Fenomena Pelajar Mengendarai Motor Masih Marak di Samarinda

ADVERTORIAL – Fenomena pelajar yang masih menggunakan kendaraan pribadi ke sekolah kembali mencuri perhatian. Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menilai praktik ini tidak hanya melanggar aturan lalu lintas, tetapi juga berisiko besar terhadap keselamatan anak di jalan raya.
Novan menyampaikan keprihatinannya setelah menemukan bahwa sebagian besar kasus terjadi di kawasan pinggiran Samarinda. Anak-anak sekolah yang masih berusia di bawah 17 tahun itu mengendarai sepeda motor tanpa mengantongi Surat Izin Mengemudi (SIM). “Itu memang menjadi potensi rawan kecelakaan,” ujarnya di Kantor DPRD Samarinda, Selasa (09/09/2025) siang.

Ia menjelaskan, kebiasaan tersebut tidak muncul tanpa sebab. Banyak orang tua yang merasa jarak rumah ke sekolah cukup dekat, sehingga memilih memberikan kendaraan kepada anaknya. Ada pula alasan kesibukan orang tua yang membuat mereka tidak bisa mengantar dan menjemput. “Tapi memang hari ini perlu juga tindakan tegas dari pihak sekolah, karena rata-rata mereka ini kan karena merasa dekat rumahnya sehingga orang tua tidak dapat mengantar jemput, makanya memberikan fasilitas itu,” jelasnya.
Menurut Novan, sekolah tidak boleh lepas tangan dalam persoalan ini. Ia menegaskan pentingnya aturan internal yang lebih ketat agar pelajar tidak lagi terbiasa datang dengan kendaraan pribadi. “Tapi juga perlu ketegasan dari pihak sekolah, karena kalau bicara pantauan kan agak kesulitan kalau memantau terus-menerus,” katanya.
Meski begitu, ia menyadari keterbatasan pengawasan tidak hanya di sekolah, tetapi juga di lapangan. Kepolisian, kata dia, menghadapi kendala besar karena luasnya wilayah Samarinda yang harus diawasi. “Apalagi dari pihak kepolisian harus memantau terus-menerus juga agak kewalahan karena juga masih banyak daerah yang perlu ditangani,” ucapnya.
Novan kemudian menekankan dua aspek kunci yang harus berjalan beriringan. “Intinya sekarang ada dua hal, kesadaran orang tua dan yang kedua adalah bagaimana pengawasan sekolah untuk meminimalisir itu,” tegasnya.
Ia berharap masyarakat lebih mengutamakan keselamatan anak dibandingkan alasan praktis. “Kita tidak melihat dari sisi praktisnya, tapi kita melihat dari sisi keamanannya, itu yang lebih ditekankan,” pungkasnya.[]
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum