DPRD Minta Pemerintah Pusat Tinjau Ulang TKD

ADVERTORIAL – Isu pemotongan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) di Kalimantan Timur (Kaltim), termasuk Kota Samarinda, memunculkan kekhawatiran luas terkait kelanjutan pembangunan daerah. Beberapa pihak menekankan pentingnya kebijakan ini ditinjau ulang atau bahkan dibatalkan sebelum diterapkan secara resmi.

Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar, menyoroti isu tersebut dengan menekankan perlunya kehati-hatian pemerintah pusat dalam mengambil keputusan. Ia menjelaskan, sebagian besar daerah di Indonesia masih sangat bergantung pada dana transfer pusat sebagai tulang punggung pembangunan, baik untuk belanja operasional maupun proyek infrastruktur.

“Pastinya sih kita berharap mudah-mudahan ini tidak atau belum atau batal dilaksanakan pemotongan TKD itu tadi,” ujar Deni saat ditemui di Kantor DPRD Samarinda, Senin (15/09/2025).

Menurut Deni, rencana pemotongan TKD saat ini masih bersifat wacana karena belum ada surat keputusan resmi dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, daerah masih menaruh harapan agar kebijakan itu ditinjau ulang. “Mudah-mudahan ini kan masih belum fix, artinya kita masih menunggu surat keputusan nantinya dari pemerintah pusat,” katanya.

Deni menegaskan, pemotongan TKD berpotensi berdampak serius terutama bagi daerah yang tingkat kemandirian fiskalnya rendah. Banyak daerah, termasuk sebagian besar kabupaten dan kota, belum memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup untuk menutup kebutuhan pembangunan dan belanja rutin.

“Mereka bisa mempertimbangkan lagi, karena bagaimanapun di Indonesia ini hanya empat provinsi yang bisa berdiri sendiri dalam artian PAD-nya melebihi daripada dana transfer pusat,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa hanya beberapa kabupaten dan kota yang mampu membiayai daerahnya secara mandiri dengan dukungan minimal dari pemerintah pusat. “Dan juga ada kurang lebih berapa kabupaten kota itu mungkin ada delapan kabupaten kota yang itu juga bisa membiayai kabupatennya sendiri dengan bantuan yang sedikit,” ungkapnya.

Untuk memberikan gambaran kesenjangan fiskal antar daerah, Deni menggunakan perbandingan sederhana: “Artinya perbandingannya 80-20 misalkan kan,” ujarnya. Hal ini menunjukkan besarnya ketergantungan daerah terhadap dana transfer pusat.

Ia menekankan, pemotongan TKD bukan hanya soal angka, tetapi berimplikasi langsung pada pembangunan daerah. Program-program pembangunan berpotensi terhambat dan masyarakat menjadi pihak yang paling terdampak.

“Kalau di satu sisi, dari jumlah yang ada kan masih banyak daerah-daerah ataupun provinsi yang saat ini bergantung full dengan pemerintah pusat dalam artian, dana transfernya itu sangat diharap sekali untuk mendukung pembangunan daerah kota-kota maupun di provinsi yang ada di Indonesia,” pungkasnya. []

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *