Menag Nasaruddin: Praktik Agama Kita Terlalu Maskulin, Harus Lebih Lembut

MAGELANG — Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyoroti kecenderungan praktik keagamaan di Indonesia yang dianggap terlalu maskulin dan didominasi semangat kekuasaan. Dalam pandangannya, kondisi ini tidak sejalan dengan inti ajaran agama yang mestinya mengedepankan kelembutan dan nilai-nilai kemanusiaan.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam sambutannya pada acara Indonesia Tipitaka Chanting dan Asalha Mahapuja 2569 BE di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (6/7/2025).

“Sistem berteologi kita sekarang ini sangat maskulin. Padahal, nabi, pimpinan agama, sangat menonjolkan (diri) sebagai sosok yang feminin,” ujar Nasaruddin yang juga menjabat Imam Besar Masjid Istiqlal.

Nasaruddin menjelaskan bahwa maskulinitas dalam praktik beragama tidak merujuk pada jenis kelamin, melainkan pada pola pikir yang menekankan dominasi, penaklukan, dan kekuasaan. Ia mencontohkan bahwa semangat menaklukkan ini sering berimplikasi pada kerusakan lingkungan.

“Contohnya penebangan pohon-pohon besar untuk diekspor tanpa mempertimbangkan dampak lingkungannya,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengaitkan dominasi semangat maskulin tersebut dengan kuatnya budaya patriarki dan sistem paternalistik dalam masyarakat. Menurutnya, dua hal itu ikut memperkuat cara beragama yang tidak berpihak pada nilai kelembutan dan kepedulian.

Menag Nasaruddin menyerukan perlunya penyesuaian pendekatan dalam kehidupan beragama, yaitu dengan menempatkan nilai-nilai feminin seperti kasih sayang, kepedulian, dan pengasuhan sebagai fondasi keberagamaan.

“Perlu ada penyesuaian dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,” tegasnya.

Ia mencontohkan ajaran Buddha yang menekankan sikap lembut, penuh kasih, dan welas asih sebagai contoh praktik beragama yang lebih membina dan merawat. Nasaruddin juga menyebut bahwa dalam konsep ketuhanan, aspek feminin seperti merawat (nurture), membina, dan mengasuh seharusnya lebih menonjol.

“Tuhan lebih menonjol sebagai feminin, nurture atau merawat, membina dan mengasuh,” pungkasnya.

Acara Indonesia Tipitaka Chanting dan Asalha Mahapuja merupakan peringatan penting bagi umat Buddha yang dihadiri ribuan peserta dari dalam dan luar negeri.

Kehadiran Menteri Agama dalam acara tersebut menunjukkan dukungan terhadap kerukunan lintasagama dan keberagaman praktik keagamaan di Indonesia. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *