Hasil Kerja Dewan Bontang Tak Terlihat

Rapat-Kerja-komisi-III-2-bontang

Komisi III tampaknya cukup prihatin dengan banyaknya rancangan peraturan daerah (raperda) maupun perda yang dinilai kurang dibutuhkan keberadaannya. Sehingga, keinginan untuk memiliki perda yang dianggap monumental saat berakhir masa jabatan dewan tahun ini, masing belum menjadi kenyataan.

Sekretaris komisi III Jannus Reuter Sihombing mengatakan dirinya mengharapkan ada perda monumental yang dihasilkan selama dia menjabat sebagai anggota dewan sekitar setahun berjalan, hingga akhir masa jabatannya tahun ini. Kendati demikian, dari sejumlah perda yang telah dibahas khususnya oleh komisi III dan disahkan, dianggapnya belum ada yang mewakili harapannya itu.

Di mana perda monumental yang diharapkan bukan hanya dinilai berdasarkan hasil kerja keras dewan dan pemerintah dalam mengusahakan penyusunannya. Namun, perda yang dianggap benar-benar mewakili kebutuhan masyarakat dan membawa dampak perubahan besar.

“Perda yang monumental ini hingga saat ini belum terealisasi. Dan, yang kami maksud adalah perda-perda usulan baru, bukan perda wajib seperti perda Anggaran Perubahan dan Belanja Daerah,” kata Sihombing saat ditemui di rumahnya.

Peluang tersusunnya perda monumental disebut politisi Partai Patriot itu ada. Dia menyebut, raperda tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) hingga saat ini masih dibahas komisi III bersama tim asistensi raperda pemerintah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Sihombing, raperda itulah menurutnya cukup monumental jika mampu diselesaikan dengan baik di akhir masa jabatan tahun ini.

“Sayang sekali kami sempat mendengar dinas yang berkaitan tidak menganggarkan untuk pembahasannya saat ini. Jadi, penyusunan perda tentang RIPPDA terhambat,” jelasnya.

Senada, anggota komisi III Selmi Matarru mengatakan perlu dievaluasi terkait ususlan-usulan raperda oleh pemerintah maupun oleh dewan sendiri. Sehingga, raperda yang diusulkan merupakan raperda yang memang dibutuhkan.
“Jika tidak benar-benar dibutuhkan, seolah mubazir,” tegasnya.

Dia mencontohkan, berdasarkan pengalamannya dalam penyusunan raperda tentang tahun jamak, dinilainya untuk mengatur permasalahan proyek tahun jamak tidak perlu dibuat perda. Namun, cukup dengan diatur melalui Memorandum of Understanding (MoU) dalam pengerjaan proyek tersebut.
“Dengan MoU pengaturannya lebih fleksibel dan bisa dikembangkan karena bersifat lebih lentur,” imbuhnya.

Mengenai beberapa raperda lain, Selmi juga mengkritisi perlunya sikap tegas apakah beberapa penyusunan raperda yang sedang dibahas perlu dilanjutkan. Dia mencontohkan, raperda tentang perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Bontang 2011-2016 kenapa baru sekarang dibahas, sehingga menurutnya tidak ideal. Karena, seharusnya sudah dibahas tahun lalu.

“Mengenai Raperda tentang Kesehatan Lingkungan, seharusnya yang diusulkan induknya dulu yaitu raperda tentang Lingkungan Hidup. Baru dibahas lainnya, termasuk bagaimana agar perda turunannya tidak saling tumpang tindih,” pungkasnya. [] RedFj/KP