DPRD Kaltim Minta Evaluasi Status Jalan Nasional

PARLEMENTARIA – Kalimantan Timur kembali dihadapkan pada persoalan klasik terkait ketidakjelasan kewenangan dalam pengelolaan infrastruktur jalan. Kondisi ini dinilai merugikan daerah, terutama dalam konteks pengalokasian anggaran yang terbatas.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Guntur, menyoroti persoalan tumpang tindih tanggung jawab dalam pemeliharaan sejumlah ruas jalan nasional yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, namun pada praktiknya dibebankan kepada pemerintah daerah.
Ia mencontohkan kondisi ruas jalan Loa Janan–Tenggarong di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), yang secara administratif berstatus sebagai jalan nasional. Meski demikian, saat terjadi kerusakan atau bencana seperti longsor, penanganan justru lebih sering dilakukan oleh pemerintah kabupaten atau provinsi. “Banyak jalan nasional di Kukar yang ketika rusak, justru pemerintah daerah yang diminta turun tangan. Ini jelas tidak seimbang,” ungkap Guntur saat ditemui, Jumat (23/05/2025).
Persoalan ini dianggap mencerminkan lemahnya dukungan pemerintah pusat terhadap daerah-daerah penghasil sumber daya alam, termasuk Kutai Kartanegara yang dikenal sebagai penyumbang besar dari sektor minyak, gas, dan pertambangan. “Dengan PDRB tinggi dari sektor migas dan tambang, seharusnya Kaltim mendapat perhatian lebih besar. Bukan malah disuruh memperbaiki jalan nasional dengan anggaran sendiri,” tegasnya.
Guntur menilai sudah waktunya pemerintah pusat melakukan evaluasi terhadap status jalan nasional. Pendataan ulang serta pemutakhiran informasi dinilai penting guna menghindari beban ganda bagi daerah yang pada dasarnya tidak memiliki kewenangan atas ruas-ruas jalan tersebut. “Kami di daerah butuh kejelasan. Jangan sampai jalan nasional tetap dicatat sebagai tanggung jawab pusat, tapi faktanya terus jadi urusan daerah,” tambahnya.
Ia juga mendorong agar kementerian teknis bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) membangun komunikasi yang lebih konstruktif dengan pemerintah daerah, demi menyusun kebijakan infrastruktur yang lebih merata dan adil. “Dengan begitu, pembangunan bisa berjalan lebih terarah, efisien, dan tidak memberatkan satu pihak saja,” pungkasnya.
Desakan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa keberhasilan pembangunan infrastruktur memerlukan kolaborasi dan sinkronisasi lintas level pemerintahan. Tanpa kejelasan kewenangan, daerah akan terus terjebak dalam persoalan klasik yang berulang setiap tahun.
Penulis: Selamet