Pungutan Sekolah Negeri Mencekik

SMA di SintangSINTANG  –  Sebagai sekolah ‘berplat merah’, mestinya dukungan anggaran dari pemerintah sangat mudah mengalir. Bukan saja mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sekolah itu juga tentu mendapat dukungan rutin dari anggaran daerah. Namun, ada saja sekolah negeri di Sintang yang nekat melakukan pungutan begitu mencekik ke siswa dengan kedok iuran komite. Parahnya, pungutan tersebut tak ada mendapatkan persetujuan dengan seluruh orang tua siswa.

Uang komite sekolah negeri tingkat sekolah lanjutan atas di Kabupaten Sintang terkadang bahkan lebih mahal dibandingkan di sekolah swasta, sehingga sangat memberatkan para orangtua siswa.

Orang tua salah seorang siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah negeri di Sintang, Doni (50), mengungkapkan bahwa anaknya yang kini Kelas XI SMA di salah satu SMA Negeri di Kota Sintang harus dibebankan uang komite yang cukup besar bahkan lebih besar dibandingkan sekolah swasta.

“Anak saya setiap bulannya harus membayar iuran komite Rp130 ribu. Padahal di sekolah swasta ada yang iuran per bulannya hanya Rp80 ribu-Rp100 ribu,” kata yang juga warga Tanjungpuri, Selasa (24/6).

Dia mempertanyakan mengapa iuran komite di sekolah negeri lebih mahal dibandingkan di sekolah swasta. Padahal di sekolah negeri setingkat SMA dan SMK juga telah mendapatkan dana BOS.

“Lalu apa artinya ada dana BOS jika iuran sekolah tetap sama dengan sebelum ada BOS,” katanya setengah bertanya.

Doni meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Sintang tegas terhadap sekolah-sekolah negeri yang memungut uang komite terlalu tinggi. Dia menyarankan Dinas Pendidikan Kabupaten Sintang harus menetapkan standar iuran komite bagi sekolah negeri jika memang masih harus ada uang komite di sekolah negeri.

Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sintang, YAT Lukman Riberu mengatakan pihaknya memang akan melakukan pembenahan terhadap sekolah-sekolah negeri yang menarik uang komite terlalu tinggi.

Kepala Dinas Pendidikan Sintang, YAT Lukman Riberu.
Kepala Dinas Pendidikan Sintang, YAT Lukman Riberu.

“Saya ingin dengan adanya bantuan BOS di tingkat SLTA, iuran komite sekolah harus turun. Saya tidak mau ada BOS tapi iuran bulanannya sama dengan tidak ada BOS. Bahkan lebih tinggi, ini tidak benar,” tegasnya.

Lukman mengakui adanya beberapa sekolah negeri tingkat SMA di Kabupaten Sintang yang menarik komite sekolah terlalu tinggi.

Ia menginginkan komponen-komponen di dalam iuran komite jangan menjadi beban bagi orangtua. Lukman mencontohkan ada sekolah negeri tingkat SMA yang uang komitenya digunakan untuk memberi tunjangan bagi kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru-guru di sekolah tersebut. Padahal, tugas guru itu merencanakan, melaksanakan dan melakukan evaluasi pembelajaran.

“Masak guru untuk piket saja harus ada honor, mengisi raport harus ada honor, mengawasi ulangan juga harus dibayar. Padahal ini memang tugas dia sebagai guru untuk melaksanakan evaluasi. Kami memang mau membenahi ini sehingga ada standar tersendiri untuk iuran komite,” ungkapnya.

Lukman menegaskan pemerintah pusat memberikan BOS dengan tujuan meringankan beban masyarakat. Karena itu, jangan sampai ada tidak adanya BOS sama saja iuran komitenya.

Dia mengatakan Disdik Sintang akan segera menyurati kepala-kepala sekolah negeri agar tidak menarik iuran komite terlalu tinggi bahwa lebih tinggi dari sekolah swasta. “Kan lucu padahal sekolah swasta dibiayai oleh sekolah itu sendiri sementara sekolah negeri, gaji gurunya dibayar oleh pemerintah dan sekolahnya mendapatkan BOS tapi iuran bulanannya lebih tinggi. Tidak masuk akal,” katanya.

Lukman menegaskan guru PNS itu sudah mendapatkan gaji yang tinggi, mendapatkan tunjangan fungsional, tunjangan sertifikasi guru dan tunjangan jabatan jika dia sebagai kepala sekolah.

“Tapi ada kepala sekolah di sekolah negeri masih menerima tunjangan kepala sekolah sebesar Rp1,5 juta per bulan yang diambil dari iuran komite. Kepala sekolah dapat Rp1,5 juta, wakil kepala sekolahnya Rp1 juta. Semua ini dibebankan pada masyarakat. Padahal mereka sebagai PNS sudah dapat tunjangan. Belum lagi ada tunjangan kespeg. Ini berarti doble tunjangan,” tuturnya.

Dia pun berencana akan menghilangkan yang doble-doble tersebut. Jika nanti ada penolakan dari kepala sekolah, Lukman berjanji akan bersikap tegas terhadap kepala sekolah tersebut. “Anda tidak mau, silakan tidak menjadi kepala sekolah. Silakan menjadi guru saja,” tegasnya. [] RedHP/Ant

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *