.781.000, kemudian BA dengan penawaran Rp 47.403.725.300, serta di peringkat lima APT dengan penawaran Rp 47.585.628.000.

Ganjilnya lagi, kesepuluh perusahaan yang meng-upload penawaran ke server LPSE Kukar, gugur tanpa diberikan kejelasan alasan. Pengumuman hanya memuat nama penyedia barang/jasa, harga penawaran dan harga terkoreksi. Sementara kolom keterangan, yang biasa memuat penjelasan alasan ketidaklulusan, tidak diisi.

“Pemberitahuan via email juga tidak ada, termasuk di akun LPSE tidak ada pemberitahuan masuk,” ujar seorang sumber media ini dari perwakilan perusahaan yang telah mengunggah penawaran, kepada Eksekutor, belum lama ini.

Terendus sebuah permainan dalam lelang tersebut, bahwa PT Aset Prima Tama (APT) yang bakal diatur menjadi pemenang tender. Isu yang beredar, perusahaan itu telah menyetor uang Rp 2 miliar ke pejabat berkepentingan yang biasa mengatur proyek di Kukar.

Uang itu sendiri sebenarnya merupakan down payment atau uang muka sebesar kurang lebih 5 persen dari total nilai proyek. “Itu DP pasti saja, nanti kalau sudah menang akan dikasih lagi. Totalnya bisa mencapai 15 persen dari nilai proyek yang disetorkan, bahkan bisa lebih,” ungkap sumber tadi.

Keganjilan tersebut membuat banyak orang, mulai dari kalangan pengusaha dan aktivis anti korupsi bereaksi. Pasca pembatalan mendadak lelang Jalan Pesut sempat membuat beberapa kelompok orang ngeluruk ke sekretariat Unit Pelayanan Elektronik (ULP) II yang berada di bawah naungan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kukar. Kepala ULP II ini adalah Rasyid Ridha yang juga pejabat di lingkungan DBMSDA.

Mereka mempertanyakan seputar kebijakan menghentikan lelang Jalan Pesut dan digelar lelang ulang, tanpa pemberitahuan detail apa alasan digugurkannya seluruh peserta tender. Di antara yang sempat mendatangi Kantor ULP II adalah Laskar Anti Korupsi (LAKI) ’45, diwakili oleh Jemmy Suryono.

Kepada media ini, Jemmy mengaku sempat bertemu dengan Kepala ULP Rasyid Ridha, namun Rasyid mengaku tak tahu menahu karena itu menjadi urusan kelompok kerja (pokja) di ULP. “Waktu itu saya ingatkan, agar tidak terjadi persekongkolan karena akan merugikan pemerintah,” kata Jemmy.

Media ini, saat kericuhan lelang ulang terjadi, beberapa kali berusaha menyambangi sekretariat ULP II, tapi Rasyid Ridha disebut petugas keamanan selalu tak berada di tempat. Nomor telepon genggamnya yang dihubungi, baik melalui telepon dan pesan singkat, tak mendapat respon sama sekali.

***

Sehari setelah lelang pertama dihentikan, Jumat 20 Maret 2015, LPSE Kukar menayangkan lelang ulang jalan pesut dengan kode lelang 5823198. Pasca memasuki tahapan pembukaan dokumen lelang pada pukul 23:59 Wita, 27 Maret 2015, diketahui yang meng-upload penawaran sebanyak 11 perusahaan.

Kesebelas perusahaan itu adalah HBH, APT, EBPP, BA, BCK, BBP, PT Karya Etam Bersama (KEB), PT Galiba Indotama (GI), PT Duta Rama (DR), PT Karunia Wahanusa (KW) dan PT Mitra Nusa Sinergi (MNS).

Sementara selaku penawar terendah adalah HBH, senilai Rp 43.142.000.000 dan di peringkat kedua PT KEB senilai Rp 46.983.074.000. Sedangkan APT yang disebut-sebut sebagai perusahaan yang bakal memenangkan tender karena sudah diatur, berada di peringkat keempat dengan nilai penawaran Rp47.128.043.000.

Dari pengamatan media ini, para pengusaha yang turut serta tender ini ada yang sudah pasrah pasti bakal kalah, ada punya yang harap-harap cemas. Harap-harap cemas karena untuk memenangkan tender secara fight—istilah yang biasa dipergunakan di dunia lelang yang nekat ikut lelang tanpa pengaturan— pengusaha sudah berjuang ke sana kemari agar lelang berjalan ansih, tanpa main uang fee, dengan tidak memberi ongkos presentase pengaturan yang ke oknum pejabat.

Tapi semua itu terbukti pada Senin, 06 April 2015 pukul 23:59 Wita, saat lelang memasuki tahapan penetapan pemenang. Dan satu-satunya perusahaan yang lolos kualifikasi administrasi dan kualifikasi adalah APT. Perusahaan kelas kakap lainnya bernasib sama seperti pada lelang pertama.

Beberapa hari kemudian, penetapan lelang atas APT dibatalkan. Nama APT yang sempat muncul dengan tanda bintang, tiba-tiba diposisikan sejajar dengan perusahaan pengunggah penawaran lainnya. Penetapan pemenang dibatalkan tanpa alasan jelas. Jadwal lelang lalu kembali lagi ke tahapan evaluasi dokumentasi kualifikasi. Di tahapan ini setidaknya terjadi dua kali perubahan jadwal. Perubahan jadwal pertama evaluasi dilakukan selama dua hari, di perubahan kedua evaluasi berlangsung dari 25 Maret hingga 15 April, selama 22 hari.

Di akhir evaluasi, APT kembali diumumkan mendapatkan ‘bintang’. Jika ditilik dari dokumen Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) yang diunggah pada tanggal 6 dan 15 April, perbedaannya hanya pada penomoran dan penetapan penawar yang lolos administrasi. Jika sebelumnya yang lolos administrasi hanya satu perusahaan, pada hasil evaluasi tanggal 15 April, yang lolos kualifikasi administrasi dua perusahaan, meski pada akhirnya satu perusahaan gagl pada evaluasi kualifikasi.

RAHASIA ASET PRIMA TAMA

Berdasarkan keterangan di LPSE, APT berkantor pusat di Jalan Belida Nomor 38A, Kelurahan Timbau, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 02.195.885.5-725.000.

Pada portal Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), di tahun 2011 kekayaan bersihnya mencapai Rp 60,2 miliar lebih. APT sepertinya memiliki hubungan dekat dengan PT Citra Gading Asritama (CGA), kontraktor ‘kelas paus’ yang banyak mendapatkan proyek di Kukar. Pada tahun 2002, APT mendapatkan pekerjaan dari CGA untuk membangun Kantor Bupati Kukar dengan nilai total kontrak Rp5.905.900.000.

Selaku Direktur Utama APT adalah Ir Agus Yulianto Putro, kelahiran Kudus, 07 Juli 1965, warga Jalan Gunung Belah Nomor 14, Tenggarong. Di kalangan pemain proyek di Kukar, owner APT adalah Agus Solo. Belum jelas, apakah Agus Yulianto Putro dengan Agus Solo orang yang sama. Gelaran “Solo” di belakang nama Agus mungkin karena tempat kelahirannya dekat dengan Kota Solo, hanya berjarak 108 kilometer.

Agus Solo dikenal sebagai salah satu pemain proyek ‘kelas kakap’ di Kukar, proyeknya di mana-mana dan disebut banyak juga yang bermasalah. Kalau merujuk nama ‘bendera’ APT, dari data LPSE, sejak tahun 2011 perusahaan ini telah mendapatkan tiga proyek besar, yakni Lanjutan Peningkatan Jalan dan Jembatan Lebak Mantan-Puandana-Kuyung Seberang dan 2 Buah Jembatan (2011) dengan nilai kontrak Rp60 miliar, Seminsasi Jalan Penghubung Dusun Kuyung (Kec. Muara Wis) ke Desa Kayu Batu, Kecamatan Muara Muntai (2012) bernilai Rp7,4 miliar lebih dan Pembangunan Jalan Desa Bunga Jadi Kec. Muara Kaman (2013) dengan nilai kontrak Rp18.863.009.000.

Terkait hasil pekerjaan APT, Muhammad Ihsan, Koordinator Tim Investigasi dan Transparansi (TIRANI) GP Ansor Kukar mengemukakan bahwa pihaknya menemukan adanya indikasi ketidaksesuaian spek terkait proyek Pembangunan Jalan Desa Bunga Jadi Kec. Muara Kaman.

“Berdasarkan laporan anggota kami di Muara Kaman, proyek pembangunan jalan di Desa Bunga Jadi dikerjakan asal-asalan. Setelah kami cek, kami temukan badan jalan banyak yang retak, permukaan tidak rata, tebal badan jalan tidak sesuai,” ungkap Muhammad Ihsan.

