Penguatan Hak Adat: Pemkab Kukar dan Kaltim Rumuskan Langkah Inklusif

KALIMANTAN TIMUR – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar), yang diwakili Sekretaris Daerah (Sekda) Kukar, Sunggono, menghadiri Dialog Publik Penguatan Masyarakat Adat Kalimantan Timur (Kaltim) di Hotel Mercure, Samarinda, Jumat (01/11/2024). Acara ini diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Provinsi Kaltim dengan tujuan mempertegas komitmen terhadap pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat yang ada di wilayah tersebut.

Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Kaltim, Ujang Rahmad, dalam sambutannya menggarisbawahi pentingnya membangun kesadaran serta kesepahaman bersama untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. Ia menilai, pertemuan seperti ini memiliki arti strategis dalam menguatkan posisi masyarakat adat yang kerap terpinggirkan dalam proses pembangunan.

“Dialog ini merupakan suatu langkah penting dalam upaya kita bersama, untuk memperjuangkan pengakuan serta perlindungan terhadap hak masyarakat adat yang ada di Kaltim,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala DPMPD Kaltim, Puguh Harjanto, mengemukakan data terbaru terkait pengakuan komunitas Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kaltim. Hingga kini, tujuh komunitas MHA telah diakui, dengan rincian dua komunitas berada di Kabupaten Paser dan lima komunitas lainnya di Kabupaten Kutai Barat (Kubar). Proses pengakuan ini terus berjalan, di mana saat ini terdapat tiga belas komunitas lain yang telah melewati tahap verifikasi dan menunggu terbitnya Surat Keputusan (SK) Bupati.

“Pentingnya sinergi antara Pemerintah Daerah (Pemda) bersama dengan masyarakat adat, guna mempercepat pengakuan serta pemberdayaan mereka. Pembentukan forum khusus bagi masyarakat adat diperlukan, untuk memastikan keadilan dalam pembangunan,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Sekda Kukar, H. Sunggono, menyampaikan apresiasinya terhadap pelaksanaan dialog publik ini. Ia memandang forum tersebut bukan hanya sebagai wadah diskusi, tetapi juga sarana strategis yang dapat memfasilitasi kolaborasi lebih erat antara pemerintah, masyarakat adat, organisasi kemasyarakatan, serta kalangan akademisi.

“Dalam kegiatan ini, dapat disusun sebuah strategi yang berkelanjutan serta eksklusif. Sekaligus juga untuk memastikan, partisipasi dari semua pihak sejalan dengan konteks memperjuangkan kesejahteraan dari masyarakat adat,” jelasnya.

Lebih lanjut, Sunggono berharap agar dialog ini menjadi titik tolak dalam memperjuangkan pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat. Keberadaan masyarakat adat, menurutnya, tidak dapat dilepaskan dari identitas, kekayaan, serta keberagaman budaya di Kaltim. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk menjamin bahwa masyarakat adat mendapatkan akses, perhatian, serta porsi yang layak dalam proses pembangunan daerah.

Dengan terselenggaranya dialog publik ini, diharapkan terdapat lompatan signifikan dalam mewujudkan keadilan bagi masyarakat adat di Kaltim. Forum ini menunjukkan keseriusan pemerintah provinsi dan kabupaten dalam mendorong perubahan positif, termasuk penguatan regulasi, peningkatan pemahaman masyarakat luas, dan penegakan hukum yang berpihak pada kepentingan masyarakat adat. Semua langkah tersebut bertujuan memastikan bahwa hak-hak masyarakat adat tidak hanya diakui secara formal, tetapi juga menjadi bagian penting dalam pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan adil. []

Penulis: Slamet/ Penyunting: Sulaiman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *