Diskominfo Kaltim Bahas Branding Institusi Bersama Mahasiswa

SAMARINDA – Branding dalam institusi pemerintahan tidak semudah melakukan rebranding di sektor swasta. Prinsip kehati-hatian, konsistensi, serta kepatuhan terhadap regulasi menjadi dasar utama dalam menjaga citra lembaga publik. Hal ini disampaikan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kalimantan Timur, Muhammad Faisal, dalam sesi Sharing Practice mata kuliah Manajemen Merek bersama mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman (Unmul), Senin (19/05/2025).

Bertempat di Aula Wiek, Kantor Diskominfo Kaltim, Jalan Basuki Rahmat, Samarinda, sesi ini menjadi wadah kolaboratif antara akademisi dan praktisi dalam memahami dinamika governmental branding, yang memiliki karakter dan tantangan berbeda dibanding branding korporasi.

“Kalau di swasta, ketika hasil survei menunjukkan brand tidak efektif, bisa langsung diganti atau disesuaikan. Tapi di pemerintahan, semua diatur. Nama, logo, hingga warna, semua ditetapkan lewat regulasi. Itu yang membuat kita harus ekstra hati-hati dan konsisten dalam menjaga citra,” jelas Faisal di hadapan para mahasiswa.

Faisal menekankan bahwa branding pemerintah bukan hanya soal tampilan visual atau slogan semata, melainkan bagian dari strategi komunikasi jangka panjang yang bertujuan membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga dan kebijakan publik.

Ia memperkenalkan prinsip “3C” sebagai fondasi dalam pengelolaan citra institusional: charity (kejelasan maksud dan tujuan sesuai regulasi), consistency (konsistensi dalam menyampaikan pesan), dan conciseness (penyampaian informasi secara ringkas dan efisien).

“Tiga prinsip ini harus tetap diterapkan, meski konteksnya berada dalam ruang lingkup birokrasi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Faisal mencontohkan penerapan branding formal di lingkungan Pemerintah Provinsi Kaltim, di mana simbol kelembagaan seperti logo daerah tidak bisa diubah sembarangan. “Seperti logo Pemprov Kaltim, berwarna hijau, tidak bisa diubah seenaknya. Itu sudah ditetapkan, bahkan bisa dibilang ‘sampai tujuh turunan’ tetap begitu. Kecuali ada keputusan bersama untuk mengubahnya,” tegasnya.

Diskusi ini menjadi pengayaan wawasan bagi mahasiswa untuk memahami bahwa strategi komunikasi pemerintah harus berakar pada legalitas, simbolisme, dan kejelasan arah pesan. Pengelolaan citra bukan sekadar visual, tetapi mencerminkan nilai, integritas, dan kesinambungan kebijakan publik. []

Penulis: Nur Quratul Nabila  | Penyunting: Enggal Triya Amukti | ADV Diskominfo Kaltim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *