Konflik Sawit di Kampung Tukul
KUTAI BARAT – Konflik horizontal akibat bercokolnya perkebunan kelapa sawit juga kerap terjadi di Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur (Kaltim). Seperti yang berlangsung di Kampung Tukul, Kecamatan Tering, Kubar.
Sejak 18 Desember 2014 lalu, warga Kampung Tukul menutup jalan perkebunan sawit yang konsesinya dipegang PT Fangiono Agro Plantation (FAP). Kisruh tepatnya terjadi antara manajemen PT FAP Blok B dan warga adat Kampung Tukul.
Pemasangan portal yang melibatkan ratusan warga Tukul itu disebabkan ulah manajemen yang dinilai semena-mena dan merugikan masyarakat. Tak tanggung-tanggung, aksi tutup jalan kebun sawit ini berlangsung sampai dua bulan lebih.
Pada 23 Februari lalu, portal baru dibuka. Itu pun nyaris terjadi bentrok berdarah antara warga dengan aparat. Saat portal dibuka, sekitar 400 personel dari tim gabungan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Kepolisian Resor (Polres) Polres Kubar, Komando Distrik Militer (Kodim) 0912/Kubar, serta sejumlah pejabat dari Pemkab Kubar.
Menurut Assiten II Setkab Kubar Meril Elisa menjelaskan, kedatangan ratusan aparat akhirnya dapat menghasilkan beberapa keputusan, pertama masyarakat adat Kampung Tukul Kecamatan Tering membuka portal dengan syarat pembukaan portal adat 23 Februari 2015 pukul 18.00 Wita.
Kemudian masyarakat adat dan Muspida yang tergabung dalam tim terpadu, beserta pemerintahan Kecamatan Tering memberikan waktu sekitar satu minggu PT FAP untuk segera menyelesaikan permasalahan. Tuntutan masyarakat terhitung 23 Februari-2 Maret 2015 mendatang.
Dalam kurun waktu tersebut lanjut Meril Ellisa, pemerintah memediasi penyelesaian permasalahan warga dengan pihak PT FAP.
Diketahui masyarakat melakukan penutupan areal di 5.000 hektare dengan membuat portal dan memberhentikan pengoperasian selama dua bulan ini.
Sebab selama ini warga merasa perusahaan kelapa sawit FAP dalam pengoperasiannya dinilai kurang berkomunikasi dengan masyarakat adat istiadat setempat. Sehingga masyarakat menilai pihak perusahaan FAP melanggar adat istiadat setempat dan dikenakan denda sebanyak 250 antang atau Rp 250 Juta. Satu antang bernilai Rp 1 juta.
Sementara Ketua Presidium Dewan Adat (PDA) Kubar, Yustinus Dullah, mengungkapkan, kesalahan fatal yang dilakukan pihak perusahaan adalah tidak mau berkomunikasi dengan warga. “Perusahaan masuk harus ada musyawarah dengan masyarakat. Kesalahan yang dilakukan perusahaan malah tidak mau menanggapi. Padahal tiap daerah di Indonesia memegang adat dan tradisi. Jangan hanya melihat masyarakat demo, tapi perusahaan tidak mau melihat penyebabnya,” Yustinus.
Sesuai janji PT Fangiono Agro Plantation Blok B (PT FAP-B) akan menyelesaikan kisruh perkebunan sawit di Tukul Seberang dengan masyarakat Kampung Tukul, Kecamatan Tering, Kutai Barat, hingga Senin (2/3) lalu belum juga ada tanda perusahaan itu mengambil upaya penyelesaian. Pemkab pun diminta segera turun tangan menjadi penengah persoalan itu.
“Sesuai surat perjanjian sejak 23 Februari hingga 2 Maret 2015, perusahaan akan menyelesaikan tuntutan masyarakat adat yang menggunakan lahan warga Tukul. Hari ini (2/3) batas waktu berakhir, belum ada langkah perusahaan menemui masyarakat. Kami masih memberi waktu hingga 5 Maret mendatang,” kata Ketua Koperasi Induk Sawit Tukul, Samuel Paran.
Sementara itu Ketua DPRD Kutai Barat FX Yapan, sangat menyesalkan sikap perusahaan yang tidak bertanggungjawab. Dia meminta Pemkab Kubar menjadi penengah, segera memfasilitasi permasalahan Tukul agar tidak berlarut-larut.
“Pemkab harus memfasilitasi, berkomunikasi dengan masyarakat dan perusahaan,” kata Yapan.
Yapan mengimbau agar perusahaan menghargai budaya lokal, yakni hukum adat. Dia meminta Pemkab juga segera mengambil langkah, sehingga masyarakat tidak dirugikan dan investasi berjalan normal di Kubar dengan aman dan kondusif. [] KP/KK