Kemacetan Jalur Klakah Kian Parah, Ini Kata Pejabat Pemprov Jatim

MACET : Jalur Probolinggo-Klakah menjadi langganan kemacetan berjam-jam.(Foto : Istimewa)

LUMAJANG-Kemacetan jalan nasional ke arah Surabaya, khususnya di Klakah, masih dikeluhkan sejumlah pejabat. Termasuk pejabat perwakilan Pemprov Jatim yang bertugas di Jember. Bahkan, perjalan ke Surabaya–Jember atau sebaliknya, jika tidak bertemu kemacetan di Klakah rasanya tidak lewat Klakah.

Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) Pendidikan Provinsi Jatim wilayah Jember Sugeng Trianto, yang baru saja bertugas di Jember sekitar lima bulan lalu, selalu bertemu macet saat menuju Surabaya ataupun sebaliknya. “Pertama tugas ke sini (Jember, Red) itu bertemu macet di daerah Klakah, Lumajang,” ucapnya.

Dia pikir kondisi tersebut hanya terjadi satu dua kali saja. Namun, realitanya setiap perjalanan dinas ke Surabaya selalu berjumpa dengan macet. Lagi-lagi macet terjadi di daerah Klakah. “Berangkat ke Surabaya ataupun dari Surabaya ke Jember selalu kena macet. Rasanya kalau tidak kena macet itu berarti tidak lewat Klakah,” tuturnya.

Sugeng menjadi salah satu pejabat di Jember yang dikatakan kerap berpergian ke Surabaya. Selain tugas dinas ke instansi induk, yaitu Dispendik Jatim, dia juga pulang ke kota asalnya, yaitu Surabaya. “Saya juga heran, ternyata macet di Klakah itu sudah terjadi bertahun-tahun lamanya,” imbuhnya.

Dia menilai, dalam mengentaskan kemiskinan di sebuah daerah banyak hal yang perlu ditinjau. Salah satunya yaitu infrastruktur jalan. Bila jalan terhambat, entah rusak ataupun ada hal lainnya, maka hasil untuk menjual hasil produksi warga juga terhambat. “Jember dan daerah sekitarnya itu basisnya pertanian. Ambil contoh tomat dan cabai, bila mengirim komoditas tersebut ke lokasi pasar itu terhambat karena macet di Klakah, bisa jadi tomat dan cabai itu membusuk di jalan. Otomatis petani rugi. Kalau modal tanamnya itu utang, ruginya dobel,” ucapnya.

Sementara, bila hasil pertanian mengandalkan pangsa pasar di Jember, bisa jadi harganya akan anjlok. Sebab, jumlah produksi dan kebutuhan warga Jember itu tidak seimbang. “Lebih banyak produksinya dari pada kebutuhan. Sedangkan kalau di jual di Surabaya atau perkotaan, harganya akan lebih tinggi,” paparnya.

Mengapa demikian, Sugeng menjelaskan, karena di kota jumlah penduduknya lebih banyak. Otomatis kebutuhan lebih tinggi. Ditambah lagi, di kota sangat minim namanya produksi tanaman pertanian. “Kalau menjual di kabupaten tetangga Jember, kondisinya juga sama. Sebab, daerah tetangga juga kabupaten dengan basis pertanian juga,” paparnya.

Dia menambahkan, pangsa pasar kota untuk hasil pertanian memiliki konsumen yang berbeda-beda. “Di Surabaya ada banyak hotel dan restoran. Jadi, konsumennya tidak hanya untuk rumah tangga. Sedangkan di daerah, hotel tidak sebanyak di kota,” tuturnya.

Menurutnya, alangkah baiknya di daerah Klakah itu ada tol. “Cukup buat exit tol sampai daerah Klakah saja. Karena perjalanan Jember–Surabaya, yang macet hanya di Klakah,” terangnya.(rac)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *