Polda Kalbar Sita 68,9 Kilogram Emas Dari Aktivitas PETI

PETI : Kapolda Kalbar Irjen Pol Suryambodo Asmoro ketika memperlihatkan kepada Pers terkait penangkapan PETI di wilayah hukum Kalbar

PETI : Kapolda Kalbar Irjen Pol Suryambodo Asmoro ketika memperlihatkan kepada Pers terkait penangkapan PETI di wilayah hukum Kalbar seberat 68,9 Kg. (Foto : Ist)

 

PONTIANAK (Beritaborneo.com)-Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar menggulung aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di sejumlah lokasi di Kalimantan Barat. Di antaranya di kawasan hutan produksi dan cagar alam (CA).

Polisi juga mengamankan sejumlah pelaku, termasuk pria berinisial A, yang diduga kuat sebagai penadah dan pemilik pabrik pengolahan emas hasil pertambangan emas ilegal tersebut.

Berdasarkan informasi, emas hasil pertambangan ilegal itu diolah dan dimurnikan di sebuah pabrik pengolahan yang terletak di kawasan wisata Sinka Zoo Singkawang.

Dari pabrik tersebut, polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti, di antaranya emas seberat 68,9 Kg atau senilai Rp66,6 miliar. Barang bukti emas tersebut terdiri dari emas dalam bentuk lempengan seberat 5,401 Kg, emas dalam bentuk olahan tahap akhir seberat 26,8 Kg, emas dalam bentuk olahan tahap awal seberat 34,1 Kg, dan emas dalam bentuk batangan seberart 2,5 Kg.

Selain itu, polisi juga menyita 19,6 Kg bongkahan perak, uang tunai sebesar Rp470 juta, 11 unit excavator, mesing dompeng dan peralatan pendulang, alat pengolahan emas dan serta bahan kimia.

Kapolda Kalimantan Barat Irjen Pol Suryambodo Asmoro mengatakan, pengungkapan aktivitas pertambangan emas ilegal ini berlangsung sejak Januari hingga Juni 2022, dengan jumlah kasus sebanyak 23 kasus dan jumlah tersangka sebanyak 75 orang.

“Mereka terdiri dari pekerja tambang, penampung, pengangkut, pengolah bahkan ada juga sebagai pemodal atau actor intelektual,” ungkap Suryambodo dalam keterangan persnya, Rabu (13/7), pagi.

Sementara itu, kata Suryambodo, aktivitas pertambangan ilegal tersebut tersebar di sepuluh kabupaten di Kalimantan Barat. Di antaranya Kabupaten Ketapang, Sambas, Sekadau, Sintang, Melawi, Landak, Bengkayang, Kapuas Hulu dan Kota Singkawang.

“Mereka beroperasi ada yang di darat, di sungai, hingga  di kawasan Hutan Produksi (HP), seperti di Kabupaten Ketapang dan Cagar Alam (CA) di Kabupaten Bengkayang,” terangnya.

Dalam menjalankan aktivitas pertambangan illegal tersebut, pelaku menggunakan berbagai cara, mulai dari metode tradisional hingga menggunakan alat berat berupa excavator.

Terpisah, Direktur Reserse Krimanal Khusus Polda Kalbar, Kombes Pol Luthfie Sulistiawan mengatakan, aktivitas pertambangan ilegal tersebut dikuasai oleh seorang aktor intelektual sekaligus pemodal berinisial A. “Semuanya ini dikuasai oleh A,” jelas Luthfie.

Polisi tidak hanya mengamankan tersangka A, tetapi juga menyeret anggota keluarga dan sejumlah karyawannya. “Ada anggota keluarganya juga yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka,” tegasnya.

Menurut Luthfie, kasus ini masih dalam penyidikan dan proses hukum lebih lanjut. Di mana setiap tersangka dijerat sesuai dengan perannya. Termasuk penerapan Tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dikatakan Luthfie, ada beberapa cluster dalam penetapan pasal. Untuk pekerja tambang akan dijerat dengan pasal 158 UU nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.

Pelaku tambang di kawasan hutan dijerat dengan pasal 17 ayat 1, pasal 89 dan pasal 91 UU nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan tanpa izin dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp20 miliar.

Penampung, pengangkut dan pengolahan hasil PETI dijerat dengan pasal 161 UU nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal sebanyak Rp100 miliar.

Sedangkan untuk aktor intelektual, pemodal/cukong/mafia PETI dijerat dengan pasal 158, 161 UU nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara dan pasal 17 ayat 1 huruf b dan pasal 89 UU nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. (rac)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *