Menteri Susi Bikin Ribuan ABK di Sulawesi Kehilangan Pekerjaan

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tampak sumringah saat dilantik. Tak dinyana peraturan yang dibuat membuat susah para ABK.

MENTERI Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti telah mengeluarkan aturan pelarangan bongkar muat ikan di tengah laut atau transhipment melalui peraturan bernomor 57 tahun 2014 sejak 12 November 2014 lalu. Sejak saat itu pula ribuan anak buah kapal (ABK) yang sehari-hari mencari nafkah di kapal angkut ikan harus dirumahkan oleh para pengusaha.

Di Sulawesi Utara misalnya, tercatat sudah ada 2 ribu ABK yang perusahaannya tergabung dalam Asosiasi Kapal Perikanan Nasional (AKPN) Sulawesi Utara, terpaksa diputus hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan sejak awal Januari lalu.

Ketua AKPN Sulawesi Utara Rudi Waluko mengatakan angka tersebut tidak termasuk ABK perusahaan yang tidak terdaftar dalam AKPN. Ia memprediksi ada lebih dari dua ribu ABK yang menganggur.

“Di Bitung itu ada 22 ribu pekerja. Sekarang banyak pabrik-pabrik di demo gara-gara ada PHK besar-besaran,” kata Rudi saat ditemui di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis (4/6).

Rudi mengatakan pelarangan transhipment bagi kapal angkut telah membuat beberapa unit pengolahan ikan (UPI) terutama di Bitung terseok-seok dalam beroperasi. Terlebih kini intensitas pasokan ikan ke UPI berkurang sangat drastis.

Rudi menggambarkan dengan menggunakan kapal angkut, pasokan dan kualitas ikan bisa terjaga dengan baik. Sebab kapal pengangkut setiap satu minggu sekali akan datang membawa ikan. Sedangkan jika kapal angkut tidak beroperasi maka perusahaan harus menunggu ikan sekitar lima hingga enam bulan yang dibawa langsung oleh kapal tangkap sepulangnya dari fishing ground.

Namun, lanjut Rudi, menggunakan kapal tangkap untuk mengangkut ikan juga menimbulkan kerugian. Sebab fasilitas kapal tangkap tidak memiliki fasiltas penunjang yang dimiliki oleh kapal angkut ikan.

“Kalau pakai kapal tangkap ada kerusakan 50 persen ikan. Kalau dinominalkan, katakanlah misalnya 1 bulan kita angkut 80 ton, yang rusak ada 40-50 ton kerugiannya bisa Rp 500 juta-Rp 600 juta,” kata Rudi.

Minta Kelonggaran

Kendati demikian, Rudi beserta asosiasinya tetap mendukung larangan transhipment yang dibuat Susi dengan syarat tertentu.

“Kami sangat mendukung dengan adanya pelarangan transhipment. Tetapi pelarangan transhipment ikan untuk yang di tengah laut dan di bawa ke luar negeri. Bukan untuk kapal nasional. Kalau kita kapal lokal, angkut ikannya juga ke dalam negeri. Tolong dipikirkan,” kata Rudi.

Saat berkunjung ke Kantor KKP hari ini, Rudi sendiri tidak bisa bertemu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Sebab yang bersangkutan tengah melakukan kunjungan kerja ke Eropa. Namun ia mengaku sudah mendapat penjelasan dari pihak Kementerian terkait akan dikeluarkannya Petunjuk Teknis Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 tahun 2014.

“Minggu lalu kami sudah ada pembicaraan dan titik temu dengan Ibu Susi bahwa kapal nasional dan buatan lokal ini di bawah 200 GT akan dikeluarkan peraturannya agar bisa melaut. Setelah Bu Menteri pulang dari Eropa, tim akan mebuat draf supaya bisa langsung ditandatanganinya,” katanya. [] CI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *