Fraksi Gerindra Soroti Ketimpangan dan SiLPA Tinggi dalam APBD 2024 Kaltim

ADVERTORIAL – Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melayangkan sejumlah catatan kritis terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2024.
Pandangan itu disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-19 DPRD Kaltim yang digelar di Gedung Utama, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Selasa (17/06/2025). Agenda rapat kali ini adalah penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Nota Keuangan dan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024.
Melalui juru bicaranya, Andi Muhammad Afif Raihan Harun, Fraksi Gerindra menyatakan bahwa penurunan angka kemiskinan tidak boleh menutupi kenyataan bahwa ketimpangan sosial di Kaltim masih tinggi. Menurut Afif, meski secara persentase terjadi penurunan angka kemiskinan dari 6,11 persen pada 2023 menjadi 5,78 persen pada 2024, jumlah absolut penduduk miskin di Kaltim masih mencapai 221.340 jiwa.
“Ini menunjukkan bukan hanya soal jumlah, tetapi ada ketimpangan yang makin tajam. Pemerintah perlu menjamin akses yang lebih merata terhadap peluang ekonomi,” tegas Afif dalam forum paripurna.
Fraksi Gerindra juga menyoroti angka pengangguran terbuka yang masih berada di atas rata-rata nasional. Kaltim mencatatkan tingkat pengangguran sebesar 5,14 persen, lebih tinggi dibandingkan angka nasional yang berada di 4,91 persen. Hal ini dinilai ironis mengingat Kaltim menyumbang 48,4 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pulau Kalimantan.
“Kaltim adalah provinsi dengan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kalimantan, tapi tingkat penganggurannya justru tertinggi. Perlu strategi penyerapan tenaga kerja yang lebih konkret,” ujarnya. Di sisi lain, Fraksi Gerindra menilai bahwa realisasi pendapatan daerah dari kategori lain-lain pendapatan yang sah masih tergolong rendah. Dari target sebesar Rp202,4 miliar, realisasinya baru mencapai 72,2 persen.
Afif menyebutkan bahwa performa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) perlu dievaluasi secara serius karena beberapa BUMD masih belum memberikan kontribusi optimal, bahkan mengalami kerugian. “Masih ada BUMD yang belum menghasilkan keuntungan, bahkan merugi. Kami minta pemerintah menjelaskan langkah perbaikannya. Kalau perlu, lakukan perombakan pimpinan,” ungkapnya.
Fraksi Gerindra juga menilai bahwa belanja daerah di sektor pendidikan luar biasa, peningkatan mutu guru, dan program bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) belum mencapai hasil yang maksimal. Mereka meminta laporan lebih rinci mengenai efektivitas pelaksanaan program tersebut, terutama yang menyangkut bantuan perumahan masyarakat.
“Kami minta data rinci berapa unit rumah yang sudah direhabilitasi melalui APBD maupun sumber dana lainnya seperti CSR. Realisasi bantuan ini belum dirasakan maksimal,” tutur Afif. Tak hanya berhenti di sana, dalam sektor riset dan pengembangan, Gerindra mendorong Pemprov Kaltim untuk menggandeng universitas dan lembaga penelitian lokal agar hasil riset tidak berhenti di tataran teori, melainkan dapat diterapkan langsung untuk menunjang pembangunan daerah.
Dalam kesempatan itu, Fraksi Gerindra juga menyinggung tingginya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran 2024 yang mencapai Rp2,597 triliun. Mereka menganggap besarnya SiLPA menjadi indikasi bahwa program-program tidak berjalan optimal.
“SiLPA yang tinggi menunjukkan program tidak berjalan optimal. Belanja pemerintah tertahan dan tidak menggerakkan ekonomi daerah. Laporan pertanggungjawaban harus memenuhi prinsip akuntabilitas, legalitas, dan konsistensi agar tidak ada kekeliruan yang berulang di tahun berikutnya,” pungkas Afif.
Catatan Fraksi Gerindra ini menjadi penanda penting bahwa masih terdapat ruang perbaikan dalam pengelolaan keuangan daerah, utamanya dalam hal efisiensi program, keadilan distribusi anggaran, serta efektivitas pengawasan terhadap kinerja badan usaha dan belanja publik. []
Penulis: Diyan Febrina Citra | Penyunting: Enggal Triya Amukti