DPRD Kaltim Tegaskan Dialog Masih Jadi Jalan Terbaik

ADVERTORIAL – Konflik agraria di Kutai Kartanegara kembali mengemuka setelah Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait sengketa lahan antara Kelompok Tani Mekar Indah dan PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ). Pertemuan ini berlangsung di Gedung E Lantai 1, Karang Paci, Samarinda, Kamis (04/09/2025).
Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandy, didampingi Sekretaris Komisi I Salehuddin, anggota La Ode Nasir, Didik Agung Eko Wahono, serta dua staf ahli. Forum itu menjadi wadah aspirasi untuk mengurai konflik lahan yang berlarut-larut tanpa kepastian penyelesaian.
Dalam rapat, Agus Suwandy menekankan pentingnya menjaga stabilitas daerah di tengah perselisihan yang berpotensi memicu gesekan antarwarga. Ia menuturkan bahwa upaya hukum sebenarnya telah ditempuh kedua belah pihak, mulai dari pelaporan hingga penyelidikan. Namun, kasus akhirnya dihentikan melalui SP3 karena dianggap tidak cukup bukti.
“Dengan adanya RDP ini, kita berharap kelompok tani Mekar Indah dan PT MSJ bisa mencari jalan musyawarah mufakat. Kalau pun belum ada titik temu, diskusi harus tetap berlanjut. Jangan sampai persoalan ini menimbulkan gesekan yang berujung pada kerugian masyarakat,” tegas Agus, yang juga Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kaltim.
Perbedaan pandangan terlihat jelas dalam pertemuan tersebut. Kelompok Tani Mekar Indah menegaskan keinginan agar penyelesaian dilakukan lewat musyawarah. Sebaliknya, PT MSJ menekankan jalur hukum sebagai solusi utama.
“Kalau PT MSJ merasa tidak puas, silakan menempuh jalur hukum. Tapi jangan sampai mengorbankan kepentingan masyarakat luas dan kami mendorong agar pihak perusahaan juga melihat aspek kemanusiaan di dalamnya,” lanjut Agus.
Situasi semakin pelik setelah diketahui lahan yang disengketakan berstatus Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK). Berdasarkan aturan, wilayah KBK tidak boleh dikuasai secara pribadi maupun diterbitkan izin baru. Hal ini membuat masyarakat berada dalam posisi sulit karena merasa memiliki hak garap, tetapi terbentur regulasi kehutanan.
“Ini yang harus menjadi pertimbangan. Kalau lahan berada di kawasan KBK, maka harus jelas regulasi dan teknis di lapangan. Jangan sampai masyarakat jadi korban ketidakpastian hukum,” tambah Agus menegaskan kembali.
Meski telah melalui diskusi panjang, RDP ditutup tanpa tercapainya kesepakatan. PT MSJ menegaskan tidak bisa memberikan kompensasi atau ganti rugi tanam tumbuh tanpa adanya putusan pengadilan. Sebaliknya, Kelompok Tani Mekar Indah menolak jalur hukum karena pernah menempuh gugatan, namun kasus dihentikan.
Kondisi ini membuat masyarakat di Desa Bukit Pariaman kian terjepit. Di satu sisi, mereka bergantung pada lahan garapan untuk menghidupi keluarga. Di sisi lain, aturan negara membatasi legalitas atas lahan yang masuk dalam kawasan hutan.
Komisi I DPRD Kaltim menutup rapat dengan janji untuk tetap membuka ruang mediasi. “Kami terbuka untuk kembali memediasi jika ada niat baik dari kedua belah pihak untuk duduk bersama. Jalan damai tetap menjadi opsi terbaik,” pungkas Agus. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum