Kasus Pemalsuan CV Amelia Terkuak
NUNUKAN – Kasus pemalsuan tanda tangan kuasa usaha CV Amalia yang sempat menyeret Batto, pimpinan perusahaan konstruksi di Kabupaten Nunukan tersebut, dalam perkara korupsi, akhirnya terungkap. Tersangka pemalsu tanda tangan akhirnya berhasil dideteksi oleh penyidik Polres Nunukan dan ditahan.
Penyidik Polres Nunukan, baru-baru ini (21/6/2014) sekitar pukul 13.30 menahan Jayadi Rusman setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan tandatangan Haji Batto. “Barusan saja ditahan,” ujar Kapolres Nunukan Robert Silindur Pangaribuan kepada wartawan.
Kapolres menjelaskan, Jayadi ditahan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan surat yang dilaporkan Haji Batto. “Jadi mulai ditahan hari ini di rutan Mapolres Nunukan,” ujarnya.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Jayadi sempat diperiksa sebagai saksi. “Dalam minggu ini dilakukan pemeriksaan. Sekitar dua atau tiga kali diperiksa,” ujarnya.
Pihaknya menahan tersangka atas sejumlah pertimbangan. Kapolres mengatakan, secara terang penyidik berani menetapkan Jayadi sebagai tersangka dan menahannya karena,”Ini sah pemalsuan,” ujarnya.
Selain itu, Jayadi juga lebih banyak tinggal di Sulawesi Selatan. “Sudah jauh kemudian takutnya sulit lagi mencari,” ujarnya.
Kapolres Nunukan memastikan, bukti-bukti yang dikumpulkan penyidik sudah cukup untuk melimpahkan kasus itu kepada Kejaksaan Negeri Nunukan. “Tidak ada kendala. Tidak lama lagi dilimpah ke Kejaksaan. Saya rasa sudah kuat, kami sudah koordinasi ke Kejaksaan untuk melimpahkan kasus ini,” ujarnya.
Sebelumnya penyidik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur menetapkan Batto sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan gedung pasar induk di Kecamatan Nunukan. Bersamanya, penyidik juga menetapkan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Nunukan Khotaman dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan I Putu Budiarta sebagai tersangka proyek senilai Rp 13,7 miliar, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Nunukan 2006-2009.
Batto menjelaskan, saat proyek tersebut diadakan, perusahaan miliknya CV Saturiah tidak bisa mengikuti tender, karena dinilai tidak memenuhi persyaratan. Proyek tersebut akhirnya dimenangkan CV Amalia. Belakangan, Jayadi yang menjabat sebagai Direktur Teknik CV Saturiah melobi pemilik CV Amalia untuk mengalihkan pekerjaan tersebut.
Pekerjaan itupun dialihkan kepada Batto. “Itu secara pribadi bukan ke Saturiah. Saya betul-betul tidak tahu. Masalah administrasi saya mana tahu. Sedangkan di Saturiah saya atas nama saja sebagai direktur. Saya cuma kelas 3 SD, kerja begini saya mana tahu,” ujarnya.
Kuasa usaha akhirnya dikeluarkan notaris Yuses. Kuasa Usaha Nomor 26 diterbitkan pada Selasa, 28-11-2006. Direktur CV Amalia Nurhidayah dan Komisaris Herman Hamid sebagai pemberi kuasa, memberikan kuasa kepada Batto.
Batto diberikan kuasa mewakili dan bertindak untuk dan atas nama perseroan, komanditer CV Amalia, tersebut khusus untuk melaksanakan pekerjaan proyek Pembangunan Pasar Induk Kabupaten Nunukan tahun anggaran 2006 yang terletak di Nunukan, berdasarkan surat perjanjian pemborongan pekerjaan (SPPP) tertanggal Sembilan Oktober tahun Dua Ribu Enam (09-10-2006) Nomor 640/1189/SPPP-PPI/KDPU/X/2006.
Soal tandatangannya sebagai penerima kuasa usaha, Batto dengan tegas membantahnya. “Demi Tuhan bukan tandatangan saya. Bukan tanda tangan saya ini,” ujarnya sambil menunjukkan tandatangan atas nama Batto yang tercantum pada kuasa usaha dimaksud, beberapa waktu lalu.
Untuk membuktikan jika tandatangan itu bukan ia yang membubuhkannya, Batto menunjukkan tiga kartu tanda penduduk (KTP). Masing-masing KTP Makassar tahun 2008, KTP Kabupaten Bekasi dan KTP Kabupaten Nunukan 2012 atas namanya. Dari pengamatan tribunkaltim.co.id tandatangan pada ketiga KTP dimaksud, seluruhnya sama. Tandatangan diketiga KTP ini berbeda dengan yang ada pada kuasa usaha.
“Saya memang tidak tahu. Kuasa usaha ini saya tidak tahu dan saya tahunya ada ini setelah kasusnya muncul,” ujarnya. [] RedHP/TKTi