Dikatakan Muhammad Ihsan, pihaknya sekarang mengantongi dokumen spesifikasi teknis proyek jalan Bunga Jadi, sejumlah dokumen foto serta sampel badan jalan juga sudah diambil. “Kami masih pertimbangkan untuk uji laboratorium, karena memerlukan biaya. Tetapi nantinya pasti kita akan tindaklanjuti ke auditor pemerintah atau ke pihak berwajib. Karena indikasinya korupsi,” papar Muhammad Ihsan.

Terkait lelang peningkatan Jalan Pesut yang dipermasalahkan dan adanya temuan hasil pekerjaan APT di Desa Bunga Jadi, media ini berupaya mengkonfirmasi manajemen perusahan dengan mendatangi kantor APT, tapi tak berhasil. Sementara, Agus Solo, yang dihubungi media ini, sempat merespon dan mengatakan bahwa dirinya berada di luar daerah. Saat dihubungi kembali beberapa hari kemudian, tidak ada jawaban.

Terkait adanya indikasi kecurangan soal proyek peningkatan Jalan Pesut, Muhammad Ihsan mengaku juga mendengarnya, bahkan dia akan merespon proses lelang yang sudah membuat publik resah itu untuk dibawa ke ranah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

“Untuk proyek Jalan Pesut, kami sudah pelajari kasusnya. Ada indikasi melanggar peraturan perundangan tentang larangan persaingan usaha tidak sehat, jadi kita bawa ke KPPU. Berkasnya juga sudah siap kok. Kalau pihak lain ada yang membawa perkara ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara, ya itu juga bagus, kita pasti dukung, asal tidak ada kepentingan di belakangnya,” tandas Muhammad Ihsan.

Terkait tudingan adanya pengaturan proyek, Muhammad Ihsan mengatakan, itu bisa saja terjadi. Meskipun dilakukan secara online, bukan berarti tidak bisa dilakukan kecurangan. Celah bermainnya, kata Muhammad Ihsan, dilakukan sebelum tender dimulai. “Kalau sudah kasih fee di muka, calon ‘pengantin’ dikasih tahu syarat-syarat administrasi dan teknis yang harus dipersiapkan. Sehingga saat lelang, calon ‘pengantin’ akan dengan mudah lolos,” kata Ihsan.

‘KELAS KAKAP’ YANG GUGUR

Menyingkirkan 10 perusahaan besar yang tiga di antaranya jauh lebih rendah nilai penawarannya, tampaknya memang tidak mudah bagi APT. Dari informasi yang diterima media ini, dua perusahaan yang ngotot mempermasalahkan lelang proyek peningkatan Jalan Pesut adalah HBH yang berada di peringkat pertama dan KEB yang berada di peringkat dua.

Dari portal LPJK diketahui bahwa HBH merupakan perusahaan yang dipimpin Andi Syarifuddin, berkantor di Jalan Wijaya Kusuma, Nomor 9, Lantai 2, RT 34, Gunung Sari Ilir, Balikpapan. Di Kukar, perusahaan ini terekam sejak 2011 mendapatkan sedikitnya empat paket pekerjaan.

Yakni, Peningkatan Jalan Santan Tengah Tahap III (2011) bernilai Rp 32.312.056.000, Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Dalam Kota Wilayah Hilir, Tenggarong (2013) bernilai Rp 8.221.949.000, Peningkatan Jalan Bukit Biru – Loa kulu (2013) senilai 13.130.986.000 dan terakhir, proyek multiyears (2013-2015) Peningkatan Jalan Dua Jalur Pasar Mangkurawang Menuju Lapangan Pemuda Kecamatan Tenggarong senilai Rp 62.432.683.000.

HBH gugur dalam proses evaluasi teknis dengan menyebut beberapa alasan, yakni personel atas nama Agustus ST selaku personel site manager pengalamannya tidak sampai 7 tahun, asisten surveyor atas nama Safrianto juga dipermasalahkan ijazah dan sertifikat keahliannya. Selain itu metode pelaksanaan yang diuraikan HBH dinilai salah oleh tim Pokja 3, dimana beton K-250 seharusnya menggunakan batching plant, bukan concrete mixer.

Menurut informasi yang diterima media ini dari HBH, ada kejanggalan dalam hal evaluasi penawaran yang diunggah pihaknya. Di antaranya adalah soal evaluasi yang terkesan mencari kesalahan. Mungkin karena berusaha mencari kesalahan itu, pihak Pokja 3 menambah tahapan evaluasi dokumen penawaran dan kualifikasi menjadi 22 hari dari yang semula dua hari.

“Pada saat evaluasi, salah satu dokumen persyaratan perjanjian sewa menyewa peralatan kami tidak sesuai. Setelah kami sanggah melalui LPSE, ternyata benar,” kata sumber media ini yang juga karyawan di HBH.

