New Hope and Happy Ending

Senin, 20 Oktober 2014 sekitar pukul 10.30 Waktu Indonesia Barat menjadi gerbang harapan baru (new hope) atas resminya Joko Widodo menjadi presiden Republik Indonesia ketujuh, sekaligus menjadi akhir yang baik (happy ending) bagi Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden keenam.

Jokowi-SBY

Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengucap sumpah pelantikan, Senin, (20/10) di Gedung Paripurna MPR/DPR Kompleks Parlemen, Senayan untuk mengemban amanah sebagai Presiden Republik Indonesia (RI) Ketujuh dan Wakil Presiden RI Ketujuhbelas.

Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI Periode 2014-2019 yang dimulai pada Pukul 10.15 WIB dan berakhir kurang lebih 50 menit setelahnya.

Uapacara pelantikan dipimpin Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, bersama tiga wakil ketua, yaitu, E. E. Mangindaan, Oesman Sapta Odang, serta Hidayat Nur Wahid.

“Dengan ini menetapkan Presiden Jokowidodo dan Jusuf Kalla dengan perolehan suara 53,15 persen dari total suara sah presiden. Maka ditetapkan secara sah sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2014-2019,” kata Zulkifli Hasan.

Pengucapan sumpah Presiden dan Wakil Presiden RI Ketujuh dilakukan secara Islam pada sekitar pukul 10.30 WIB.

“Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden RI dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,” kata Joko Widodo saat mengucapkan sumpah Presiden diikuti dengan pengucapan sumpah wakil presiden oleh Jusuf Kalla.

“Mulai saat ini, Ir. H. Joko Widodo dan H. M. Jusuf Kalla sah sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pada masa jabatan 2014-2019,” kata Zulkifli Hasan.

Pelantikan Presiden RI Senin ini menjadi sejarah baru bagi kebiasaan politik di Indonesia. Karena untuk pertama kali, pelantikan presiden di hadiri oleh dua pasang presiden dan wakil presiden.

Masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden terpilih serta presiden dan wakil presiden yang digantikan.

Selain itu, pelantikan Presiden hasil pemilu 2014 akan mencatatkan sejarah sebagai pelantikan pertama yang akan diikuti dengan prosesi gelar serah terima pasukan di Istana Negara. Prosesi serah terima tugas dari Presiden lama kepada presiden baru, itu belum pernah terjadi sebelumnya.

Dan pada saat Presiden SBY menyerahkan kekuasaannya kepada Presiden Joko Widodo, akan menjadi serah terima tugas yang pertama, dalam sistem pemerintahan Indonesia. Pelantikan Presiden ditutup dengan doa dari Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin.

Perlu diketahui, berikut Presiden Indonesia nama-nama Presiden RI, Soekarno (Menjabat pada periode 1, Mulai menjabat 18 Agustus 1945 sampai 22 Februari 1967); Soeharto (Menjabat periode 2-8; Mulai menjabat 22 Februari 1967 21 Mei 1998); Baharuddin Jusuf Habibie (Menjabat pada periode 8, Mulai menjabat 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999); Abdurrahman Wahid (Menjabat pada periode 9, Mulai menjabat 20 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001); Megawati Soekarnoputri (Menjabat pada periode 9, Mulai menjabat 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004); Susilo Bambang Yudhoyono (Menjabat pada periode 10 dan 11, Mulai menjabat 20 Oktober 2004 sampai 20 Oktober 2014); Joko Widodo (Menjabat pada periode 12, Mulai menjabat 20 Oktober 2014).

PIDATO KENEGARAAN

Sementara dalam pidato pertanya seusai dilantikan sebagai presiden terpilih di Gedung MPR RI Jakarta, Senin 20 Oktober 2014), Joko Widodo alias Jokowi menyampaikan pidato secara singkat hanya sekitar selama 10 menit. Disampaikannya dengan penuh semangat. dan diakhiri dengan pekik ”Merdeka!”

