Berkata Lantang Soal Ironi Tambang

Salah satu potret tambang ilegal di Desa Margahayu, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara. Operasionya di pinggir kampung. Berdasarkan data geospasial Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, di lokasi ini jauh dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan. Infonya, lokasi ini adalah hasil penciutan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Multi Harapan Utama. Kandungan batu baranya terlihat masih berlimpah, hampir di semua titik di desa ini dijarah batu baranya.

PARLEMENTARIA DPRD KALTIM – Tambang batu bara ‘menggila’ telah memorak-porandakan perut bumi etam Kalimantan Timur (Kaltim). Bukan saja lingkungan alam dan hutan yang dibuat rusak, bencana pun melanda akibat tambang di Kaltim, seperti timbulnya banjir di berbagai daerah. Salah satu faktornya adalah kerusakan area tangkapan air akibat tambang yang menggila.

Mimi Meriami BR Pane, sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim menegaskan, pihaknya selalu menyuarakan masalah pertambangan di Kaltim. Termasuk pada saat Rapat Paripurna ke-43 masa sidang ketiga DPRD Kaltim yang digelar di Gedung D Lantai 6 Perkantoran DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Selasa (04/10/2022) siang.

Usai menyampaikan pemandangan umum fraksinya terhadap Nota Penjelasan Keuangan dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2023, Mimi – sapaan akrab anggota dewan yang lahir di Medan, 30 Desember 1975—meminta kepada Muhamamd Samsun, Wakil Ketua DPRD Kaltim yang saat itu memimpin rapat paripurna.

Secara khusus ia menyuarakan masalah pertambangan tersebut kepada Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kaltim Riza Indra Riadi yang hadir dalam rapat paripurna mewakili Gubernur Kaltim Isran Noor. “Mohon perhatian dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, terutama yang sering saya suarakan masalah pertambangan di Kaltim yang sangat merusak lingkungan alam, hutan, (berakibat banjir, red)  banjir” ujar anggota dewan yang duduk di Komisi III bidang pembangunan ini.

Menurut pandangannya, tambang saat ini beroperasi di sembarang tempat, di pinggir jalan provinsi, di belakang rumah penduduk, tetapi pemerintah seperti diam saja, tidak mengambil tindakan. Yang dimaksud pemerintah oleh Mimi, bisa jadi adalah Pemprov Kaltim sebagai pemegang hak atas jalan provinsi yang sering digunakan untuk hauling hasil tambang batu bara ‘koridoran’ atau ilegal.

Mimi Meriami BR Pane

Bisa juga yang dimaksud Mimi adalah aparat penegak hukum, seperti aparat kepolisian yang sepertinya menutup mata, tebang pilih dalam menindak adanya kejahatan tambang ilegal yang terjadi di depan mata. “Di depan mata kita melihat di pinggir jalan provinsi, di belakang rumah penduduk, kita melihat tambang mengorek tanah-tanah hitam dan tidak ada tindakan dari pemerintah,” ungkap mimi berkata lantang.

Di sisi lain, lanjut Mimi, berdasarkan informasi yang diperolehnya dari media, bahwa Gubernur Kaltim pernah menyatakan bahwa hasil ekspor batu bara Kaltim melebihi biaya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang hanya sebesar Rp466 triliun. Menurut catatan media ini, Isran Noor pada akhir September 2022 lalu memang ada menyebut nilai ekspor batu bara dari Kaltim nilainya di atas Rp500 miliar.

“Menurut saya tidak ada kebanggaan sekali atas nilai ekspor itu karena tidak dinikmati masyarakat Kaltim. Masyarakat Kaltim masih tersiksa dengan jalanan yang masih rusak di mana-mana, dan banyak daerah di Kaltim yang belum dialiri listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Artinya, semua kekayaan berlimpah yang dimiliki Kaltim, belum dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Pemprov Kaltim untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat,” papar Mimi mengkritik kinerja Gubernur Kaltim.

Untuk itu ia menegaskan kepada Pemprov Kaltim agar memperhatikan persoalan itu. “Mohon kepada Pj Sekda (Riza Indra Riadi yang hadir saat rapat paripurna, red) menjadi perhatian, sudah saatnya memperhatikan masyarakatnya yang tertinggal, desa-desa yang belum punya jalan yang baik dan listriknya belum teraliri,” pintanya.

Sebelum menyampaikan pendapatnya itu, ia juga sempat berpantun soal peraturan gubernur yang membatasi alokasi anggaran untuk bantuan keuangan, karena hingga saat ini belum juga dilakukan revisi. Menurut dia, bagaimana membantu masyarakat bawah, membangun daerah terpencil, jika aturan tersebut masih menjadi penghambat. []

Reporter: Guntur Riyadi
Editor: Hadi Purnomo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *