Pejabat KTT Peras Perusahaan Sawit Rp 36 Miliar
BULUNGAN – Gaji yang besar, jabatan yang tinggi, tak menjadi patokan seseorang bisa jadi puas, tak serakah mengejar harta meski dengan jalan tak benar. Faktanya ada di Kabupaten Tanan Tidung (KTT), Kalimantan Utara (Kaltara). Seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang pernah jadi Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Kabuapten (Sekkab) Tana Tidung disangka melakukan pemerasan. Tak tanggung-tanggung, uang senilai Rp 36 miliar diduga berhasil digasak.
Kasus pemerasan terhadap perusahaan di KTT tersbeut berhasil diungkap aparat dari Kepolisian Resor (Polres) Bulungan, selaku pemegang wilayah hukum di KTT. Bahkan, sekarang ini sudah ada dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemerasan dan premanisme tersebut.
Dalam keterangan persnya di Markas Polres Bulungan, Senin (6/7), Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Eka Wahyudianta menyatakan dua orang tersangka tersebut adalah H Muchsin dan Jamrah. Mereka diseret ke bui untuk menjalani pemeriksaan sejak Jumat (3/7) lalu.
Keduanya merupakan otak pelaku kegiatan premanisme, pemerasan terhadap dua perusahaan perkebunan kelapa sawit di Tana Tidung yakni PT TUM dan PT PKP asal Malaysia.
Bahkan dibeberkan Kapolres Eka, H Muchsin merupakan mantan Plt Sekkab Tana Tidung. Muchsin dan Jamrah sudah ditahan di rumah tanahan Polres Bulungan Jalan Agathis Tanjung Selor. “Pelapor dari pihak perusahaan itu tanggal 1 Juli. Kami datangi TKP dan melakukan penangkapan keduanya beserta barang bukti. Setelah dikembangkan lagi di Polsek Sesayap, baru kemarin (Minggu, red) datang ke sini (di Mapolres),” beber Eka saat menggelar konferensi pers.
Kapolres juga mengaku masih sedang memburu sejumlah pelaku premanisme lainnya. Pihaknya meyakini masih ada sejumlah pihak lain yang akan terseret ke jeruji besi. Lebih kurang ada tujuh nama yang dirahasiakan.
“Mohon kesabaran. Nama-nama masih dirahasiakan untuk kepentingan lebih lanjut. Kemungkinan bisa berkembang. Statusnya masih kami dalami, nanti mereka kabur. Kami bisa ungkap dari beberapa barang bukti dan saksi-saksi serta HP (handphone) tersangka yang digunakan untuk mengendalikan kelompoknya, sama barang bukti di lapangan,” jelasnya.
Soal modus kejahatan, para pelaku mengklaim bahwa lahan yang dikuasai perusahaan merupakan tanah adat. Oleh karenanya, pelaku juga mengklaim kepemilikan pohon madu yang tumbuh di lahan tersebut dan berhak atas ganti rugi pohon madu.
“Mereka tidak bisa menunjukkan bukti otentik bahwa itu adalah tanah adat yang bersangkutan sampai sekarang. Itu berulang-ulang dari 2009 sampai sekarang. Mereka mengklaim, dan pihak perusahaan ketakutan. Akhirnya diminta membayar sejumlah uang secara rutin ke mereka,” beber Eka.
Pemerasan terhadap perusahaan akhirnya tidak bisa terhindarkan sejak tahun 2009 sampai tahun 2015 ini. Dijelaskan Kapolres, komplotan tersebut tak segan-segan mengancam karyawan perusahaan dengan senjata tajam.
Kemudian komplotan juga menyita kunci kendaraan alat berat perusahaan dengan maksud mendapat uang tebus kunci-kunci kendaraan tersebut. “Tidak boleh bergerak kalau tidak ada uang. Jadi alat berat itu diambil kuncinya,” imbuh Kapolres sambil menunjukkan sebanyak 12 kunci kendaraan alat berat sebagai barang bukti.
Hitungan tuntutan para pelaku dilakukan secara bertahap. Artinya, jika tuntutan awal tidak dipenuhi atau terlambat maka nominal uang yang harus dibayarkan perusahaan ditingkatkan lagi oleh pelaku. “Lambat lagi, mereka tingkatkan lagi. Jadi selalu seperti itu dari tahun 2009 sampai sekarang terungkap,” tutur Kapolres.
Alhasil, dalam kurun waktu 2009 hingga 2015 kerugian perusahaan kurang leboh mencapai Rp 36 miliar rupiah akibat pemerasan. Uang sebanyak Rp 36 miliar sambung Kapolres, oleh para pelaku sengaja disimpan melalui rekening salah seorang di luar pelaku.
“Melalui rekening seseorang, bukan lewat rekening komplotan. Jadi memang sengaja mengelabui, supaya tidak diketahui kalau polisi cari barang buktinya. Tapi sudah kami ketahi nomor rekening yang dipakai. Itu hanya modus-modus untuk menghindar,” sebut Kapolres.
“Apakah ada kongkalikong dengan pekerja atau atau perkantorannya ada yang main. Kami akan dalami lebih lanjut. Tidak menutup kemunginan mengarah ke sana. Kalau terbukti ya kita akan tetapkan tersangka juga,” tambahnya.
Kepada kedua tersangka, Polres Bulungan menerapkan Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana 9 tahun penjara. Terkait pernyataan pihak Polres Bulungan ini, pihak perusahaan yang melaporkan pemerasan serta para tersangkanya belum dapat dikonfirmasi. [] TBK