Kekurangan Daya Tampung SMP, DPRD Dorong Solusi Konkret

ADVERTORIAL – Polemik terkait sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali menyeruak di Kota Samarinda, menyusul keluhan warga dari kawasan perbatasan antarkecamatan yang merasa kesulitan mengakses sekolah negeri, khususnya di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Muhammad Novan Syahronny Pasie, menyoroti kasus konkret di SMP Negeri 3 Samarinda, yang secara geografis menjadi sekolah terdekat bagi sejumlah calon siswa, namun secara administratif domisili mereka tercatat berada di luar wilayah kecamatan sekolah tersebut berada.
“Kalau bicara jalur domisili, jarak terdekat memang SMP 3, tapi bicara domisili, dia masih masuk bagian di dalam wilayah Palaran dan Loa Janan Ilir,” ujar Novan saat ditemui di Gedung DPRD Samarinda, Kamis (19/06/2025) sore.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa sistem domisili yang kini digunakan dalam skema PPDB tidak lagi sepenuhnya mengacu pada jarak fisik antara rumah dan sekolah, melainkan pada batas wilayah administratif yang telah ditetapkan dalam regulasi. “Jadi apabila dia tidak tercover di SMP di seberang, maka domisili terdekatnya adalah di daerah Palaran,” katanya menambahkan.
Fenomena ini, menurut Novan, menunjukkan adanya kebutuhan mendesak akan kebijakan yang lebih adaptif, terutama bagi warga yang tinggal di wilayah perbatasan kecamatan, di mana jarak logis dan jarak administratif sering kali tidak selaras.
Ia juga mengungkapkan bahwa salah satu kendala utama dalam pelaksanaan PPDB adalah keterbatasan daya tampung SMP negeri di Samarinda. Masalah ini menjadi langganan tahunan yang hingga kini belum terselesaikan secara struktural. “Memang tadi juga jadi masukan bahwasanya kebutuhan sekolah di tingkat SMP khususnya itu memang perlu pembangunan lagi,” ujarnya.
Sebagai respons atas persoalan tersebut, Novan menyampaikan bahwa Wali Kota Samarinda telah memberikan instruksi langsung kepada perangkat daerah terkait untuk melakukan kajian lapangan. Studi ini bertujuan menilai kebutuhan nyata pembangunan sekolah baru, termasuk aspek lahan dan proyeksi jumlah siswa di masa depan. “Dan tadi juga Pak Wali menginstruksikan kepada jajarannya untuk melakukan studi tentang kondisi di sana,” ucapnya.
Ia optimistis bahwa jika hasil kajian menunjukkan urgensi dan kelayakan, maka pembangunan unit sekolah baru (USB) di kawasan terdampak akan menjadi prioritas dalam anggaran tahun mendatang. “Kalau memang mumpuni dan kita dapat lahan, maka insyaallah akan dilakukan pembangunan di tahun berikutnya untuk tingkatan SMP,” tuturnya.
Dengan bertambahnya sekolah baru, Novan berharap tidak ada lagi ketimpangan dalam distribusi peserta didik yang membuat beberapa sekolah kelebihan kapasitas, sementara yang lain kekurangan siswa. “Kita harapkan ke depan tidak ada lagi warga yang terpinggirkan hanya karena batas domisili administratif,” pungkasnya.
Isu pemerataan akses pendidikan ini menjadi cerminan dari tantangan besar dalam mewujudkan sistem pendidikan yang inklusif dan responsif terhadap realitas sosial-geografis masyarakat perkotaan. []
Penulis: Diyan Febrina Citra | Penyunting: Enggal Triya Amukti