Jokowi mulai pukul 11.40 WIB hingga pukul 11.50 WIB dengan penyampaian yang penuh semangat. Bahkan ada momen menarik ketika Jokowi menyebut bekas pesaingnya di Pilpres lalu, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, sebagai sahabat.

Berikut pidato lengkap Jokowi saat pelantikan presiden di MPR:

“Di Bawah Kehendak Rakyat dan Konstitusi”

JAKARTA, 20 Oktober 2014

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam Damai Sejahtera untuk kita semua,

Om Swastiastu,

Namo Buddhaya

Yang saya hormati, para Pimpinan dan seluruh anggota MPR,

Yang saya hormati, Wakil Presiden Republik Indonesia,

Yang saya hormati, Bapak Prof Dr. BJ Habibie, Presiden Republik Indonesia ke 3, Ibu Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia ke-5, Bapak Try Sutrisno, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-6, Bapak Hamzah Haz, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-9, Yang saya hormati, Bapak Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia ke-6, Bapak Prof Dr Boediono, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-11,

Yang saya hormati, ibu Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid,

Yang saya hormati, rekan dan sahabat baik saya, Bapak Prabowo Subianto. Yang saya hormati Bapak Hatta Rajasa

Yang saya hormati, para pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara,

Yang saya hormati dan saya muliakan, kepala negara dan pemerintahan serta utusan khusus dari negara-negara sahabat,

Para tamu, undangan yang saya hormati,

Saudara-saudara sebangsa, setanah air,

Hadirin yang saya muliakan,

Baru saja kami mengucapkan sumpah, sumpah itu memiliki makna spiritual yang dalam, yang menegaskan komitmen untuk bekerja keras mencapai kehendak kita bersama sebagai bangsa yang besar. Kini saatnya, kita menyatukan hati dan tangan. Kini saatnya, bersama-sama melanjutkan ujian sejarah berikutnya yang maha berat, yakni mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Saya yakin tugas sejarah yang berat itu akan bisa kita pikul bersama dengan persatuan, gotong royong dan kerja keras. Persatuan dan gotong royong adalah syarat bagi kita untuk menjadi bangsa besar. Kita tidak akan pernah besar jika terjebak dalam keterbelahan dan keterpecahan. Dan, kita tidak pernah betul-betul merdeka tanpa kerja keras.

Pemerintahan yang saya pimpin akan bekerja untuk memastikan setiap rakyat di seluruh pelosok tanah air, merasakan kehadiran pelayanan pemerintahan. Saya juga mengajak seluruh lembaga Negara untuk bekerja dengan semangat yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. Saya yakin, Negara ini akan semakin kuat dan berwibawa jika semua lembaga negara bekerja memanggul mandat yang telah diberikan oleh konstitusi.

Kepada para nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, pedagang asongan, sopir, akademisi, guru, TNI, POLRI, pengusaha dan kalangan profesional, saya menyerukan untuk bekerja keras, bahu membahu, bergotong rotong. Inilah, momen sejarah bagi kita semua untuk bergerak bersama untuk bekerja…bekerja… dan bekerja !

Hadirin yang Mulia

Kita juga ingin hadir di antara bangsa-bangsa dengan kehormatan, dengan martabat, dengan harga diri. Kita ingin menjadi bangsa yang bisa menyusun peradabannya sendiri. Bangsa besar yang kreatif yang bisa ikut menyumbangkan keluhuran bagi peradaban global.

Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk. Kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di Laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali membahana.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

Kerja besar membangun bangsa tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden ataupun jajaran Pemerintahan yang saya pimpin, tetapi membutuhkan topangan kekuatan kolektif yang merupakan kesatuan seluruh bangsa.

Lima tahun ke depan menjadi momentum pertaruhan kita sebagai bangsa merdeka. Oleh sebab itu, kerja, kerja, dan kerja adalah yang utama. Saya yakin, dengan kerja keras dan gotong royong, kita akan akan mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

Atas nama rakyat dan pemerintah Indonesia, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Yang Mulia kepala negara dan pemerintahan serta utusan khusus dari negara-negara sahabat.

Saya ingin menegaskan, di bawah pemerintahan saya, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, sebagai negara kepulauan, dan sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, akan terus menjalankan politik luar negeri bebas-aktif, yang diabdikan untuk kepentingan nasional, dan ikut serta dalam menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pada kesempatan yang bersejarah ini, perkenankan saya, atas nama pribadi, atas nama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dan atas nama bangsa Indonesia menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Bapak Prof. Dr. Boediono yang telah memimpin penyelenggaraan pemerintahan selama lima tahun terakhir.

Hadirian yang saya muliakan,

Mengakhiri pidato ini, saya mengajak saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk mengingat satu hal yang pernah disampaikan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno, bahwa untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai, kita harus memiliki jiwa cakrawarti samudera; jiwa pelaut yang berani mengarungi gelombang dan hempasan ombak yang menggulung.

Sebagai nahkoda yang dipercaya oleh rakyat, saya mengajak semua warga bangsa untuk naik ke atas kapal Republik Indonesia dan berlayar bersama menuju Indonesia Raya. Kita akan kembangkan layar yang kuat. Kita akan hadapi semua badai dan gelombang samudera dengan kekuatan kita sendiri. Saya akan berdiri di bawah kehendak rakyat dan Konstitusi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa merestui upaya kita bersama.

Merdeka !!!

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Semoga Tuhan memberkati,

Om Shanti Shanti Shanti Om,

Namo Buddhaya

HARAPAN BARU

Bukan saja bagi masyarakat Indonesia, masyarakat dunia juga memandang bahwa naiknya Jokowi menjadi ‘orang nomor satu’ di Indonesia memberikan sebuah harapan baru terhadap semua bidang perubahan, mulai dari sosial ekonomi, politik dan budaya.

Demikian disampaikan Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Paramadina, Jakarta, Dinna Wisnu. Usai diskusi di Jakarta, Sabtu (18/10), ia mengatakan di bawah kepemimpinan Jokowi dan Jusuf Kalla, Indonesia dinilai punya harapan baru melakukan perbaikan-perbaikan pada bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Dinna Wisnu optimistis pemerintahan mendatang mampu memainkan perannya di kalangan internasional. Selain itu menurutnya, negara-negara lain juga masih menilai Indonesia merupakan negara yang mampu berkontribusi dalam perkembangan ekonomi global.

Dari berbagai program kerja yang harus segera dibenahi pemerintahan mendatang, menurut Dinna Wisnu masalah kesejahteraan adalah yang utama karena masyarakat sangat menunggu dan berharap terjadi peningkatan kesejahteraan. Menurutnya, masalah kesejahteraan sangat penting sehingga pemerintaha mendatang harus cepat menunjukkan upayanya agar tetap dipercaya masyarakat.

Sementara pada kesempatan sama, mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara sekaligus mantan Menteri Perikanan dan Kelautan, Sarwono Kusumaatmadja menegaskan, seluruh elemen bangsa harus ikut bekerja dan mendukung pemerintahan mendatang.

“Kita mulai dari situ aja, dan kita ini sebagai warga negara yang punya kepentingan terhadap pemerintahan yang baik harus aktif menggunakan cara-cara yang ada dan caranya banyak sekali untuk memastikan bahwa kita punya pemerintahan sukses, bahwa negara itu hadir demi kita semua. Kebetulan kita punya seorang presiden yang unik dia berasal dari kalangan rakyat biasa yang sukses dan ini merupakan babak baru dalam politik kita bahwa kita punya presiden di luar elite yang ada. Jadi kita juga punya kepentingan dari segi itu untuk memastikan bahwa dia berhasil, jadi kita jangan nonton lihat dia kerja, kita ikut kerja, kalau kita cuma nonton, mengomentari berarti kita bukan bagian dari dia,” ujar Sarwono.

AKHIR BAIK

Upacara lepas sambut pergantian pemimpin nasional yang berlangsung di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (20/10/2014), berlangsung dalam suasana haru. Air mata mewarnai pelepasan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono dan istrinya, Ani Yudhoyono.

Seusai mengikuti upacara lepas sambut, SBY dan Nyonya Ani berjalan meninggalkan Istana Merdeka. Para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, pimpinan Kepolisian RI, TNI, dan para staf tampak berdiri membentuk barisan di sepanjang jalan yang disediakan bagi SBY dan Nyonya Ani.

Sambil diiringi lagu yang dinyanyikan paduan suara dan orkestra, SBY dan istri berjalan meninggalkan Istana Merdeka. Keduanya menyalami para menteri, kepala lembaga tinggi negara, Kepolisian RI, serta para petinggi TNI yang berbaris di sisi kiri jalan.

Kepergian SBY dan Ani disaksikan warga yang hadir di Istana Merdeka atas undangan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebagian warga menitikkan air mata haru melihat kepergian mantan Kepala Negara tersebut.

Ada pula pewarta yang menangis melihat SBY dan Ani meninggalkan Istana Merdeka. Di tengah teriknya matahari, para warga meneriakkan ucapan terima kasih kepada SBY dan istrinya. “Enggak menyangka, ya, dia (SBY) enggak jadi presiden lagi,” ucap seorang warga.

Sebelum mencapai gerbang keluar, SBY dan Ani Yudhoyono sempat menyapa para warga. Wajah keduanya tampak merah karena panasnya matahari. Keduanya juga terlihat menahan haru.

Sementara di jalan menuju kompleks Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Senin (20/10/2014) petang, tampak ada ratusan warga memadati jalan, menyambut kedatangan SBY dan keluarga. Mereka berdiri di kanan dan kiri jalan sambil memegang sebuah bendera Merah Putih kecil.

Pemandangan tak biasa ini terjadi hanya untuk menyambut Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden keenam Indonesia yang baru saja menyelesaikan masa tugas dua periodenya, dan digantikan Joko Widodo.

Kini, warga terlihat bisa lebih bebas berdiri di jalan di kawasan Cikeas tersebut. Selama ini, warga juga tak diperkenankan mendekat ke kompleks yang ditinggali SBY beserta keluarganya.

Pada saat SBY menjadi presiden, warga kerap hanya bisa melihat hilir mudik iring-iringan mobil RI-1 beserta rangkaian mobil pasukan pengamanan presiden. Sekarang, SBY memilih berjalan kaki menuju ke rumahnya, tak lagi naik mobil mewah dengan pengawalan berlapis.

SBY pun terlihat santai mendekat ke warga yang menyambutnya. Pengawalan memang tetap ada, yakni dari Grup D Paspampres, tetapi tak lagi seperti saat SBY masih bertugas di Istana. Paspampres Grup D adalah pasukan pengawalan bagi para mantan kepala negara.

Selain warga yang berdiri berjajar di tepi jalan, sambutan untuk SBY juga ditunjukkan oleh warga dalam rupa beragam poster. Salah satu poster itu bertuliskan “matur nuwun”.

Ada pula “kejutan” dari seorang pelajar yang mencegat SBY dan memberikan secarik kertas berwarna pink. SBY membaca lalu menyerahkan surat itu kepada istrinya, Ani Yudhoyono.

Sebelumnya, SBY menghadiri upacara pelantikan Jokowi-Jusuf Kalla di Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat. Setelah itu, dia melakukan upacara pisah sambut bersama Jokowi di Istana Kepresidenan.

Diiringi “Lagu Pantang Mundur”, SBY dan Ani meninggalkan kompleks Istana yang sudah menjadi kediamannya selama 10 tahun terakhir.

Selepas dari gerbang Istana pada Senin ini, SBY sudah kembali menjadi rakyat biasa. Namun, ia tentu tak benar-benar biasa. Terlebih lagi, SBY juga akan segera memulai tugas baru pada November 2014 sebagai Presiden Global Green Growth Institute yang berbasis di Korea.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *