Hollywood Filmkan Skandal Korupsi FIFA

Skandal-Korupsi-FIFA-Sepp-Blatter-Di-Selidiki-AS

Film sejarah FIFA versi otoritas sepak bola dunia itu sendiri, United Passions, berakhir mengecewakan. Film berbiaya 24 juta euro atau hampir Rp 400 miliar itu hanya laku ditonton senilai Rp 12 juta. Skandal korupsi FIFA yang puncaknya berbarengan dengan rilis film, menjadi satu faktor. Sutradara Frederic Auburtin pun menyesalinya.

Kini, skandal korupsi itu menjadi bahan tersendiri untuk Hollywood. Mengutip Reuters, skandal itu akan difilmkan dengan Ben Affleck dan Matt Damon sebagai produser. Warner Bros akan menjadi rumah produksi untuk film yang belum punya judul pasti itu.

0be0b7d5-71c6-4451-92d3-7416238f05f9_169

Filmnya akan didasarkan pada buku Ken Bensinger yang berjudul House of Deceit. Bensinger sendiri merupakan jurnalis investigasi untuk situs Buzzfeed. Ia mengatakan, buku itu masih dalam proses awal penulisan dan baru akan rilis sebelum 2017.

“Saya bersemangat soal tantangan membarengkan buku ini dengan prospek untuk filmnya. Saya pikir cerita ini punya potensi luar biasa untuk memotret ketertarikan banyak orang, tidak hanya penggemar sepak bola, karena itu menyentuh tema fundamental kemanusiaan tentang kekuasaan, ketamakan, korupsi, dan keadilan,” kata Bensinger.

Diduga, film itu akan fokus pada peran Chuck Blazer, mantan pejabat FIFA. Berbeda denganUnited Passions yang mengagungkan peran Sepp Blatter sebagai sosok nan lihai mencari sponsor. Blatter diperankan aktor Tim Roth dalam film itu. Sementara Blazer yang berusia 70 tahun, kali ini kemungkinan besar bakal diperankan John Goodman.

Namun, perwakilan Goodman berkata ia belum tahu ada perbincangan soal peran itu. The Hollywood Reporter yang pertama membawa kabar soal Goodman itu, Jumat (26/6).

58356527285fifa_sangue_624x351_afp

 

Selain Goodman, kemungkinan aktor Gavin O’Connor juga terlibat dalam film itu. Warner Bros telah dimintai keterangan, namun menolak berkomentar tentang proyek film itu.

Blazer merupakan mantan sekretaris jenderal CONCACAF, badan sepak bola di Amerika Tengah dan Utara serta Karibia. Ia telah dengan diam-diam memberi informasi pada jaksa Amerika Serikat tentang adanya dugaan suap dan pembayaran “jalur khusus” untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia pada 1998 dan 2010. Ia sendiri dinyatakan bersalah.

Pada 2013, Blazer didakwa dengan 10 perkara kriminal, menurut jaksa AS bulan ini.

Saat ini, ia ada di rumah sakit karena kanker dan tidak bisa bicara. Namun, ia punya blog yang menampilkan dirinya berpose dengan Nelson Mandela dan pesepakbola legendaris, Pele. Ia juga terlihat bersama penari erotis, berbusana bajak laut. Dilaporkan New York Daily News tahun lalu, kekayaan Blazer sampai memungkinkan ia punya apartemen sendiri di tengah kota untuk kucing-kucing peliharaannya.

Tujuh pejabat FIFA yang masih aktif juga ditahan di sebuah hotel di Swiss, akhir Mei lalu sebagai bagian dari investigasi skandal korupsi yang meluas. Pekan berikutnya, Blatter mengumumkan dirinya akan mengundurkan diri karena tersangkut kasus itu.[]CI

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.