Setelah dinyatakan benar, Pokja 3 rupanya kembali mencari kesalahan HBH. Di akhir evaluasi, kemudian muncul item-item yang dipermasalahkan dari dokumen kualifikasi HBH. “Itu mengada-ada, kami sudah sampaikan sanggahan kembali,” kata sumber tadi.

Menurut dia, untuk persoalan pengalaman personel atas nama Agustus, tahun kelulusan tentu tidak bisa dihitung dari tahun kelulusan. “Bagaimana kalau sebelum lulus sudah bekerja ? Pengalaman itu didapat dari bekerja,” terang pria ini.

Terkait personel atas nama Safrianto, ia menyebut ijazah dan sertifikat keahlian Safrianto sebenarnya sama dengan yang dipersyaratkan, karena yang bersangkutan juga belajar dan faham benar dengan tugas-tugas survei pemetaan dan pengukuran jalan. “Pak Safrianto ini sering kami pakai, baru kali ini digugurkan. Padahal, kami mengerjakan proyek multiyears jalan ini juga menggunakan jasa personal Pak Safrianto,” terangnya.

Soal metode pelaksanaan yang menggunakan concrete mixer, pihak HBH menjelaskan bahwa batching plant merupakan alat yang mencampur atau memproduksi beton ready mix dalam produksi besar. Batching plant memproduksi ready mix dalam dengan tipe dry mixed, karena itu pada akhirnya dibutuhkan concrete mixer.

batching plan berfungsi untuk menimbang saja, pengadukan beton ready mix K-250 tentu dilakukan pada concrete mixer truck. Itu yang kami maksud,” kata ahli teknik sipil ini.

Atas alasan yang terkesan dibuat-buat tersebut, pihaknya justru sangsi atas keahlian tim Pokja 3. Karena sesuai peraturan perundang-undangan, panitia pengadaan harus memiliki sertifikat kehalian. “Jangan-jangan mereka (Pojka 3) ini bukan orang ahli. Harus diperiksa mereka ini,” kata sumber tadi.

Menurut dia, selain sanggahan, pihak HBH saat ini tengah menempuh sejumlah langkah sesuai peraturan perundangan, di antaranya mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas keputusan menggugurkan HBH dalam evaluasi kualifikasi tersebut. “Kita akan ke PTUN, ini jelas tidak benar,” katanya.

Sementara banyak elemen masyarakat di Kukar juga menyorot soal lelang proyek Peningkatan Jalan Pesut. Di antara yang banyak bersuara adalah dari Pemuda Pancasila, Laskar Anti Korupsi dan forum masyarakat lainnya di Kukar.

ANGGARAN SILUMAN

Sementara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) INTRiK Kukar membeberkan, paket pekerjaan peningkatan Jalan Pesut termasuk ke dalam item anggaran siluman. “Paket pekerjaan ini muncul tiba-tiba dan tanpa melalui proses yang benar,” kata Fatahuddin, Direktur INTRiK Kukar.

Diuraikannya, pada saat disahkan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran (TA) 2015 pada 12 Agustus 2014, total belanja Rp 5,6 triliun. “Saat itu proyek peningkatan Jalan Pesut tidak menjadi prioritas,” tutur Fatahuddin.

Demikian pula ketika Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kukar TA. 2015 dengan total anggaran Rp 7,002 triliun disahkan pada 11 Nopember 2014, item pekerjaan peningkatan Jalan Pesut juga tidak ditemukan.

Anehnya, saat terbit dokumen Peraturan Dearah (Perda) Nomor 15 Tahun 2014 tentang APBD Kukar TA. 2015 dan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 41 Tahun 2014 tentang Penjabaran APBD Kukar TA 2015 yang diundangkan 24 Desember 2014, item peningkatan jalan pesut muncul dengan nilai pagu Rp 50 miliar bernomor rekeni 1.03.1.03.02.18.214.

“Total APBD juga berubah menjadi Rp 6,980 triliun. Ada 60 item siluman yang nilainya mencapai Rp 300 miliar lebih. Perubahan ini tidak dilakukan dengan benar, karena tanpa dibahas bersama antara eksekutif dan legislatif,” papar Fatahuddin.

Terkait adanya dugaan bahwa proyek jalan Pesut adalah proyek titipan dan pelaksana pekerjaannya sudah dirancang sejak awal, Fatahuddin mengatakan, sinyalemen itu ada dia dengar. “Tapi untuk membuktikan ini memang tidak mudah, karena untuk mendalaminya, yang punya kewenangan adalah penegak hukum,” tuturnya. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *