KI Fokus cegah Korupsi

indexDengan terbitnya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, Komisi Informasi (KI) kini lebih fokus terhadap pencegahan terjadinya korupsi lewat keterbukaan informasi publik. Lewat Inpres itu juga, badan publik khususnya badan publik penyelenggara negara diberi sejumlah “tugas” dan kewajiban dalam penyediaan informasi publik, yang juga sebagai pelaksanaan Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Intinya, Inpres ini tindak lanjut dari UU 14/2008, yakni pelaksanaan keterbukaan informasi publik. Khususnya di daerah, Inpres ini menginstruksikan kepada Gubernur, Wali Kota, dan Bupati sebagai penanggung jawab untuk melakukan pembentukan  dan penguatan tugas pokok dan fungsi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) utama dan pembantu,” kata Ketua KI Kaltim Eko Satiya Hushada, kemarin (15/6).
Dikatakan, sejak awal diterbitkannya UU 14/2008, salah satu semangat keterbukaan informasi publik  itu adalah pencegahan terjadinya korupsi di badan publik. Karena dengan transparansi, segala sesuatu bentuk penyelewengan dapat dihindari. Selain itu, keterbukaan informasi publik tak lain adalah mendorong partisipasi publik dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
KI Kaltim selama ini secara terus-menerus mendorong agar badan publik berbenah dan melaksanakan perintah UU 14/2008. Sebagaimana juga disebutkan dalam Inpres No 2/2014, ukuran keberhasilan dari aksi pencegahan korupsi lewat keterbukaan informasi publik adalah terbentuknya PPID dan PPID Pembantu, diterbitkannya Standard Operating Procedure (SOP) dan dipublikasikannya daftar informasi di website Pemprov, Pemkab, dan Pemkot.
“Kami masih menemukan pemerintah di daerah, di Kaltim khususnya yang belum memiliki PPID. Ada yang sudah bentuk PPID Utama, tapi belum sampai di PPID Pembantu. Sehingga ketika ada akses informasi di SKPD, tidak terlayani dengan baik dan akhirnya bersengketa di Komisi Informasi,” tambah Eko. Hal tak kalah penting yang harus jadi perhatian badan publik adalah kewajiban untuk mengumumkan informasi publik yang wajib serta-merta, informasi wajib berkala, informasi wajib tersedia setiap saat dan atau informasi yang disediakan atas permintaan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Ketiadaan informasi ini di website maupun di meja informasi, memiliki risiko hukum pidana sebagaimana diatur di UU No 14/2008, yakni pada Bab XI Ketentuan Pidana pasal 52 dengan ancaman pidana kurungan satu tahun. “Kami sudah sering mengingatkan badan publik untuk memerhatikan benar hal ini,” ujar Eko.
Untuk memperkuat pelaksanaan pencegahan korupsi dan penanganan kasus tindak pidana keterbukaan informasi publik, menurut Eko, hari ini (16/6) akan ditandatangani MoU antara Komisi Informasi Kaltim dengan Polda Kaltim dan Kejati Kaltim. Penandatanganan MoU akan dilakukan dalam acara diskusi nasional Komisi Informasi Menuju Rakernis 2014 dengan tema “Penguatan Kelembagaan untuk Independen dan Profesional” di Hotel Novotel, Balikpapan.
Hadir dalam penandatanganan MoU yang disaksikan Gubernur Awang Faroek tersebut, yakni Kajati Kaltim Amri Sata dan Kapolda Kaltim Irjen Pol Dicky Daantje Atotoy. Selain itu, KI Kaltim akan bekerja sama lewat penandatanganan MoU dengan Bandiklat Kaltim dan Numesa. Bandiklat kaitannya dengan pemberian materi keterbukaan informasi publik pada sesi pendidikan di Bandiklat Provinsi Kaltim. Sementara Numesa terkait penguatan website di badan publik.
Di acara diskusi nasional yang bekerja sama dengan The Asian Foundation ini akan hadir sejumlah  pembicara, yakni Ketua KI Pusat Abdul Hamid Dipo Pramono, Gubernur Awang Faroek Ishak, ahli hukum tata negara Refly Harun,  Direktur LSM Pokja 30, dan Indonesia Parliamentary Centre (IPC) [] RedFj/KP