Krisis Air Perparah Perang di Yaman
YAMAN – Harga air meningkat tajam di Yaman, mengancam pasokan air bagi 25 juta penduduk Yaman. Hal ini menambahkan penderitaan warga akibat serangan udara pimpinan Arab Saudi yang ditujukan kepada pemberontak al-Houthi sejak Maret lalu.
Arab Saudi ingin mengembalikan legitimasi Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang kini berada di Riyadh, melarikan diri.
Namun demi mencegah pengiriman pasokan senjata kepada Houthi, Saudi juga memblokir pengiriman pasokan barang, termasuk makanan dan obat-obatan serta bahan bakar yang sangat dibutuhkan oleh warga sipil Yaman.
Dan ini diperparah lagi dengan kurangnya persediaan air karena sebagian besar pompa bertenaga gas untuk penyediaan air tidak bisa beroperasi. Jika masih ada air yang mengalir dari pompa tersebut, maka harganya sangat mahal.
“Penduduk Yaman sekarang membayar 30 persen dari penghasilannya untuk mendapatkan air di dalam rumah mereka, ini adalah persentase tertinggi di dunia,” ujar Abdulkhaleq Alwan, seorang ahli senior dari Kementerian Lingkungan dan Air Yaman, dikutip dari Al Arabiya.
Harga air di Yaman sudah mencapai tiga kali lipat, mencapai 10 ribu riyal Yaman atau senilai US$47 dolar setiap satu tangki yang berisikan empat meter kubik air, kata Alwan.
Harga air meningkat tajam karena harga diesel yang digunakan untuk menyalakan pompa tersebut juga naik, begitu pula harga bensin yang dibutuhkan oleh truk pengangkut air.
“Para pemilik sumur sudah jarang yang bisa membeli diesel di pasar gelap karena harganya yang tinggi, kadang bisa mencapai 100 dolar untuk 20 liter diesel, kemudian 40 dolar untuk 20 liter bensin,” kata Alwan.
Salah satu cara alternatif pemilik truk pengangkut air adalah dengan menunggu 3 sampai 4 hari di pom bensin dan menunggu sampai harganya turun.
Yaman adalah salah satu negara miskin yang setengah warganya berpenghasilan kurang dari US$2 dolar setiap hari, beberapa dari mereka tentu tidak bisa membeli air sama sekali.
“Keluarga miskin di perkotaan maupun di pedesaan sangat jelas tidak dapat membeli air bersih dengan harga yang tinggi,” tambah Alwan.
Di beberapa kota dan pinggiran kota, termasuk ibu kota Yaman, Sanaa, yang berpopulasi 2 juta penduduk, terdapat penduduk kaya yang bisa membayar pemilik sumur dan supir untuk menyalurkan air gratis ke daerah miskin. Di sana, perempuan dan anak-anak biasanya bertanggung jawab mengambil air dengan mengisi wadah mereka.
Namun, dengan harga yang makin melonjak, cepat atau lambat warga Yaman harus menerima bahwa persediaan air mereka akan habis, meski sumur-sumur masih ada.
KOTA MATI
Menurut Program Pembangunan PBB (UNDP), Yaman menarik hampir 169 persen dari sumber airnya, yang berarti mereka telah menggunakan air jauh lebih cepat daripada mengisi persediaan air mereka.
Kesenjangan antara permintaan dan persediaan air telah melebar menjadi 1,4 miliar meter kubik per tahun sebagai akibat dari salah satu pertumbuhan penduduk tertinggi di dunia, dan penggunaan air yang meluas.
William Cosgrove, seorang ahli air dan mantan spesialis sumber air dari Bank Dunia untuk Timur Tengah mengatakan kurangnya pasokan air di Yaman disebabkan karena adanya pengeboran sumur ilegal.
“Masalah di Yaman adalah sama dengan yang mencipatakan masalah dalam pemulihan perdamaian di sana pada saat ini: ini adalah negara suku, jadi tergantung pada pemimpin mereka dan apakah mau bekerja sama dengan pemerintah atau tidak, menghormati hukum atau tidak,” kata William.
Dalam kasus Sanaa, kekeringan yang akan menimpa sumur bukanlah satu-satunya masalah, namun juga jauhnya kota tersebut dengan laut, sehingga mereka tidak mempunyai suplai air alternatif.
William beranggapan bahwa Sanaa akan menjadi “kota hantu” karena tidak ada sumber air, dan berada jauh dari tempat yang memiliki suplai air.
“Sementara perang terjadi, sumur-sumur mulai mengalami kekeringan, jadi masalah air bisa jadi lebih besar daripada perang,” kata William. [] CN