DPRD Samarinda Soroti Kekurangan Guru untuk Anak Berkebutuhan Khusus

ADVERTORIAL – Persoalan keterbatasan jumlah tenaga pendidik bagi anak berkebutuhan khusus kembali menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda. Anggota Komisi IV, Ismail Latisi, menilai bahwa pemerintah kota perlu memberi perhatian lebih agar proses belajar mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) berjalan sesuai kebutuhan siswa.

“Anak-anak berkebutuhan khusus itu tidak hanya membutuhkan satu guru sebetulnya, satu anak bisa jadi ditangani dua orang guru,” ujarnya saat ditemui di Kantor DPRD Kota Samarinda, Senin (11/08/2025) siang.

Ismail menjelaskan, pembelajaran di SLB membutuhkan peran ganda. Selain guru utama yang mengajar di kelas, kehadiran guru pendamping atau shadow teacher dianggap penting untuk memberikan dukungan individual. “Guru bayangan ini mendampingi kemudian guru utama ketika kita berbicara proses KBM-nya siswa yang berkebutuhan khusus,” katanya.

Menurutnya, kondisi tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah kota. Ia mengingatkan agar hak-hak anak dengan kebutuhan khusus tidak terabaikan hanya karena kurangnya tenaga pendidik. “Memang ini PR kita, PR kita khususnya kemudian di pemerintah Kota Samarinda bahwa ada anak-anak yang berkebutuhan khusus ini,” ujarnya.

Selain sekolah khusus, Ismail menyoroti sekolah inklusi yang juga menerima anak-anak istimewa. Ia menyebutkan bahwa fasilitas tersebut seharusnya dilengkapi tenaga pengajar yang mumpuni, namun kenyataannya masih jauh dari ideal. “Ada sekolah-sekolah inklusi juga, sekolah inklusi ini kan sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah kemudian yang bisa menerima anak-anak yang berkebutuhan khusus,” ucapnya.

Meski begitu, ia menilai guru di sekolah inklusi juga menghadapi kendala serupa. “Sementara guru-gurunya juga mungkin masih kurang ya,” katanya.

Ismail menekankan pentingnya menyiapkan guru dengan kompetensi khusus sejak awal. Ia menegaskan bahwa seluruh anak berhak atas pendidikan yang layak tanpa terkecuali. “Ini artinya menjadi PR kita bersama untuk kemudian bagaimana menyiapkan guru-guru yang ada itu untuk semua anak Indonesia itu terjamin hak-haknya untuk mendapatkan pengajaran, baik itu kemudian anak-anak yang normal istilahnya begitu, maupun anak-anak yang berkebutuhan khusus,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus seharusnya diberikan sejak jenjang terendah. “Jadi tidak hanya dari tingkat TK bahkan, ini dari PAUD, TK, ini sampai kemudian ke jenjang SD, SMP, SMA itu,” pungkasnya.[]

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *