Komunitas Catur “Pion Mas”, Tempat Para Jagoan Catur Bermain
PROBOLINGGO-Duduk di tepi Jalan Panglima Sudirman, Kelurahan Semampir, Kabupaten Probolinggo, Jamik nyaris tak beringsut. Kedua mata pria berusia 52 tahun itu menatap lekat peranti-peranti catur di hadapannya walau bising kendaraan di belakangnya tak pernah berhenti. Sore itu, Senin, 16 Oktober 2023, Jamik tengah bermain catur melawan rekannya.
Bukan hanya kedua orang itu yang bermain catur. Di samping mereka, sejumlah orang juga asyik bermain gajah-gajahan. Media yang mereka gunakan adalah meja yang dilapisi karpet bercorak kotak-kotak hitam-putih. Entah sejak kapan, yang jelas, hampir saban tiap hari lokasi tersebut selalu menjadi arena bermain catur.
Kembali ke Jamik, ia berhasil menumbangkan lawannya dalam waktu kurang dari 30 menit. Permainan tersebut ditutup dengan kedua pemain saling menyeruput kopi yang dipesan di warung dekat situ. Selepas bermain catur, Zainal berbagi cerita mengenai pengalamannya bermain catur kepada Prudensi.com.
Lelaki yang tinggal di Desa Sentong, Dusun Kademangan, Kecamatan Krejengan Kabupaten Probolinggo itu menyebut bermain catur sudah menjadi bagian dari hidupnya. Setiap hari berkunjung ke Komunitas Catur “Pion Mas” yang didirikan bersama teman sejawat lainnya. Biasanya, ia datang dari pukul 12.00 Wib sampai 16.00 Wib menjelang sore. Selain menyalurkan hobi, maksud kedatangannya juga untuk berkumpul dan berbagi pengalaman kepada sejawatnya yang memilki hobi catur.
“Saya suka dengan suasananya yang berada di tengah kota,” tutur Jamik.
Lebih lanjut, ia mengaku suka bermain catur sejak kecil. Ia pun pernah mengikuti berbagai turnamen catur, dari tingkat kelurahan, daerah, hingga regional Jawa Timur. “Sejak kecil, saya sudah sering dapat juara,” bebernya.
Catur Hilangkan Stres
Tak lama setelah Jamik bermain catur, Jaelani warga Kraksaan. Keinginan pria tersebut bermain catur mesti ditangguhkan karena delapan meja catur yang tersedia sudah bertuan. Sembari menunggu gilirian, ia melayani wawancara Prudensi.com.
Jae begitu panggilan akrabnya, 55 tahun, mengaku sering berkunjung ke Komunitas Catur “Pion Mas”. Dalam sehari, ia bermain catur beberapa kali pertandingan. Hal ini ia lakukan untuk mengasah kemampuannya bermain catur. Ia pun menekuni olahraga berpikir itu sejak kecil.
“Dulu, saya belajar bermain catur secara autodidak. Tapi sekarang, saya pakai teori buku,” kata Jaelani.
Akan tetapi, Jaelani bukan seorang atlet catur. Ia hanya menjadikan catur sebagai hiburan untuk melepaskan penat. Walau demikian, kemampuannya bermain catur tak boleh dianggap enteng. Ia pernah menjuarai perlombaan catur tingkat kelurahan bahkan kecamatan “Catur itu menghibur dan bisa menghilangkan stres,” ucapnya.
Memberikan Asa dan Rezeki
Kehadiran para pecatur di Jalan Panglima Sudirman Semampir tersebut memberikan asa bagi dunia pecaturan Kraksaan yang lebih baik. Karenanya beberapa tahun yang silam, aktivitas ini melahirkan sebuah komunitas catur bernama “Pion Mas”.
Haji Burhan selaku Ketua I Komunitas Catur “Pion Mas” mengatakan disini, saya kerap mendapatkan bibit-bibit pecatur yang memilki potensi menjadi atlet catur,” ucapnya kepada Prudensi.com. Haji Burhan berharap, upayanya ini dapat didukung pemerintah. Apalagi sampai saat ini anggota Komunitas Catur “Pion Mas” sudah memiliki struktur pengurus Ketua I H. Burhan, Ketua II H. Shodiqin, dan Ketua III H. Bagong dan beranggotakan sampai ratusan orang.
“Semoga, pemerintah bisa memberikan perhatian dengan memberikan fasilitas hingga mengadakan agenda bulanan,” ujarnya kepada Prudensi.com belum lama ini.
Bukan hanya memberikan asa untuk dunia pecaturan, para pecatur di Jalan Panglima Sudirman Kelurahan Semampir ini juga mendatangkan rezeki. Pak No begitu panggilan sehari-hari merupakan bengkel sepeda sekaligus pedagang yang berjualan di sebuah gerobak di area tersebut.
Buka dari pukul 6 pagi sampai pukul 17.00 wib menjelang Maghrib subuh, Pak No menjual berbagai kuliner ringan seperti kopi hingga mi instan. Sejak berjualan, ia mengaku, dagangannya selalu laris. Dalam sehari, ia bisa mengantongi Rp 150 ribu hingga Rp 500 ribu. “Ini adalah tempat saya mencari nafkah untuk terus melangsungkan hidup,” ucap laki-laki paruh baya itu. (Rachmat)