Istana: Kenaikan Harga Emas Merupakan Fenomena Global, Bukan Cerminan Krisis Domestik

JAKARTA – Pemerintah menegaskan bahwa lonjakan harga emas yang terjadi belakangan ini bukan hanya dialami Indonesia, melainkan merupakan dampak dari tren global. Hal ini disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dalam keterangannya kepada pers di Jakarta, Rabu (30/4/2025).
“Jika kita perhatikan, kenaikan harga emas ini tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga merupakan bagian dari dinamika harga emas dunia yang dipicu oleh beberapa faktor,” ujar Prasetyo.
Ia menjelaskan bahwa lonjakan harga emas secara global turut dipengaruhi oleh ketidakpastian situasi geopolitik dan geoekonomi. Kondisi tersebut menyebabkan lonjakan permintaan terhadap emas sebagai komoditas investasi yang aman, sehingga berdampak pada naiknya harga di berbagai negara, termasuk Indonesia.
“Hal ini merupakan hasil dari mekanisme pasar. Komoditas utama dunia, termasuk emas, mengalami kenaikan harga secara luas akibat meningkatnya permintaan,” lanjutnya.
Prasetyo menambahkan bahwa masyarakat hingga kini masih menganggap emas sebagai instrumen investasi paling stabil, terutama di tengah fluktuasi ekonomi.
“Emas masih menjadi safe haven, aset aman yang dicari ketika ekonomi global tidak menentu,” ujarnya.
Ia juga menyebut peran kehadiran Bank Bullion, yang belum lama ini diresmikan oleh Presiden, sebagai salah satu pendorong meningkatnya minat masyarakat terhadap investasi emas.
“Dengan adanya Bank Bullion, masyarakat kini memiliki akses investasi emas yang lebih aman dan terpercaya,” jelasnya.
Terkait isu yang menyebut kenaikan harga emas sebagai cerminan kekhawatiran terhadap perekonomian nasional, Prasetyo menilai anggapan tersebut terlalu berlebihan.
“Kalaupun ada yang menyampaikan pandangan seperti itu, saya kira tidak tepat. Ini lebih karena faktor global dan tren pasar,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, harga emas Antam 24 karat saat ini berada di kisaran Rp 1.965.000 per gram, mengalami penurunan tipis sebesar Rp 1.000 dari hari sebelumnya. Meski demikian, harga tersebut tetap berada di tingkat yang tinggi dibanding periode-periode sebelumnya.
Kondisi ini menjadi sorotan masyarakat luas, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global dan pelemahan nilai tukar rupiah yang masih berada pada level yang dinilai “dapat diterima” oleh para investor. []
Nur Quratul Nabila A